Menurut penuturan Titis, Stovia merupakan bentuk penyempurnaan dari Sekolah Dokter Djawa.
Stovia didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan tujuan setiap dokter yang lulus dapat ditempatkan dan mengobati masyarakat di seluruh kawasan Hindia Belanda.
Meskipun saat lulus sudah mendapat gelar sebagai seorang dokter, akan tetapi lulusan Stovia hanya boleh menjadi asisten dokter asal Belanda saja.
"Kalaupun mereka (lulusan Stovia) jadi dokter utama, itu mereka ditempatkan di pelosok untuk mengobati pekerja di perkebunan," kata Titis.
Baca juga: 5 Ide Spot Foto di Museum Kebangkitan Nasional, Ada Ruang Pameran
Kurikulum yang digunakan selama masa belajar di Stovia pun menyesuaikan dengan kurikulum sekolah kedokteran di Belanda. Hal ini dilakukan supaya kualitas lulusan Stovia bisa setara dengan dokter lulusan Belanda.
"Meskipun sudah lulus jadi dokter, mereka kurang diakui oleh masyarkat. Maka dari itu kebanyakan lulusan Stovia langsung melanjutkan pendidikan dokter di Belanda supaya bisa diakui," papar Titis.
Stovia mulanya dibuka untuk kalangan laki-laki pribumi, saat itu sekolahnya berupa ikatan dinas dan gratis. Setelahnya Stovia menjadi sekolah berbayar, dan terbuka untuk semua kalangan.
Baca juga: 4 Tips Berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional, Naik Transportasi Umum
Gedung yang digunakan sebagai sekolah sekaligus asrama para pelajar Stovia pada masa itu kini dijadikan Museum Kebangkitan Nasional. Lokasinya di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 26, Senen, Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat.
Dilansir dari laman resmi Museum Kebangkitan Nasional, seiring perkembangan zaman, gedung Stovia dianggap tidak lagi representatif untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter.
Oleh karena itu, sekitar tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda membangun gedung baru di Salemba yang diberi nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (sekarang menjadi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo).
Pelajar yang dulu menetap di asrama kemudian diberikan kebebasan untuk memilih tempat tinggal di asrama ataupun indekos di rumah penduduk.
Baca juga: Museum Kebangkitan Nasional Jakarta: Jam Buka dan Harga Tiket Masuk
Setelahnya, pada 5 Juli 1920 secara resmi seluruh kegiatan pendidikan Stovia dipindahkan ke jalan Salemba yang sampai sekarang dikenal dengan "Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia".
Penggunaan gedung Stovia sebagai tempat kegiatan pembelajaran berakhir saat bala tentara Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.