Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seharian Berkunjung ke 4 Masjid Tionghoa di Jakarta

Kompas.com - 06/03/2023, 14:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Tidak banyak yang tahu, ajaran-ajaran dan peninggalan agama Islam di Indonesia ternyata banyak juga yang disebarkan oleh warga Tionghoa.

Pengaruh Islam dari Tionghoa atau China, nyatanya telah ada sejak beratus tahun yang lalu.

"Orang Tionghoa banyak juga perannya terhadap penyebaran Islam di Indonesia," ujar pemandu dari Wisata kreatif Jakarta, Ira Lathief, saat acara Festival Kebhinekaan ke-6 di Jakarta Barat, Minggu (26/2/2023).

Baca juga:

Lebih jauh lagi, kata Ira, menurut sejarah, sebenarnya dulu sebelum Belanda dan Eropa datang, orang Tionghoa banyak yang datang ke Indonesia dan sudah bersahabat dengan pribumi.

Namun, kebijakan politik Belanda yang akhirnya menyebabkan beberapa etnis saat itu tidak bisa bersatu dan seolah dikotak-kotakkan.

Pemandu wisata Ira Lathief sedang menjelaskan sejarah Tionghoa dan penyebaran Islam dalam agenda Festival Kebhinekaan ke-6 di Jakarta, Minggu (26/2/2023). KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Pemandu wisata Ira Lathief sedang menjelaskan sejarah Tionghoa dan penyebaran Islam dalam agenda Festival Kebhinekaan ke-6 di Jakarta, Minggu (26/2/2023).

"Kalau dari sejarah, salah satu yang berjasa dalam penyebaran Islam adalah orang Tionghoa. Salah satunya Laksamana Cheng Ho yang berlayar bersama ratusan kapalnya ke sini," imbuhnya.

Salah satu peninggalan Cheng Ho adalah keberadaan bedug sebagai alat penanda waktu sholat yang banyak ditemukan di masjid-masjid di Jawa.

Baca juga: Panduan ke Masjid Istiqlal: Jam Buka, Aturan Berkunjung, dan Rute

Konon, asal mula bedug berasal dari tambur di kelenteng China yang dibawa oleh pasukan Cheng Ho untuk menandai waktu sholat di atas kapal. Kebiasaan itu terus dibawa dan diturunkan oleh raja-raja Jawa, hingga saat ini. 

Penjelasan Ira menjadi pembuka perjalanan tur "Wisata Bhineka Jejak Tionghoa Muslim di Jakarta dan Jelajah Masjid Tionghoa" yang diikuti oleh sekitar 10 peserta dari siang sampai malam hari. 

Masjid Lautze

Pemberhentian pertama, bangunan unik ruko empat tingkat berarsitektur khas Tionghoa yaitu Masjid Lautze di Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Masjid Lautze yang bernuansa Tionghoa di Pasar Baru, Jakarta Barat. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Masjid Lautze yang bernuansa Tionghoa di Pasar Baru, Jakarta Barat.

Masjid yang didirikan oleh Yayasan Haji Karim Oei pada 1991 tersebut berwarna layaknya kelenteng, dengan warna khas merah dan kuning.

"Pendirinya ingin agar stigma negatif terhadap Tionghoa dengan Islam itu terhapuskan. Sama untuk menyampaikan dakwah ke warga keturunan Tionghoa," tutur Ira.

Tak heran, cukup banyak warga asli maupun keturunan China yang akhirnya menjadi mualaf dan belajar agama Islam di masjid ini.

Baca juga: 5 Fakta Masjid Tertua yang Hancur akibat Gempa Turkiye, Pernah Jadi Gereja

Selain warna khas, sejumlah kaligrafi bertuliskan huruf arab dan china berjejer rapi di dinding masjid. 

Berdiri tinggi, Masjid Lautze terdiri dari empat lantai. Lantai pertama untuk tempat ibadah laki-laki, lantai kedua tempat ibadah perempuan, lantai tiga kantor pengurus masjid, dan lantai empat aula pertemuan dan ruang belajar agama.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

 

Masjid Jami Angke

Masjid Jami Angke yang memiliki arsitektur perpaduan beberapa budaya. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Masjid Jami Angke yang memiliki arsitektur perpaduan beberapa budaya.

Selanjutnya, rombongan berpindah ke Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat untuk singgah di Masjid Jami Angke.

Bangunan cagar budaya yang dibangun sekitar tahun 1761 ini bisa ditemukan di tengah-tengah pemukiman, di balik gang.

Baca juga: 4 Fakta Menarik Masjid Istiqlal, Lokasinya Bekas Benteng Belanda

Arsitektur Masjid Jami Angke memperlihatkan perpaduan harmonis antara unsur-unsur budaya Jawa, Bali, Belanda, dan Tionghoa.

"Ini dibangun oleh perempuan China kaya yang menikah sama orang Banten. Ia mewakafkan hartanya untuk masjid ini," kata Ira.

Arsiteknya juga dikatakan adalah seolah Muslim Tiongjoa bernama Sek Liong Tan.

Masjid Jami Angke yang memiliki arsitektur perpaduan beberapa budaya. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Masjid Jami Angke yang memiliki arsitektur perpaduan beberapa budaya.

Pintu masjid bersarsitektur Jawa. Sementara itu, jendela teralis di kanan dan kiri memiliki gaya bangunan kolonial, begitupun tangganya.

Sedangkan rangka atap masjid berbentuk limasan dan bersusun dua mirip gaya punggel khas rumah-rumah Bali.

Ujung atap yang runcing di paling atas layaknya wihara khas China.

Baca juga: 10 Masjid Rancangan Ridwan Kamil Selain Al Jabbar

Di bagian belakang dan depan masjid, pengunjung bisa menemukan beberapa makam tokoh penyebar agama Islam sejak dulu kala.

Mushala Babah Alun

Sore hari, perjalanan berlanjut agak jauh, kali ini menuju daerah Ancol di Jakarta Utara.

Pada 2019, berdiri sebuah masjid yang lebih berbentuk mushala karena ukurannya yang kecil, di kolong tol Ir Wiyoto, Jalan Pasir Putih, Ancol, Pademangan.

Mushola Babah Alun di bawah kolong Tol Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Mushola Babah Alun di bawah kolong Tol Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

Memiliki nama Mushala Babah Alun, pendirinya adalah Jusuf Hamka, seorang pria keturunan Tionghoa yang sudah sering disorot karena aksi-aksi kemanusiaannya.

"Mushala ini yang kedua dibangun oleh Babah Alun, nama panggilan Jusuf Hamka. Dia memang saat itu ingin membangun 1.000 masjid," terang Ira.

Baca juga: 10 Masjid Megah di Indonesia Selain Masjid Raya Sheikh Zayed Solo 

Meski termasuk kecil, mushala ini terasa bersih, adem, dan terlihat unik. Sebab, arsitektur bangunan luar maupun dalamnya memang masih kental dengan nuansa Tionghoa.

Memiliki perpadua warna putih, hijau muda, dan merah, nampak atap mushola yang berbentuk bangunan Tionghoa. Sedangkan di dalamnya, terdapat tulisan Asmaul Husna dengan huruf China.

 

Masjid Ramlie Musofa

Masjid Ramlie Musofa di Jakarta Utara. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Masjid Ramlie Musofa di Jakarta Utara.

Menjelang Maghrib, rombongan mengakhiri perjalanan ke masjid bernuansa Tionghoa selanjutnya, yaitu Masjid Ramlie Musofa.

Berada di Jalan Danau Sunter Raya, Sunter Agung, Jakarta Utara, masjid bernuansa putih gading ini memiliki bangunan mewah dan menjulang tinggi bak replika Taj Mahal di India.

Baca juga:

"Kalau Taj Mahal India dibangun atas dasar cinta sang raja terhadap istrinya, maka Masjid Ramlie Musofa ini sebagai lambang cinta kepada Allah SWT," ungkap Ira. 

Ia menjelaskan, pendiri masjid megah ini bernama Haji Ramli Rasidin, seorang mualaf beretnis Tionghoa.

Masjid Ramlie Musofa di Jakarta Utara. KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Masjid Ramlie Musofa di Jakarta Utara.

Adapun nama masjid diambil dari inisial pendiri dan keluarganya, yaitu Ramli, istrinya Lie, dan anak-anaknya, Muhammad, Sofian, serta Fabian (Ramlie Musofa).

Dulu, kata Ira, sebelum dibuka untuk masyarakat umum, masjid ini hanya digunakan oleh keluarga Haji Ramli saja untuk beribadah.

Baca juga: 5 Masjid di Bangkok Thailand untuk Dikunjungi Saat Liburan

Pengunjung yang datang bisa menemukan nuansa China, terutama dari beberapa tulisan tiga bahasa, yakni Mandarin, Indonesia, dan Arab yang menghiasi sejumlah sisi bangunan masjid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com