Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata Asia Tenggara Dinilai Potensial, tapi Kurang Kerja Sama

Kompas.com - 22/01/2023, 18:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pariwisata Asia Tenggara dinilai sebagai pasar yang potensial, namun masih terhambat oleh beberapa hal terutama kerja sama, menurut Presiden Federation of ASEAN Travel Associations (FATA) Pauline Suharno.

"ASEAN ini pangsa pasarnya masih luas sekali. Pasar (pariwisata) Asia Tenggara kalau kita garap dengan betul, itu potensinya luar biasa," kata Pauline, yang juga Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), dalam Indonesia Tourism Outlook (ITO) di Jakarta, Rabu (18/1/2023). 

Baca juga:

Ia menjelaskan, ada sejumlah bukti yang menunjukkan pergerakan pariwisata di tingkat Asia Tenggara relatif lebih kuat selama pandemi jika dibandingkan wilayah lainnya.

Bahkan, kata dia, sebelum perbatasan China dibuka, data trafik pariwisata pada Oktober-November 2022 di Asia Pasifik menunjukkan pertumbuhan tertinggi. 

"Secara inflasi di ASEAN kurang tinggi dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Di ASEAN, sebagai negara produsen, sebagai negara dengan industri luar biasa, kita inflasinya termasuk kecil. Jadi bisa dibilang kita masih bisa berharap banyak dengan pasar ASEAN," jelasnya.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Ajak Pemimpin ASEAN Kerja Sama dalam Menyambut Turis Asing

Sayangnya, kata dia, pariwisata di Asia Tenggara menurutnya belum bisa bersinergi dengan baik dan menonjolkan kekuatan sebagai satu kesatuan, karena beberapa hambatan. 

Hambatan pariwisata di Asia Tenggara

Ilustrasi Luang Prabang, Laos.UNSPLASH/Colin Roe Ilustrasi Luang Prabang, Laos.

Pauline menyampaikan, dari pengamatannya, ada beberapa penyebab pariwisata di wilayah ini masih kurang dibandingkan gabungan negara lain. 

1. Kurangnya kerja sama dan promosi

Pertama, masih sangat kurangnya kerja sama antarnegara di Asia Tenggara dalam hal mempromosikan pariwisata di wilayah ini yang potensial untuk didatangi sekaligus. 

"Bertahun-tahun setiap menteri pariwisata (Asia Tenggara) berkumpul, mungkin saya yang kurang tahu, tapi kami belum melihat ada langkah konkret dari para pejabat negara ASEAN untuk mempromosikan ASEAN as a single destination," terangnya. 

Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Indonesia Bisa Fokus ke Wisatawan Asia Tenggara

2. Perbedaan aturan

Selain itu, hambatan menurut Pauline muncul karena tidak adanya kesamaan peraturan (common regulation) di negara-negara Asia Tenggara.

"ASEAN itu berbagai negara tapi punya aturan berbeda-beda, enggak seperti di Eropa. Uni Eropa masyarakatnya sama, mata uang, visa, dan lain-lain disamakan," kata Pauline. 

Ia memberi contoh, misalnya saat awal pandemi, negara-negara Schengen bisa membuat sistem travel pass dalam aplikasi yang sama.

Baca juga: Nihi Sumba Masuk Daftar Hotel Terbaik Asia 2023 Versi CN Traveler

Sebaliknya, di Asia Tenggara, semuanya berjalan masing-masing, misalnya Indonesia dengan aplikasi PeduliLindungi dan Malaysia dengan aplikasi MySejahtera.

"Semuanya beda-beda, padahal kalau pakai satu transaksi yang sama, bisa mudah digunakan ke antara negara-negara ini. Tapi tidak ada yang mau mengalah, jadi agak sulit mempersatukan pendapat dari berbagai negara ini," tuturnya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com