Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik 20 Nisan di Museum Taman Prasasti Jakarta

Kompas.com - 01/02/2023, 22:06 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Museum Taman Prasasti, Jakarta Pusat, bisa jadi pilihan menarik untuk berakhir pekan nanti. Museum yang seluas sekitar 1,3 hektar ini mengoleksi 993 nisan.

Sebelum diresmikan menjadi museum tahun 1977, tempat ini dulunya adalah kompleks pemakaman khusus orang asing di Batavia yang dibuat oleh Pemerintah Belanda pada 1795.

Baca juga:

"Dulu ini adalah pemakaman yang dibuat oleh Pemerintah Belanda tahun 1795, itu bertahan sampai 1975. Kemudian jenazah mulai dipindahkan, jadi luas pemakaman juga dikecilkan dari 5,5 hektar, sekarang tinggal 1,3 hektar," terang Petugas Museum Taman Prasasti, Eko Yudi saat ditemui Kompas.com, Sabtu (28/1/2023).

Di balik ratusan koleksi nisan di museum ini, terdapat 20 koleksi yang menjadi unggulan. Simak selengkapnya. 

Cerita di balik 20 nisan Museum Taman Prasasti

Patung Crying Lady di Museum Taman Prasasti yang menceritakan kisah pilu seorang istri kehilangan suaminya akibat penyakit malaria di Batavia pada masa itu.Kompas.com/Wasti Samaria Simangunsong Patung Crying Lady di Museum Taman Prasasti yang menceritakan kisah pilu seorang istri kehilangan suaminya akibat penyakit malaria di Batavia pada masa itu.

Setiap koleksi di Museum Taman Prasasti menyimpan kisah tersendiri, yang mana sebagian besar adalah nisan dari orang-orang "tak biasa" di Batavia dulu.

Salah satunya batu nisan H.F Roll, pendiri STOVIA atau sekolah kedokteran zaman Belanda yang menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baca juga:

Berikutnya, ada nisan Olivia Marianne Raffles, istri dari Thomas Stamford Raffles, yang menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda periode 1811-1816.

Tak jauh dari nisan tersebut, pengunjung bisa menemukan makam sahabat sekaligus penasehat Thomas Stamford Raffles bernama Layden.

Nisan berbentuk seperti tembok besar dengan kepala tengkorak tertancap di atasnya. Cahyu Cantika Amiranti Nisan berbentuk seperti tembok besar dengan kepala tengkorak tertancap di atasnya.

Lalu, yang cukup menyita perhatian adalah Monumen Pecah Kulit dengan tengkorak yang tertancap di atasnya.

Monumen ini mengisahkan nasib Pieter Erberveld, keturunan Indonesia berdarah campuran Jerman dan Thailand yang dituduh melakukan pemberontakan terhadap VOC.

Baca juga: Napak Tilas Kematian Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti

Erberveld dihukum mati tahun 1722 dengan cara ditarik empat kuda ke empat arah yang berbeda.

Ada pula nisan aktivis ikonis Soe Hok Gie, Monumen J.J. Perie, serta patung Crying Lady sebagai simbol kisah pilu seorang istri yang kehilangan suaminya akibat penyakit malaria.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com