Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Museum Macan Angkat Isu Konservasi Laut dalam Pameran

Kompas.com - 20/05/2023, 10:54 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) di Jakarta Barat menggelar open house instalasi "Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants" pada 20 Mei-4 Juni 2023.

Karya ini menampilkan 18 seni tenun tangan yang terbuat dari limbah pukat ikan (jaring hantu/ghost nets), yang dirangkai oleh Erub Arts, para seniman Selat Torres.

Baca juga: Museum Macan Gelar Pameran Limbah Pukat Ikan, Tiket Gratis sampai 4 Juni

Jaring-jaring tersebut membentuk beberapa hewan laut, seperti ikan, penyu, cumi-cumi, dan didominasi oleh ikan pari yang jadi sorotan.

“Ikan pari jadi salah satu sorotan di karya ini karena sebelum dikerjakan, para seniman Erub Arts menemukan banyak ikan pari yang terdampar di pantai,” kata Kurator Edukasi dan Program Publik Museum MACAN Nin Djani, saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Akhirnya, dilakukan upaya penyelamatan biota laut, seperti salah satunya terhadap pari manta.

Baca juga: Rute ke Museum MACAN Jakarta Barat, Bisa Naik Transjakarta

Keberadaan ikan pari tersebutlah, yang menginspirasi Erub Arts untuk menyoroti pameran dengan bentuk ikan pari manta.

Asal limbah laut

Pameran ini menyoroti upaya konservasi laut yang diinisiasi oleh para perupa, sekaligus memperkenalkan medium 'ghost nets' (jaring hantu), yaitu jaring nelayan bekas pakai yang hanyut di perairan Selat Torres.

Museum MACAN di Jakarta Barat menggelar open house pada 20 Mei-4 Juni 2023, yang menampilkan karya seni bertajuk Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants, ciptaan penduduk Selat Torres.KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Museum MACAN di Jakarta Barat menggelar open house pada 20 Mei-4 Juni 2023, yang menampilkan karya seni bertajuk Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants, ciptaan penduduk Selat Torres.

Nin Djani menjelaskan, meski dibuat di perairan asal para seniman Selat Torres, limbah laut diduga berasal juga dari perairan Indonesia.

“Karya ini dibuat di tempat mereka, Selat Torres, yang mana lokasinya memisahkan Pulau Papua dan negara bagian Australia, Queensland,” kata dia.

Baca juga: 5 Tips Wisata ke Museum MACAN Jakarta, Jangan Bawa Kamera

Oleh sebab itu, tak jarang sampah atau limbah laut yang digunakan sebagai karya berasal dari perairan di sekitar, termasuk wilayah Indonesia.

“Banyak (limbah) dari Indonesia yang kebawa hanyut ke sana juga,” imbuhnya.

Angkat isu konservasi laut

Dengan demikian, Museum MACAN melalui karya hasil kerjasama dengan Kedutaan Besar Australia ini berupaya mengeksplorasi bersama berbagai tantangan lingkungan hidup, termasuk pengurangan limbah plastik dan konservasi laut.

“Menampilkan kawanan ikan, penyu laut, dan keluarga pari manta raksasa, koleksi karya seni ini menggabungkan budaya Penduduk Selat Torres, seni kontemporer, dan advokasi lingkungan," kata Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams PSM.

Baca juga:

Adapun tema ini secara spesifik diangkat oleh Museum MACAN, menurut Nin Djani, karena posisi Indonesia sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang sangat luas.

Namun, perhatian terhadap konservasi laut masih termasuk kurang dan jarang dibicarakan melalui karya seni.

“Tapi perhatian terhadap konservasi laut masih jarang dibicarakan dan belum banyak seniman yang membahas hal ini yang tereskpos secara luas,” kata dia.

Nin Djani menjelaskan, meski mungkin di luar sana banyak seniman mengangkat isu konservasi laut, namun belum semuanya mendapat sorotan.

“Jadi lewat karya pameran ini, kami ingin mengangkat topik-topik seperti itu. Kebetulan juga secara diplomatik dikerjakan di Indonesia dan Australia,” terangnya.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Isu mengenai keberlanjutan lingkungan, menurut Nin Djani, juga merupakan komitmen dari Museum MACAN sebagai langkah awal edukasi bagi masyarakat.

Salah satunya soal edukasi bahwa karya seni bisa diciptakan dari limbah ataupun bahan lainnya yang sudah dianggap sebagai sampah.

“Mudah-mudahan menginspirasi masyarakat tentang isu-isu konservasi laut dan pendidikan seni rupa dari limbah,” jelas Nin Djani.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com