Menurut Titih, makna lain dari belajar kaligrafi yaitu dapat memberi asupan rasa ke tubuh seseorang. Asupan rasa di sini dapat berupa kepekaan terhadap suatu hal.
"Kalau makan (makanan) sehari-hari itu memberi makan tubuh, kalau berbuat baik akan memberi makan hati. Sementara ini (belajar kaligrafi) memberi makan rasa," terangnya.
Kata Titih, seseorang bisa datang ke mana pun untuk memberi asupan hati. Namun, memberi makan rasa menurutnya sulit dilakukan.
"Kalau sudah setingkat beliau (sang guru), dia sudah bisa menikmati rasa, dia bisa menari-nari di atas kertas ini," katanya.
Kenikmatan membuat kaligrafi Tionghoa, kata Titih, bukan bergantung pada tempat, melainkan pada diri seseorang.
"Selama kita bisa menikmatinya, bisa di mana saja, bahkan di ruang sempit pun bisa," katanya.
Baca juga:
Titih menuturkan, setelah enam tahun belajar kaligrafi Tionghoa, dirinya merasakan perubahan pada kebiasaan yang dilakukan, salah satu contohnya berkaitan dengan kebiasaan bangun pagi.
Usai bangun pagi dan berdoa, ia akan melakukan rutinitas belajar kaligrafi.
Kata titih, bukan hal yang mudah dalam belajar kaligrafi Tionghoa. Untuk bisa membuat struk huruf, dirinya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menekuninya.
"Keindahan itu yang sulit (didapatkan), tapi ketika sudah dicapai, nikmatnya luar biasa" pungkas Titih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.