KOMPAS.com - Tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas oleh masyarakat Indonesia.
Penetapan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional nyatanya merupakan sebuah simbolis dari puncak semangat perjuangan pelajar Stovia (School tot Opleiding van Indische Artsen) pada masa itu.
"20 Mei jadi Hari Kebangkitan Nasional karena semangat mereka (pelajar Stovia) sebagai anak sekolah, belum lulus, tapi sudah memikirkan kondisi negara," kata Educator Museum Kebangkitan Nasional Titis Kuncoro Wati kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, wisatawan dapat berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarahnya.
Baca juga:
Jauh sebelum dibentuknya organisasi Budi Oetomo, ada sosok pejuang yang sangat berjasa bagi keberlangsungan pendidikan dan perjuangan pelajar Stovia.
Ia adalah Ngabehi Wahidin Sudirohusodo atau saat itu akrab disapa dengan nama Dokter Wahidin. Wahidin merupakan seorang dokter sekaligus seorang pemimpin redaksi sebuah koran pada masanya.
Ia dulunya menempuh pendidikan dokter di Sekolah Dokter Jawa, yang beberapa tahun kemudian berubah menjadi Stovia.
Baca juga: Mengulik Sejarah Stovia, Sekolah Dokter Pertama di Indonesia
Pada awal pendirian Stovia, pemerintah Hindia Belanda menggratiskan pendidikan untuk pelajar Stovia.
Akan tetapi setelah longgarnya aturan sekolah dan terbukanya Stovia untuk berbagai kalangan, Stovia tidak lagi gratis bagi para pelajar.
Titis mengatakan, pada saat itu biaya pendidikan dokter di Stovia sangatlah mahal dan tidak sedikit para pelajar Stovia yang kesulitan dalam membiayai pendidikan mereka.
Melihat keadaan ini, Wahidin menilai, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melawan penjajah yaitu dengan mengasah otak dan meningkatkan pendidikan bangsa Indonesia.
Maka dari itu, guna melancarkan biaya pendidikan, Wahidin kemudian mendatangi berbagai daerah melakukan penggalangan dana untuk membantu biaya pendidikan pelajar Stovia.
"Wahidin ini sangat berjasa bagi pelajar Stovia. Banyak yang tidak tau, ternyata Ki Hajar Dewantara juga termasuk salah satu pelajar Stovia yang dibantu oleh dana hasil penggalangan Dokter Wahidin," terang Titis.
Baca juga: Tapak Tilas Gedung Stovia, Saksi Dibentuknya Organisasi Budi Oetomo
Bukti kuatnya pengaruh Dokter Wahidin dan jejak sepak terjang Dokter Wahidin semasa hidupnya bisa dilihat di ruang pameran khusus Dokter Wahidin di Museum Kebangkitan Nasional.
View this post on Instagram
Menambahkan dari buku Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda (2019) terbitan Balai Pustaka, dijelaskan bahwa dalam perjalanannya melakukan penggalangan dana, Dokter Wahidin bertemu dengan Soetomo, yaitu salah satu pelajar Stovia.
Pada pertemuan tersebut, Soetomo berbincang dengan Dokter Wahidin mengenai kekagumannya dengan sosok tersebut sebagai seorang dokter hebat dan seorang pemimpin redaksi media massa.
Baca juga: Pengalaman Masuk Asrama Pelajar Stovia di Museum Kebangkitan Nasional
Hingga pada akhirnya, perbincangan tersebut mengarah ke bahasan tentang nasib bangsa Indonesia di bawah kendali penjajah Hindia Belanda dan keinginan mereka untuk melawan penjajah.
Dari pertemuan tersebut, Dokter Wahidn dan Soetomo menemukan satu kesamaan misi untuk memperjuangkan kemerdekaan, khususnya di bidang pendidikan.
"Mereka (Dokter Wahidin dan Soetomo) memilih cara yang lebih halus, tidak menggunakan otot untuk melawan, tetapi kecerdasan otak," kata Titis.
Karena prinsipnya, Wahidin menilai jika masyarakat Indonesia cerdas dan maju dari segi pendidikan, maka tidak akan mudah dikendalikan oleh bangsa Belanda.
Misi perjuangan ini rupanya juga dipegang oleh para pelajar Stovia yang tinggal di asrama.
Maka dari itu, guna memperkuat rasa perjuangan, maka pada 20 Mei 1908 di ruang anatomi, gedung Stovia, dibentuklah sebuah organisasi bernama Budi Oetomo.
Baca juga: 5 Ide Spot Foto di Museum Kebangkitan Nasional, Ada Ruang Pameran
Pendirian organisasi Budi Oetomo ini melibatkan sembilan pelajar Stovia, yaitu Soetomo, Mohammad Soelaiman, Soeradji Tirtonegoro, Mohammad Saleh, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, RM Goembrek, M Soewarno, dan Angka Prodjosoedirjo.
Pada saat didirikan, organisasi Budi Oetomo diketuai oleh Soetomo. Seiring berjalannya waktu, para tokoh perjuangan lainnya ikut andil di organisasi ini.
Beberapa di antaranya ada Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara), Tjipto Mangoekoesoemo, Tirto Adhi Soerjo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, dan Pangeran Noto Diprodjo.
Di Museum Kebangkitan Nasional, ruangan khusus yang menampilkan informasi mengenai organisasi Budi Oetomo bisa ditemukan setelah melewati ruangan pameran Dokter Wahidin.
Setelah dibentuknya Budi Oetomo, barulah berbagai organisasi perjuangan di bidang lain muncul, seperti Sarekat Islamd dan Indische Partij. Itulah alasan mengapa Budi Oetomo disebut juga sebagai Ibu Perhimpunan.
"Ketika bicara tentang kebangkitan nasional, itu tidak berhenti di 20 Mei 1908, tapi harus kita bawa sampai sekarang," kata Titis.
Pembuktian kebangkitan nasional ini bisa dilihat dari munculnya kebangkitan-kebangkitan di bidang lain. Di antaranya kebangkitan bidang pendidikan, kesehatan, teknologi, dirgantara, dan pangan.
Sumber: Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. "Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda". 2019. Balai Pustaka: Jakarta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.