Catatan Kaki Jodhi Yudono
Juha mencari Leo di sana, di pantai Jimbaran, Bali, pada sebuah malam purnama di bulan Juni. Tapi Leo tak ada. Entah di mana dia.
Tapi di mana pun Leo, pastilah ia tetap bersama perasaannya yang senantiasa gelisah. Dulu Leo pernah bercerita, jika ia datang ke Jimbaran, tempat orang-orang datang untuk mengudap ikan bakar, selalu ia awali kalimatnya dengan kata-kata begini, “Konser Rakyat, bli... Biasa.”
Intinya cuma satu, Leo kepingin harga murah untuk ikan bakar yang dipesannya. Leo sendiri tak peduli, apakah si penjual tahu makna Konser Rakyat atau tidak. Leo juga tak peduli, apakah si penjual juga tahu siapa dirinya atau tidak. Leo hanya peduli, ia membayar lebih murah ketimbang pemesan lainnya, terlebih pemesan yang berjenis turis asing.
Begitulah, setelah duduk menghadap laut, setelah memesan ikan bawal, cumi bakar, dan kelapa muda, Juha pun mulai melacak jejak Leo dengan lamunannya. Angin malam Jimbaran menenggelamkan lamunan Juha lebih dalam.
Jimbaran ya Jimbaran. Adalah salah satu tempat wisata favorit di Bali, menawarkan berbagai daya tarik makanan laut / seafood yang terletak di pinggir pantai. Jimbaran di waktu senja, sungguh sangat puitis. Suasana sunset yang indah niscaya akan memaku Anda berlama-lama di sini. Disusul suasana malam pantai Jimbaran yang romantik. Seraya menikmati makanan di pantai diiringi alunan musik hidup dari pengamen profesional, maka makan malam kita pun dijamin sempurna.
Jimbaran adalah sebuah pantai di Kabupaten Badung, Bali. Letaknya di sebelah selatan pulau Bali, sekitar 5 km dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Jimbaran adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 12 banjar adat dan 1 banjar dinas di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Jimbaran dikenal akan pantainya, dan dapat dijangkau sekitar 10 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Jimbaran dulunya merupakan kampung nelayan dan pertanian di mana masyarakat setempat kebanyakan mencari nafkah dari hasil alam.
Leo, ya Leo Kristi, pemimpin grup Konser Rakyat, yang darinya orang pernah mengenali lagu-lagu Gulagalugu, Jabat Tangan Erat-erat, Langit Makin Merah Hitam, Bencana Tanah Negara, Pohon Tua Ranting Kering, Timor Timur, Kata Hati Menikah, Fajar sampai Fajar, Salam dari Desa, Lewat Kiara Condong.
Tahun 1990 pertama kali Juha ketemu Leo. Entah oleh sebab apa, mereka berdua segera cocok. Maka mulailah, perkenalan keduanya diawali dengan perjalanan dari rumah seorang teman Leo di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan bermula.
Cecilia, penyanyi Leo kala itu, turut serta dalam perjalan tanpa arah. Bertiga mereka mengarungi jalanan kota Jakarta dengan naik angkutan umum. Seperti di Jimbaran, di mana tak ada orang yang tahu Konser Rakyat dan juga pemiliknya, di atas angkutan umum itu pun tak ada yang mengenali Leo.
Padahal…ciri-ciri sebagai seorang artis jelas lekat padanya. Rambut mengkilat dengan kuncir di belakang. Sehelai bulu burung rajawali juga terselip di rambutnya, serta suaranya yang romantis, bukankah ini cukup membedakannya dari orang kebanyakan.
Ah, Leo juga tak peduli betul dengan situasi itu. Leo hanya peduli dengan pandang matanya yang bisa menikmati wajah gadis-gadis cantik yang secara kebetulan berselisih lalu dengannya.
***
“Halo…”
Juha mengira itu suara Leo yang menyapa gadis-gadis dari atas angkutan.
“Halo…”
“Ah ya , hallo juga.”
“Boleh saya duduk di sini?” Seorang wanita muda menghampiri Juha. Ia datang sendiri.
Sesaat, tak ada pembicaraan di antara mereka. Juha kembali menatap air laut yang berkilat-kilat oleh cahaya purnama, sedang wanita muda dengan rambut bercat merah di sebelahnya sibuk dengan massage di handphone-nya.