Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/01/2023, 08:07 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

 

Hasil perkawinan antara orang Tionghoa dengan pribumi pada saat itu disebut sebagai "peranakan Tionghoa".

Selain prasasti, di lantai satu museum juga menyimpan koleksi berupa pipa rokok, timbangan opium, sempoa, dan berbagai alat-alat yang digunakan untuk berdagang oleh orang Tionghoa.

Baca juga: Kenapa Imlek Identik dengan Warna Merah?

Sepatu perempuan bangsawan

Berpindah ke lantai dua, terdapat peta sejarah peranakan Tionghoa yang dipajang cukup besar di bagian dinding tepat di ujung anak tangga.

Tidak jauh dari peta sejarah, terdapat pajangan berupa sepatu yang digunakan oleh kaum bangsawan Tionghoa pada abad Dinasti Song (960–1279).

Ukuran sepatu yang dipajang terlihat sangat kecil dan diperkirakan hanya muat dikenakan oleh anak bayi pada saat ini. Panjang sepatu tersebut sekitar 7,2 sentimeter

Baca juga: Panduan Lengkap Wisata ke Museum Benteng Heritage Tangerang

Ironinya, sepatu tersebut pada zaman itu justru dikenakan oleh perempuan dari kalangan bangsawan yang belum menikah.

"Pada zaman dahulu, standar kecantikan seorang wanita dilihat dari ukuran kakinya. Semakin kecil ukuran kaki seorang wanita, maka dianggap semakin cantik," terang Martin.

Guna mendapatkan kaki berukuran kecil, maka orang Tionghoa melakukan tradisi bounded feet.

Menurut penjelasan Martin, bounded feet merupakan tradisi membalut kaki dengan kain sehingga kaki akan terlihat kecil.

Tradisi ini dilakukan sejak anak perempuan berusia sekitar tiga sampai enam tahun.

Baca juga: 5 Aktivitas Wisata di Lampion Imlek Pasar Gede, Bisa Naik Perahu

Pada rentang umur tersebut empat jari kaki anak perempuan akan dipatahkan, kemudian kaki akan dibalut dengan kain layaknya membungkus ikan asin.

"Ikatan kaki ini semakin hari semakin kuat, dan hanya akan dilepaskan saat sang perempuan akan menikah," kata Martin.

Adapun tujuan tradisi bounded feet dilakukan yakni agar sang perempuan tidak lari dari perjodohan, supaya terlihat cantik, dan supaya sang perempuan tidak bisa belajar kungfu.

Secara biologis, bentuk kaki yang sangat kecil dan hanya terdiri dari satu jari untuk berpijak, tentunya akan berpengaruh terhadap cara berjalan seseorang.

Baca juga: Kenapa Jeruk Identik dengan Imlek di Indonesia?

Fungsi kaki untuk menahan beban tubuh saat berjalan bagi seorang perempuan pada saat itu memang terbatas dan sangat lemah.

"Mereka bisa berjalan (menggunakan kaki), tapi hanya bisa tahan beberapa langkah. Dulu kalangan menengah ke atas kemana-mana ditandu," kata Martin.

Ia mengatakan, tradisi bounded feet juga pernah diterapkan oleh peranakan Tionghoa di Tangerang. Akan tetapi tradisi tersebut kemudian dihilangkan pada 1911.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com