Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Berdirinya Museum Taman Prasasti, Bekas Makam Kuno Belanda

Kompas.com - 16/02/2023, 08:06 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bagi penikmat wisata sejarah, berkunjung ke Museum Taman Prasasti bisa jadi pilihan. Apalagi dengan koleksi-koleksinya yang tak biasa, kian menambah daya tarik museum yang dulunya bekas kompleks pemakaman ini.

Beralamat di Jalan Tanah Abang 1, Jakarta Pusat, Museum Taman Prasasti awalnya digunakan sebagai pemakaman khusus orang asing di Batavia, yang dibuat oleh Pemerintah Belanda pada 1795.

Baca juga:

"Makam dengan nama Kebon Jahe Kober ini berdiri pada 28 September 1795, ada berbagai macam makam dari zaman VOC sampai pemerintahan Hindia Belanda," kata Danu Wibowo, Humas dan Kemitraan Museum Kebangkitan Nasional yang menjadi pembicara dalam acara Jelajah Malam Museum, di Museum Taman Prasasti, Selasa (14/2/2023).

Sejarah Museum Taman Prasasti

Patung Crying Lady di Museum Taman Prasasti yang menceritakan kisah pilu seorang istri kehilangan suaminya akibat penyakit malaria di Batavia pada masa itu.Kompas.com/Wasti Samaria Simangunsong Patung Crying Lady di Museum Taman Prasasti yang menceritakan kisah pilu seorang istri kehilangan suaminya akibat penyakit malaria di Batavia pada masa itu.

Awalnya Museum Taman Prasasti merupakan sebuah area pemakaman elit bernama Kebon Jahe Kober dengan luas 5,5 hektar.

Lahan tersebut mulai digunakan pada tahun 1795 untuk menggantikan kuburan lain di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang Museum Wayang) yang sudah penuh.

Danu bercerita, saat itu kondisi Batavia sangat padat dan tidak sehat, sehingga menyebabkan banyak warga terserang wabah penyakit.

"Batavia lama di Kotatua drainasenya kotor, menimbulkan penyakit malaria, hingga pemerintahan dipindahkan ke Weltevreden, kini area RSPAD Gatot Subroto sampai Museum Gajah," ujarnya.

Baca juga:

Akibatnya, proses kematian berjalan cepat. Inilah yang membuat halaman Gereja Nieuw Hollandsche Kerk tidak mampu menampung banyaknya makam.

Pemerintah lalu mencari lahan pemakaman baru di luar kota, arah selatan.

Lokasi pemakaman Kebon Jahe cukup strategis di dekat Sungai Krukut. Sungai ini lantas dimanfaatkan untuk membawa jenazah dan kerabat pengantar dengan puluhan perahu dari pusat kota menuju Kebon Jahe.

Setelah mengarungi sungai, jenazah dibawa dengan kereta menuju pemakaman yang jaraknya sekitar 500 meter.

Dulunya pemakaman ini dikhususkan bagi pegawai kompeni dan orang-orang yang disetarakan dengan orang Belanda.

Makam keluarga A. J. W. Van Delden.Cahyu Cantika Amiranti Makam keluarga A. J. W. Van Delden.

Hal itu terus berlanjut hingga pemerintahan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau kongsi dagang Bealnda berakhir.

Kemudian bersambung dengan masa pemerintahan Inggris, bahkan saat Indonesia kembali ke tangan Belanda dan Jepang, hingga tahun 1945, kompleks pemakaman masih dikhususkan untuk orang asing.

Baca juga:

Kebon Jahe Kober pun berkembang menjadi lokasi pemakaman yang prestisius karena banyak orang terkenal yang dimakamkan di sana, baik pejabat penting, pelaku sejarah hingga selebritis pada masanya.

Hingga pada 9 Juli 1977, pemakaman Kebon Jahe diresmikan sebagai Museum Taman Prasasti oleh Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Sebelum diresmikan, selama dua tahun (1975-1977), dilakukan pengangkatan rangka tulang jenazah pada keseluruhan makam.

Rangka-rangka ini sebagian ada yang dikembalikan pada pihak keluarga dan dibawa ke negara asal. Sedangkan sebagian lagi jenazah dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo, dan Tanah Kusir.

Baca juga: 6 Museum di Kota Tua Jakarta dan Harga Tiket Masuk

Setelah dilakukan penataan, tercatat kini Museum Taman Prasasti memiliki sekitar 993 koleksi prasasti nisan di lahan seluas 1,3 hektar.

Adapun tiket masuk museum ialah Rp 5.000 per orang dan bisa dibeli langsung pada loket masuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com