KOMPAS.com - Sejumlah negara di Timur Tengah memiliki tradisi unik saat Ramadhan, yakni meriam Ramadhan. Disebut meriam Ramadhan lantaran meriam ditembakkan saat maghrib, sebagai tanda akhir puasa di hari tersebut, seperti dikutip dari Daily News Egypt.
Dentuman meriam tersebut memberitahu warga muslim bahwa waktu berbuka puasa telah tiba. Tradisi unik yang dikenal sebagai midfa al iftar ini, masih dilakukan hingga saat ini.
Baca juga: 10 Tradisi Unik Saat Ramadhan di Berbagai Negara
Baca juga: 10 Tradisi Ramadhan di Turkiye, Ada yang Mirip dengan Indonesia
Lantas, bagaimana sejarah meriam Ramadhan? Berikut ulasannya seperti dihimpun Kompas.com dari Daily News Egypt dan Arab News.
Masih dari sumber Daily News Egypt, tradisi meriam Ramadhan berasal dari Kairo, Mesir. Tradisi unik tersebut bermula dari kebetulan.
Pada 1455 Hijriah (H) silam, pemimpin pada masa Kekaisaran Ottoman, Khosh Qadam, menerima hadiah sebuah meriam dari seorang pemilik pabrik di Jerman.
Kemudian, Khosh Qadam memerintahkan pasukannya untuk mencoba meriam tersebut. Dentuman meriam tersebut bertepatan dengan waktu shalat maghrib pada hari pertama Ramadhan.
Muslim Kairo mengira bahwa bunyi dentuman meriam tersebut adalah tanda bahwa waktu maghrib telah datang, sehingga umat Islam bisa berbuka puasa.
Keesokan harinya, warga muslim Kairo mendatangi rumah Khosh Qadam untuk mengucapkan terima kasih atas pemberitahuan waktu berbuka puasa menggunakan meriam tersebut.
Baca juga: Tradisi Unik di Masjid Lautze Saat Ramadhan, Mualaf Tionghoa Jadi Imam
Baca juga: 40 Ucapan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 2023 yang Bermakna
Ilustrasi meriam Ramadhan, salah satu tradisi unik dari Timur Tengah
Sejak saat itu, meriam ditembakkan setiap hari saat matahari terbenam selama Ramadhan untuk mengumumkan waktu berbuka puasa. Tradisi yang bermula secara kebetulan itu masih berlanjut hingga hari ini.
Adapun nama meriam Ramadhan tersebut dikenal sebagai Haja Fatma, yang merupakan istri Khosh Qadam. Pada 859 H, tradisi meriam Ramadhan sempat berhenti sementara.
Kemudian, para ulama dan sesepuh berkumpul untuk berbicara dengan Khosh Qadam agar kembali menghidupkan tradisi tersebut. Namun, ketika mendatangi rumahnya, mereka hanya bertemu dengan Haja Fatma.
Selanjutnya, Haja Fatma menyampaikan permintaan tersebut kepada Khosh Qadam, sehingga tradisi meriam Ramadhan kembali hidup. Sejak saat itu, warga Kairo menamakan meriam tersebut sebagai meriam Haja Fatma.
View this post on Instagram
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.