Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahura Sultan Adam untuk Konservasi

Kompas.com - 25/03/2013, 13:57 WIB

MEMILIKI luas sekitar 112.000 hektar, Taman Hutan Rakyat Sultan Adam di Kalimantan Selatan disebut-sebut sebagai yang terluas di Indonesia. Kawasan ini tidak saja menjadi wahana konservasi dan pendidikan, tetapi juga jadi tujuan wisata.

Matahari, pekan lalu, terik sinarnya. Namun, Ari (35) bersama Ade (40) dan istrinya, Rossie (39), tetap semangat mengayuh sepeda gunung. Mengenakan peranti keselamatan lengkap, termasuk sarung tangan dan helm, mereka menyusuri jalanan menanjak sambil sesekali menebar pandang ke sekeliling.

Ketiga warga Banjarmasin, Kalsel, itu mengaku minimal sekali dalam sepekan bermain sepeda di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Adam karena dekat dan kondisi alamnya mendukung. Bersama rekan lain yang tergabung dalam komunitas Adrenalin Flash Banjarmasin, mereka datang ke tempat itu memakai mobil. Sepeda baru dinaiki saat tiba di lokasi.

Tahura menyediakan hampir semua trek panas (hot track), mulai dari cross country hingga down hill. Mereka yang ingin memperkuat otot kaki juga bisa menyusuri jalanan menanjak sepuas hati. Apalagi, di beberapa titik terdapat titik menarik yang bisa dinikmati sambil berhenti sejenak. ”Treknya bagus meski belum permanen,” ucap Ari.

Kolam Belanda

Ari dan kawan-kawan hanyalah salah satu kelompok pengunjung yang datang ke tahura, Sabtu pekan lalu. Beberapa ratus meter di atas mereka terdapat beberapa pengunjung yang menikmati minuman di warung semipermanen. Di dekatnya ada dua anak muda yang berenang di segarnya air Kolam Belanda.

Dinamai Kolam Belanda karena berdasar cerita kolam berukuran 15 meter x 20 meter itu dibuat oleh Belanda. Tidak jauh dari tempat itu, ke arah puncak Bukit Babaris terdapat ”benteng” Belanda, berupa fondasi bekas bangunan perumahan. Air kolam itu jernih karena terhubung dengan mata air di atasnya. Semua itu berada di daerah yang dinamakan Mandi Angin.

Mandi Angin menjadi salah satu kawasan yang paling banyak dituju pengunjung. Di tempat ini terdapat sejumlah fasilitas, seperti bumi perkemahan, kegiatan luar ruang (outbound), tempat bermain anak, air terjun dengan tinggi sekitar 20 meter, dan tempat penangkaran rusa sambar (Cervus unicolor).

Pengunjung yang selama ini hanya mendengar keberadaan rusa sambar, salah satu satwa penghuni kawasan Pegunungan Meratus, dari cerita bisa melihat wujudnya dari dekat. Ukurannya lebih besar dari kambing dengan mahkota tanduk panjang bercabang bagi rusa jantan.

Maryoto (30), petugas penangkaran, menuturkan, baru 4 ekor rusa yang menghuni tempat seluas 1 hektar itu, terdiri dari 2 jantan dan 2 betina. Rusa yang memiliki habitat asli di Kalimantan dan Sumatera itu sengaja didatangkan dari Kalimantan Tengah. Seekor betina kini telah bunting.

Selain kawasan Mandi Angin, obyek wisata di tahura adalah Waduk Riam Kanan. Waduk seluas 8.000 hektar itu memiliki pemandangan indah. Di tengah waduk terdapat Pulau Pinus dan Bukit Batas yang dipenuhi tanaman pinus. Di tepian waduk juga terdapat pembangkit listrik tenaga air Ir Pangeran Muhammad Noor yang menjadi pendukung kelistrikan Kalsel dan Kalteng.

Tiga fungsi

Tahura Sultan Adam memiliki tiga fungsi, yaitu kawasan hutan lindung Riam Kanan dan Kinain Buak seluas 74.000 hektar, Suaka Margasatwa Martapura-Pelaihari (36.000 hektar), dan hutan pendidikan Universitas Lambung Mangkurat sekitar 2.000 hektar. Secara administratif, dari luas yang ada, 88.000 hektar masuk Kabupaten Banjar dan sisanya di Tanah Laut.

Tahura yang dikukuhkan melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1989 menyimpan kekayaan alam, fauna, dan flora. Selain rusa sambar yang masih liar, di tempat ini terdapat, antara lain, bekantan (Nasalis larvatus), babi hutan (Sus vitatus), ayam hutan (Lophura nobilis), kijang (Muntiacus muntjak), dan beruang madu (Helarctos malayanus).

Dari sisi flora, antara lain, ada bilayang putih (Aglaia sp), pampahi (Ilexsimosa), wangun (Evodia spp), ulin (Eusideroxylon zwageri), dan tarap (Artocarpus spp). Oleh karena Tahura Sultan Adam berada di kawasan Pegunungan Meratus, terdapat pula beragam jenis anggrek.

Sayang, hewan yang ada sulit terlihat. Jumlah pasti populasinya pun masih belum ada yang meneliti secara mendalam. Diperkirakan satwa itu berada di daerah yang kondisi hutannya masih perawan, yakni di perbatasan antara Banjar dan Tanah Laut serta di sekitar waduk.

Seperti tempat konservasi di daerah lain, Tahura Sultan Adam juga tak lepas dari lahan kritis akibat aktivitas masa lalu dan kebakaran lahan saat kemarau. Hasil riset periode 2006-2007, luas lahan kritis diperkirakan mencapai 40.000 hektar. Sejak 2010, ditargetkan reboisasi seluas 2.000 hektar per tahun, baik melalui program pemerintah maupun oleh pihak ketiga.

”Sejauh ini ada 6.000-an hektar yang direboisasi. Tergetnya 10 tahun ke depan tak ada lahan kritis lagi,” ujar Ahmad Ridhani, Kepala Tahura Sultan Adam. Kebakaran lahan mudah terjadi, terutama di wilayah dekat permukiman. Kelalaian warga bisa berujung pada kebakaran lahan.

Pengunjung kemah terkadang juga meninggalkan api yang belum sepenuhnya padam. Tahun 2011, misalnya, sempat terjadi kebakaran lahan berupa semak dan sejumlah pohon muda di area seluas sekitar 500 hektar. Karena itu, di beberapa titik, pengelola tahura memasang rambu siaga kebakaran.

”Kami berusaha penghijauan melibatkan masyarakat. Salah satunya menanami lahan dengan tanaman karet sehingga masyarakat ikut serta menjaga. Ini terbukti, jika pada 2011 terdapat 34 titik api, tahun 2012 hanya 26 titik. Potensi kebakaran berkurang,” kata Ridhani. (Defri Werdiono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com