Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Koleksi di Museum Benteng Heritage, Ada Sepatu untuk Bounded Feet

Kompas.com - 17/01/2023, 09:07 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Museum Benteng Heritage merupakan bangunan bersejarah yang menyimpan koleksi peradaban Tionghoa di Tangerang.

Lokasinya ada di Jalan Cilame Nomor 18-20, Pasar Lama, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten.

Museum ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi setiap Selasa hingga Minggu mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.

Baca juga:

Ada beragam koleksi sejarah peradaban Tionghoa di Museum Benteng Heritage yang menarik untuk dipelajari.

Sayangnya, pengunjung tidak diperbolehkan mengambil gambar ataupun merekam video saat berada di dalam museum.

Dari banyaknya koleksi sejarah di Museum Benteng Heritage, tim Kompas.com merangkum lima koleksi paling menarik yang ditemui saat mampir ke lokasi pada Rabu (11/01/2023).

Koleksi Museum Benteng Heritage Tangerang

1. Koleksi Kecap Benteng

Museum Benteng HeritageBentengheritage.com Museum Benteng Heritage

Koleksi Kecap Benteng dapat ditemui saat wisatawan memasuki lantai satu Museum Benteng Heritage.

Deretan koleksi Kecap Benteng ini diletakan di dalam patung botol kecap berukuran cukup besar, yakni tingginya sekitar 130 sentimeter.

Pemandu wisata Museum Benteng Heritage bernama Martin mengatakan bahwa Kecap Benteng merupakan kecap legendaris di Tangerang yang sampai saat ini masih beroperasi.

Baca juga: Pengalaman Mampir ke Museum Benteng Heritage, Asyik Belajar Kaligrafi

Dikutip dari laman Kompas.com (17/06/2019) pabrik Kecap Benteng didirkan oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Tan Hay Soey pada 1882. 

Keberadaan Kecap Benteng dari dulu sampai sekarang cukup populer karena rasanya yang legit dan terasa lebih kental. Bahkan Kecap Benteng sudah menjadi primadona bagi koki restoran.

2. Prasasti Tangga jamban

Sejumlah patung, guci dan benda berbahan keramik koleksi Museum Benteng Heritage di Pasar Lama, Kota Tangerang, Banten.KOMPAS/RADITYA HELABUMI Sejumlah patung, guci dan benda berbahan keramik koleksi Museum Benteng Heritage di Pasar Lama, Kota Tangerang, Banten.

Berdasarkan penjelasan Martin, Prasasti Tangga Jamban yang dipajang di Museum Benteng Heritage berisi informasi seputar 81 nama atau marga kaum Tionghoa yang ikut berpartisipsi membangun Kota Tangerang pada zaman dahulu.

Penyematan nama prasasti tersebut bukan tanpa alasan.

Baca juga: 6 Tips Berkunjung ke Museum Benteng Heritage, Bawa Uang Tunai

Martim mengatakan, nama prasasti ini diambil dari lokasi penemuannya, yakni di pinggir kali, tepatnya di tangga jamban.

"Prasasti ini masih asli dari (tahun) 1873 Masehi. Saat ini (Prasasti Tangga Jamban) sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia," kata Martin kepada Kompas.com pada Rabu (11/01/2023).

 

3. Perlengkapan pernikahan peranakan Tionghoa

Museum Benteng Heritage menyimpan koleksi perlengkapan pernikahan peranakan Tionghoa yang cukup lengkap.

Mulai dari pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin saat pernikahan, pernak pernik adat yang dikenakan oleh pengantin, serta alat musik yang digunakan untuk mengisi acara pernikahan.

Baca juga: Cara ke Museum Benteng Heritage Naik KRL, Turun di Stasiun Tangerang

Warna pakaian pengantin yang dikenakan oleh peranakan Tionghoa pada zaman dahulu sudah mengalami akulturasi dengan budaya lokal, yakni Sunda dan Betawi.

Ini dapat dilihat dari kontrasnya warna pakaian bagian atas (warna merah) dan pakaian bagian bawah (warna hijau).

Tidak hanya itu. Bentuk hiasan kepala yang dikenakan oleh pengantin peranakan Tionghoa nampak hampir mirip dengan hiasan kepala adat suku Betawi.

Museum Benteng Heritage di Jalan Cilame, Pasar Lama, Tangerang, Banten.KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Museum Benteng Heritage di Jalan Cilame, Pasar Lama, Tangerang, Banten.

Di sini juga dipajang bentuk ranjang yang digunakan pengantin peranakan Tionghoa usai menikah. 

Semua rangka ranjang terbuat dari kayu kokoh, lengkap dengan bantal berbentuk balok yang dibuat dari anyaman rotan.

Baca juga: Panduan Lengkap Wisata ke Museum Benteng Heritage Tangerang

Jika membahas seputar pernikahan, tentu tidak lepas dari bahasan seserahan.

Di Museum Benteng Heritage terdapat sangjit, yaitu seserahan yang dibawa saat acara pernikahan peranakan Tionghoa.

Bagi adat Tionghoa, sangjit dibawa oleh pihak pengantin laki-laki dan nantinya diberikan kepada pihak pengantin perempuan.

"Isinya (sangjit) berupa makanan seperti kue-kue. Tergantung mahar, tapi sekarang sudah diganti dengan parsel," kata Martin.

4. Relief museum

Relief yang menceritakan tentang usaha Kwan Kong menyelamatkan kakak ipar perempuannya dari kejaran Cao Cao terpahat di atap Museum Benteng Heritage.KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Relief yang menceritakan tentang usaha Kwan Kong menyelamatkan kakak ipar perempuannya dari kejaran Cao Cao terpahat di atap Museum Benteng Heritage.

Tepat di bagian tengah lantai dua museum, terdapat empat pilar kokoh yang dihiasi relief pada bagian atasnya.

Menurut penjelasan Martin, relief yang menghiasi bangunan ini dulunya masih berwarna hitam karena tertutup debu. 

Barulah setelah dilakukan restorasi dan pembersihan, warna asli relief muncul kembali.

Baca juga: Itenarary Seharian di Kawasan Pasar Lama Tangerang

Relief yang ada di Museum Benteng Heritage masih asli, dan diperkirakan sudah ada sejak bangunan museum dibangun pada 1407. 

"Relief ini merupakan sebuah batu besar yang diangkat ke atas, dipahat, lalu ditempel dengan keramik-keramik pecah," jelas Martin.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

 

5. Koleksi sepatu putri bangsawan

Ilustrasi sepatu yang dikenakan oleh perempuan kalangan bangsawan Tionghoa saat melakukan tradisi bounded feet.Dok. Shutterstock/ bigjom jom Ilustrasi sepatu yang dikenakan oleh perempuan kalangan bangsawan Tionghoa saat melakukan tradisi bounded feet.

Museum Benteng Heritage juga memajang koleksi sepatu yang dulu biasa dikenakan oleh perempuan kalangan bangsawan.

Jangan bayangkan sebuah sepatu mewah dengan hiasa pernak pernik yang berkilauan seperti saat ini.

 

Baca juga: 5 Tips Kulineran di Pasar Lama Tangerang, Butuh Budget Berapa?

Ironinya, sepatu yang dikenakan oleh perempuan bangsawan pada saat itu berukuran sangat kecil.

Panjangnya sekitar 7,2 sentimeter, ukuran tersebut nampak pas dikenakan oleh kaki anak bayi pada zaman sekarang.

"Pada zaman dahulu, standar kecantikan seorang wanita dilihat dari ukuran kakinya, semakin kecil ukuran kaki seorang wanita, maka dianggap semakin cantik," kata Martin.

Guna mendapatkan bentuk kaki berukuran kecil, maka peranakan Tionghoa pada saat itu melakukan tradisi bounded feet, yaitu membalut kaki dengan kain.

Ilustrasi bentuk kaki yang diikat saat tradisi bounded feet,Dok. Shutterstock/lakkana savaksuriyawong Ilustrasi bentuk kaki yang diikat saat tradisi bounded feet,

Martin menceritakan, tradisi bounded feet dilakukan pada anak perempuan berusia tiga sampai enam tahun. 

Pada rentang umur tersebut empat jari kaki anak perempuan akan dipatahkan, kemudian kaki akan dibalut dengan kain layaknya membungkus ikan asin.

Baca juga: Cara ke Pasar Lama Tangerang Naik KRL, Bisa Jalan Kaki dari Stasiun

Ikatan kain pada kaki akan semakin kuat setiap harinya, sehingga kaki perempuan akan berbentuk tumpul dengan kondisi bekas empat jari yang dipatahkan menekuk ke bagian dalam telapak kaki. 

Kata Martin, ikatan kain pada kaki perempuan akan dilepaskan saat perempuan bangsawan tersebut akan menikah.

Tradisi bounded feet ini pernah diterapkan oleh peranakan Tionghoa di Tangerang. Akan tetapi tradisi tersebut kemudian dihilangkan pada 1911.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com