Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelajah Museum Fatahillah Malam Hari, Masuk ke Penjara Bawah Tanah

Kompas.com - 22/03/2023, 17:13 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nama wisata Kota Tua sudah cukup dikenal oleh kalangan umum, khususnya oleh wisatawan yang menyukai wisata sejarah.

Selain populer dengan jajaran bangunan museum yang bersejarah dan ikonis, kawasan Kota Tua juga terkenal dengan areanya yang ramah pejalan kaki.

Di sekitar kawasan Kota Tua, berdiri salah satu bangunan besar dan megah yang menyimpan banyak sejarah. Museum Fatahillah namanya, atau kerap disebut juga dengan Museum Sejarah Jakarta.

Baca juga:

Museum Fatahillah dulunya merupakan balai kota Batavia. Di tempat ini dulu dilaksanakan eksekusi hukuman mati dan pembantaian massal pada masa pemerintahan Belanda.

Di Museum Fatahillah juga terdapat penjara bawah tanah yang menjadi saksi bisu tempat penderitaan tawanan zaman Belanda.

Di penghujung pekan, Sabtu (18/3/2023), tim Kompas.com berkesempatan untuk ikut jelajah malam sekaligus menginap di Museum Fatahillah.

Senja di Kota Tua

Tepat setelah keluar dari Stasiun Jakarta Kota, saya langsung disambut oleh kerumuman wisatawan yang sepertinya hendak menghabiskan malam minggu di kawasan Kota Tua.

Wisatawan di kawasan Kota Tua.KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Wisatawan di kawasan Kota Tua.

Kawasan Kota Tua sore itu semakin meriah dengan hadirnya acara live music di salah satu sudut kawasan.

Pertama kali datang ke kawasan Kota Tua membuat saya cukup bingung mencari lokasi pintu masuk Museum Fatahillah. Sebab, pintu utama Museum Fatahillah sudah ditutup.

Alhasil usai mengitari kawasan sembari sesekali memotret suasana senja di Kota Tua, saya sampai di sebuah gerbang kecil untuk masuk ke dalam kawasan Museum Fatahillah.

Baca juga:

Cukup kaget ternyata di balik tingginya gedung Museum Fatahillah, terdapat sebuah kawasan terbuka di halaman belakang. Lengkap dengan kursi taman dan pepohonan yang rindang.

Matahari belum sempurna sampai di ufuk barat dan warna jingga masih menghiasi langit Jakarta.

Namun suasana hening dan dingin dari gedung tua museum ini berhasil membuat bulu kuduk berdiri.

Saat siang hari, gedung museum ini nampak megah dengan tampilan klasik. Namun mendekati malam, hawa dingin sayup-sayup mulai menyapa.

Baca juga:

Sejujurnya saya bukanlah tipikal orang yang penakut akan sesuatu berbau mistis dan bisa dibilang cukup pemberani.

Cuma hari itu perasaan takut mulai dirasakan saat saya coba mengintip pintu akses menuju penjara bawah tanah dari balik tembok. Tampak sepi, hening, dan dingin.

"Tidak apa-apa, semuanya aman, yang penting jangan "kosong"," kata salah satu petugas Museum kepada tim Kompas.com, Sabtu (18/3/2023).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Pengalaman jelajah malam di Museum Fatahillah

Museum Fatahillah dari halaman belakang pada malam hari.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Museum Fatahillah dari halaman belakang pada malam hari.

Acara menginap di Museum Fatahahillah ini dilaksanakan oleh Komunitas Historia Indonesia (KHI).

Oleh karena itu semua kegiatan dan sistem menginap serta jelajah musem pun akan diarahkan oleh pihak panitia.

Usai registrasi, semua peserta diarahkan ke sebuah ruangan yang nanti dijadikan sebagai lokasi tidur peserta.

Baca juga:

Saat saya sampai di ruangan, sudah ada beberapa peserta yang membentangkan alas tidur berupa matras yoga, kantong tidur (sleeping bag), tikar, hingga sajadah.

Semua peserta menginap di Museum Fatahillah datang dari beragam kalangan. Ada pekerja kantoran yang datang sendiri, ada yang datang bersama teman, istri, dan anak.

"Ini baru pertama kali aku coba (ikut menginap di museum)," kata Amel, salah satu peserta menginap di Museum kepada Kompas.com, Sabtu.

Usai berkenalan dan menyantap makan malam, setiap peserta dipinjamkan sebuah headphone yang nantinya akan digunakan untuk mendengar arahan dari panitia. 

Baca juga:

Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia raya, kamudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai sejarah.

Penggunaan headphone ini menurut saya cukup oke dan efektif.

Selain menghindari suara berisik mikrofon pada malam hari, headphone ini juga membantu peserta mendengarkan arahan panitia tanpa perlu mendekat ke sumber suara.

Peserta menginap di Museum Fatahillah dipinjamkan Headphone.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Peserta menginap di Museum Fatahillah dipinjamkan Headphone.

Sekitar pukul 23.00 WIB, semua peserta diminta untuk berkumpul sembari mendengarkan arahan panitia terkait alur jelajah malam di Museum Fatahillah.

Beberapa aturan yang ditegaskan panitia yakni tidak boleh menyentuh barang pajangan yang ada di museum, menjaga sikap, tutur kata, dan yang paling penting pikiran tidak boleh kosong.

Jelajah malam di Museum Fatahillah malam itu langsung dipandu oleh pendiri Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali.

Mulanya, semua peserta diarahkan untuk menuju ke lantai satu gedung museum.

 

Baca juga:

Di lantai satu, Asep menjelaskan perihal sejarah singkat Museum Fatahillah dan keberadaan Museum Fatahillah sebagai balai kota Batavia pada zaman dahulu.

Ruangan yang ada di lantai satu ini cukup besar, didukung dengan plafon yang cukup tinggi.

Tangga kayu yang ada di Museum Fatahillah pun masih asli sejak zaman penjajahan Belanda.

Kualitasnya patut diacungi jempol karena hingga saat ini masih kokoh, pertanda tidak tergerus oleh pergantian zaman.

Maket kawasan Batavia pada zaman dahulu di Museum Fatahillah.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Maket kawasan Batavia pada zaman dahulu di Museum Fatahillah.

Setelahnya peserta diajak ke ruangan tempat maket denah kawasan Kota Tua pada zaman dahulu.

Pencinta sejarah sepertinya akan tertarik dengan maket Kota Tua dan sejarah Batavia pada zaman dahulu, karena di sini dijelaskan lebih detail mengenai lokasi kejadian yang pernah menjadi saksi brutalnya pemerintahan zaman Belanda.

Setelah berkeliling di lantai satu, semua peserta diajak naik ke lantai dua melihat ruangan besar berisi perabotan zaman penjajahan Belanda.

Baca juga:

Di sini semua perabotan berukuran besar jika dibandingkan dengan perabotan yang biasa ditemui sehari-hari. Tidak lupa lukisan-lukisan bersejarah yang terpampang besar di bagian dinding museum. 

Lukisan yang dipajang pun tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga menyimpan cerita yang pernah terjadi pada masa itu.

Semakin larut, suasana di dalam museum terasa cukup gerah karena tidak ada pendingin ruangan yang dinyalakan. 

Belum lagi baru debu dan ramainya peserta yang berkerumun membuat suasana di dalam ruangan terasa cukup sumpek dan padat.

Mendekati pukul 24.00 WIB, peserta diajak untuk berkeliling dan melihat lebih dekat ke penjara bawah tanah.

Coba masuk ke penjara bawah tanah

Penjara bawah tanah di Museum Fatahillah.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Penjara bawah tanah di Museum Fatahillah.

Menurut penjelasan Asep, penjara bawah tanah ini dulu merupakan lokasi tawanan zaman pemerintahan Belanda.

Penjara bawah tanah di sini dibagi menjadi dua kategori, yaitu penjara untuk laki-laki dan penjara untuk wanita.

Penjara khusus laki-laki merupakan penjara yang bisa dilihat dari balik tembok luar museum.

Bentuknya seperti iglo, bagian dalamnya berbentuk bulat, dilapisi semen dan punya sebuah jendela yang sudah diberi pagar besi.

Baca juga:

Tidak ada pencahayan yang memumpuni untuk melihat lebih dekat kondisi ruangan penjara bawah tanah untuk tawanan laki-laki. 

Tapi setidaknya dari bantuan penerangan senter kecil, saya bisa melihat ke bagian dalam isi ruangan penjara bawah tanah ini.

Di tengah kegelapan dan degup jantung yang berdetak lebih kencang, saya melangkah masuk ke dalam gelapnya penjara. 

Perpaduan aroma debu dan bau anyir serupa darah saya rasakan saat lebih dekat masuk ke bagian dalam penjara. 

Cukup kaget bau anyir tersebut saya rasakan, padahal penjara ini tidak lagi digunakan untuk lokasi tahanan. 

Baca juga: Serunya Keliling Jakarta Naik Bus Atap Terbuka, Lihat Gedung Pencakar Langit

Di dalam penjara, saya melihat tumpukan beban pemberat berbentuk bola yang dulu digunakan untuk menahan kaki tahanan supaya tidak kabur.

Ruangannya tidak terlalu besar, tapi cukup bisa membuat saya berdiri dengan posisi kepala sedikit membungkuk karena terhalang langit-langit ruangan.

Kondisi penjara bawah tanah khusus wanita di Museum Fatahillah.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Kondisi penjara bawah tanah khusus wanita di Museum Fatahillah.

Setelah itu semua peserta diarahkan ke penjara bawah tanah khusus wanita. Ruangannya terpisah dari penjara laki-laki dan harus masuk ke tempat yang berbeda. 

Usai sesak di dalam penjara khusus laki-laki, rupanya penjara bawah tanah khusus tahanan wanita bahkan terlihat lebih sadis.

Bayangkan, akses menuju ke ruangan tersebut hanya bisa dilalui dengan cara jalan jongkok.

Baca juga: Itinerary Seharian Wisata Murah Meriah di Jakarta Selatan, Ada Ragunan

Ruangan bawah tanah ini menurut saya sangat kecil, pendek, dan mustahil untuk bisa berdiri seperti di penjara khusus tahanan laki-laki.

Jika di penjara laki-laki ada jendela untuk ventilasi udara, di dalam penjara khusus wanita ini tidak punya jendela sama sekali. 

Konon, ketika air laut sedang pasang, penjara bawah tanah ini akan terisi air laut dan merendam tubuh para tawanan yang ada di dalam ruangan.

Peserta jelajah malam jongkok di dalam penjara tahanan wanita.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Peserta jelajah malam jongkok di dalam penjara tahanan wanita.

Sembari bernafas ngos-ngosan karena kaki pegal akibat jalan jongkok, keringat saya mulai bercuran karena suasana bawah tanah terasa panas. Di tambah para peserta juga ikut masuk ke dalam penjara. 

Saya hanya kuat di dalam penjara khusus wanita itu sekitar 15 menit untuk memotret dan mendengarkan penjelasan Asep.

Selebihnya, saya menyerah dan keluar dari penjara untuk mendapatkan udara segar.

Baca juga:

Setelah dari penjara bawah tanah, peserta kemudian diajak melihat prasasti yang masih asli dan dirawat di halaman Museum Fatahillah.

Peserta juga diajak untuk melihat sebuah sumur yang aktif digunakan pada zaman penjajahan Belanda.

Sumur tua tersebut saat ini sudah ditutupi bilah-bilah kayu, dan perlu penerangan untuk melihat keadaan di dalam sumur.

Siap-siap tidur

Peserta menginap di museum tidur.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Peserta menginap di museum tidur.

Kegiatan jelajah malam di kawasan Museum Fatahillah malam itu berakhir sekitar pukul 00.30 WIB. Semua peserta diminta untuk kembali ke tempat berkumpul semula dan bersiap-siap tidur.

Usai bersih-bersih dan melaksanakan salat, saya kembali ke dalam ruangan yang sudah penuh dengan bentangan tikar tidur dan sleeping bag.

Baca juga: Pengalaman ke Pantai Maju PIK, Tempat Piknik Gratis di Jakarta Utara

Untungnya di awal kedatang saya sudah mengambil posisi untuk tempat tidur, jadi tidak perlu bingung untuk mencari tempat tidur.

Setelah lampu ruangan dimatikan, panitia memutar sebuah film pendek bertema sejarah masa lalu di Batavia.

Peserta menginap di museum sedang menonton tayangan sejarah.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Peserta menginap di museum sedang menonton tayangan sejarah.

Seiring film diputar dan mata mulai mengantuk, saya mengambil posisi terbaik dan mencoba tidur di dalam balutan sleeping bag.

Kali ini tidak ada sayup-sayup dengkuran, namun nyamuk yang kian kemari berdenging di telinga membuat tidur saya cukup terganggu.

Baca juga: Cara ke TMII Naik Bus Transjakarta, Berhenti di Pintu 3 

Alhasil saat bangun sekitar pukul 05.00 WIB saya pulang dengan membawa oleh-oleh mata kanan yang bengkak karena gigitan nyamuk.

Tapi, saya pulang membawa pengalaman cukup seru setelah semalaman menjelajahi Museum Fatahillah dan menginap di sana.

Nah, bagaimana, apa kamu tertarik menginap di museum?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com