Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Turis Asing yang Langgar Aturan di Bali Jangan Digeneralisasi

Kompas.com - 07/03/2023, 19:28 WIB
Sania Mashabi,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Guru Besar Bidang Pariwisata di Universitas Udayana I Gde Pitana mengimbau agar sikap oknum wisatawan mancanegara (wisman) asal Rusia yang melanggar aturan di Bali tidak digeneralisasi.

Adapun beberapa ulah oknum wisman Rusia itu, antara lain menjadi pekerja ilegal dan mengendarai kendaraan dengan pelat nomor palsu.

Baca juga:

"Tamu Rusia di sini mungkin 500.000 orang yang bikin masalah mungkin 10 orang, lalu kita men-stereotype (stereotipe) bahwa semua tamu Rusia seperti itu semua," kata Pitana kepada Kompas.com, Selasa (7/3/2023).

Bukan kejadian yang pertama

Menurutnya, wisman dari negara lain juga pernah melakukan pelanggaran yang lebih parah, salah satunya wisman asal China yang memotong terumbu karang saat menyelam di perairan Bali.

Selain itu, wisatawan nusantara (wisnus) juga kerap melakukan pelanggaran, seperti naik ke pantung atau pura dengan tujuan hanya untuk berfoto.

"Kita tidak boleh mengeneralisir suatu bangsa atau suatu kelompok masyarakat," ujarnya.

Ilustrasi wisatawan di Canggu, Kabupaten Badung, Bali.Dok. UNSPLASH/David Gor Ilustrasi wisatawan di Canggu, Kabupaten Badung, Bali.

Hal senada juga diucapkan oleh Ketua DPP Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Ashari.

Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan wisman semacam itu bukan yang pertama terjadi di Indonesia, melainkan sudah terjadi sejak lama.

Ia pun mencontohkan, dulu ada wisman dari Australia melakukan berbagai macam kegaduhan dan tindak pidana.

"Waktu itu Australia backpacker-nya banyak dan banyak membuat kegaduhan bahkan pidana segala macam," kata Azril kepada Kompas.com, Selasa (7/3/2023).

Terlalu fokus ke kuantitas, bukan kualitas wisatawan

Azril menilai, semua masalah ini terjadi karena pemerintah selalu fokus pada jumlah wisatawan yang datang dan bukan kualitas wisman yang berwisata.

Padahal yang terpenting untuk Indonesia bukan jumlah wisatawan tetapi lamanya mereka berwisata di Indonesia.

"Sehingga enggak perlu banyak dan kita lebih aman. Sehingga kita dapat level wisatawannya itu yang menengah ke atas, kalau menengah ke bawah terjadilah seperti ini," ujarnya. 

Oleh karena itu, untuk mencegah hal serupa terjadi lagi ia menilai perlu ada evaluasi regulasi terkait kemudahan wisatawan masuk ke Indonesia.

"Harus ada evaluasi antar kementerian dan lembaga terkait," tutur Azril. 

Baca juga: Asita Bali Bantah Praktik Jual Beli Kepala Turis China

Tetap tindak tegas wisman yang melanggar hukum

Ilustrasi wisatawan di Bali.Dok. Pixabay/Sandy Griffin Ilustrasi wisatawan di Bali.

Sementara itu, Pitana menilai pelanggaran hukum yang dilakukan para wisman di Bali dan daerah lain sudah tidak bisa ditoleransi, serta perlu ditindak tegas.

Terutama mengenai maraknya pekerja ilegal, menurut Pitana, jika dibiarkan dapat mengancam kondisi ekonomi warga sekitar.

Baca juga: 

"Kita tidak bisa mentolerir perilaku yang melanggar hukum, perilaku yang melecehkan orang lokal, perilaku yang merusak budaya lokal, perilaku yang tidak menghargai norma-norma, nilai-nilai lokal itu tidak bisa kita terima," terangnya.

Selain itu, ia menilai, ketidaktegasan penerapan hukum berpotensi menurunkan citra ketegasan Indonesia di mata internasional.

"Jangan sampai ketika orang asing berbuat seperti itu (kita), 'Enggak apa-apa, dia tamu kita harus dihormati,'. Enggak, tidak begitu," tegasnya.

Baca juga:

Ia pun mencontohkan beberapa negara yang tegas dalam menindak pelanggaran oleh wisatawan asing, misalnya aturan menyeberang jalan di Singapura.

Ketegasan tersebut membuat hampir semua wisatawan asing yang datang ke Negeri Singa mematuhi aturan yang ada.

"Di Singapura karena tegas tidak ada yang berani menyeberang sembarangan, harus di zebra cross," ucap Pitana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com