KOMPAS.com - Masjid Lautze adalah salah satu bangunan bersejarah yang bisa ditemukan di Jalan Lautze no 87-89, Karanganyar, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Tidak hanya memiliki bangunan ruko empat tingkat yang unik karena berarsitektur Tionghoa, masjid ini juga ditujukan sebagai tempat pembauran antar etnis dan agama.
Sebab, Masjid Lautze berada di kawasan Pecinan, yang notabene dihuni oleh mayoritas warga asli atau keturunan Tionghoa yang beragama non-muslim.
"Tujuannya ingin menyampaikan informasi Islam, utamanya kepada saudara kita dari kalangan Tionghoa, jadi dipilihlah lingkungannya di pecinan ini," ujar pengurus masjid bernama Yusman, kepada Kompas.com, Minggu (26/2/2023).
Baca juga:
Dengan demikian, diharapkan Masjid Lautze dapat memudahkan warga Tionghoa yang ingin mengetahui tentang Islam, menggali lebih dalam soal Islam, atau membantu yang sudah berniat memeluk agama ini.
Selain itu, kata dia, tujuan lainnya adalah untuk menuntaskan masalah pembauran, khususnya antara warga pribumi dan non-pribumi.
"Pembauran di Indonesia masih agak sensitif, membedakan pribumi dan non-pribumi, masih jaga jarak," terang Yusman.
Sehingga, tokoh-tokoh ormas Islam pendiri yayasan Karim Oei membangun Masjid Lautze dengan tujuan menjembatani perbedaan agar masyarakat bisa saling membaur.
Sejak berdirinya masjid pada 1991, sudah ada sekitar 2.000 lebih warga etnis Tionghoa yang telah menjadi mualaf di Masjid Lautze.
“Alhamdulillah sejak kami berdiri itu, mulai 1997, ada sekitar 2.000-an orang yang bersyahadat," tutur Yusman.
Lebih lanjut, kata dia, pertumbuhan mualaf yang bersyahadat di Masjid Lautze mengalami pasang surut, meski jumlahnya cukup lumayan.
Baca juga: Masjid Lautze dan Aktivitas Muslim Tionghoa pada Hari Minggu...
"Kalau dibikin rata-rata setiap minggu bisa 2-3 orang yang bersyahadat di sini. Itu sebagian besar, di atas 90 persen, dari kalangan Tionghoa," imbuhnya.
Adapun masyarakat yang ingin bersyahadat di Masjid Lautze tidak dikenakan syarat tertentu. Yusman menyampaikan, selama sudah siap, mereka bisa mengatakannya kepada pengurus.
Artinya, jika di beberapa masjid lain ada yang menyediakan pembinaan sebelum syahadat, Masjid Lautze memberikan kesempatan seseorang untuk bisa belajar dan mengikuti pembinaan usai menjadi mualaf.
"Jadi mereka belajar solat, ngaji, dan lainnya itu sambil jalan. Kalau di tempat lain mungkin ada pembinaan dulu sebelum bersyahadat, persiapan berapa lama, tapi kami enggak ada. Kalau ada yang datang mau syahadat ya silakan," terang dia.
Baca juga:
Kendati demikian, untuk piagam pengislaman yang diberikan kepada mualaf harus melalui pemenuhan tugas tertentu.
Misalnya, kata dia, tugas paling minimal seperti menghapal surat Al-Fatihah dan menghapal gerakan shalat. Hal ini menurutnya bisa menjadi bekal untuk persiapan menjadi kehidupan sebagai muslim.
Yusman juga mengungkapkan adanya keunikan lain dari Masjid Lautze yang mungkin berbeda dari masjid-masjid lainnya.
"Bedanya kalau shalat tarawih, kami memberikan kesempatan untuk jadi imam tarawih itu dari mualaf, yang sebagian besar Tionghoa ya," kata dia.
Baca juga: Pesona Masjid Ramlie Musofa di Jakarta Utara, Megah bagai Taj Mahal
Sehingga, biasanya imam shalat tarawih di Masjid Lautze akan bergantian atau estafet tiap dua rakaat.
Hal ini, katanya, dilakukan untuk memotivasi para mualaf agar semakin serius belajar dan menghapal ayat-ayat Al-qur'an untuk dibacakan saat shalat.
"Supaya mualaf termotivasi buat belajar, dan yang bukan mualaf juga akan merasa kan 'Wah mualaf aja bisa jadi imam, masa kita engga', begitu," terang Yusman.
Adapun kondisi ini dikatakan hanya berlaku saat shalat sunnah saja, bukan shalat wajib.
Baca juga:
Bagi yang ingin mengikuti tarawih di Masjid Lautze, bisa datang tiap Sabtu malam. Sebab, agenda tarawih hanya diadakan seminggu sekali di masjid ini.
"Karena jamaah dan pengurusnya jauh-jauh semua. Kecuali pas 10 hari terakhir Ramadhan kan buat itikaf, kita buka terus ya, ada kegiatan itikaf," tuturnya.
View this post on Instagram
Sesuai dengan tujuan utama pendirian yayasan dan masjid, yaitu untuk dakwah kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan menjembatani perbedaan, masjid ini pun erat dengan nuansa China.
Dilihat dari warna arsitektur dan interior dalam bangunan yaitu merah, kuning, dan hijau. Selain itu, ada aksesoris lampion yang menggantung dan tidak ada kubah seperti masjid pada umumnya.
Yusman mengatakan, warna masjid agak mirip dengan wihara. Tujuannya agar terdapat kedekatan sehingga para mualaf China tidak merasa canggung.
Baca juga:
"Masjid di Indonesia kan gayanya umumnya Timur Tengah, jadi biar beda, bagaimana kami membungkusnya biar beda. Warnanya mungkin agak mencolok ya, khas merah dan kuning," ujarnya.
Ada juga beberapa kaligrafi dan potongan ayat bertuliskan huruf Arab dan tulisan Mandarin berjajar rapi di dinding masjid.
Tak hanya bangunan, pemilihan nama Lautze juga memiliki alasan kedekatan terhadap warga China mualaf, selain karena nama jalan.
"Biasanya masjid pakai bahasa Arab, tapi kita pakai nama mandarin. Sehingga kami juga tampilnya dengan suasana di China sana, agar mereka enggak merasa canggung dan familiar," terang Yusman.
Bahkan, ia bercerita, beberapa tahun lalu Masjid Lautze sempat mengadakan acara untuk bernostalgia Hari Raya Imlek bagi para mualaf China.
Acara nostalgia Imlek ini, katanya, memiliki nuansa Islam. Hal-hal berupa ritual keagamaan memang sudah tidak dilakukan, namun tradisi budaya tertentu tetap diadakan. Misalnya, makan mi dan lontong.
Baca juga: Begini Cara Muslim Tionghoa di Masjid Lautze Rayakan Imlek...
"Orang Tionghoa yang tadinya merayakan Imlek terus begitu masuk Islam kan ada hal-hal yang enggak boleh tapi ada juga yang boleh dilakukan."
"Yang ritual keagamaan udah enggak boleh, tapi yang sifatnya tradisi kan masih boleh ya enggak masalah. Misalnya makan mie, lontong," kata dia.
Saat itu, hari Minggu dan kebetulan mereka sedang berkumpul. Akhirnya, diadakan juga acara seperti lomba ceramah, lomba hapalan surah pendek, dan lomba pakaian busana muslim dengan tema nostalgia Imlek.
Menurutnya, hal ini menjadi salah satu tantangan bagi para mualaf, untuk tetap tampil elegan dengan keimanannya namun tidak menyinggung keluarga atau lingkungan yang berbeda keyakinan.
Baca juga:
"Jadi awalnya beberapa pernah ada yang ditentang keluarga, ditolak dari tempat kerja. Tapi seiring waktu ini kami semakin mendekatkan sehingga beberapa tahun terakhir, masuk Islam banyak yang sudah diantar oleh keluarga," ujarnya.
Sehingga, kata Yusman, harapannya Masjid Lautze bisa menjadi jembatan untuk para mualaf dan lingkungannya saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.