Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (9)

Kompas.com - 18/03/2008, 07:27 WIB

Bagi saya, Sungai Pyanj punya arti tersendiri. Saya pernah menyuri kedua sisi sungai ini. Tiga bulan yang lalu, ketika saya masih berada di seberang sungai sana, bersama-sama orang Afghan saya ikut berimajinasi tentang kehidupan di Tajikistan, sebuah negeri impian di seberang sungai. Sekarang saya berada di negeri yang diimpikan oleh orang-rang di sana. Saya mendengar ejekan dan olok-olok orang Tajikistan terhadap negara tetangga yang selalu berperang dan hanya berkawan keledai dan kuda. Bagaikan negeri yang terperangkap dalam aliran waktu, Afghanistan tampak dari sini seperti dunia prasejarah.

Orang Tajikistan menjalani garis hidup yang berbeda. Di tengah bulan Ramadan ini, jeep yang kami tumpangi berhenti di sebuah restoran. Tak ada penumpang yang berpuasa. Semua menyerbu makanan yang dihidangkan. Sopir jeep malah dengan riang gembira menenggak vodka, bersama kawan-kawan yang lain. Alkohol yang dibawa oleh penjajah Rusia itu kini sudah menjadi makanan pokok di sini. Di seberang sana, minuman ini menjadi barang haram, tak seorang pun sudi menyentuhnya, apalagi di tengah bulan suci seperti ini.

Sharif, seorang dokter dari kota Ishkashim, berkisah tentang pengalamannya bekerja di Afghanistan.
           
            “Kehidupan di sini jauh lebih baik daripada di sana. Di sana orang-orangnya tidak terpelajar. Pasien perempuan hanya boleh dirawat oleh suster perempuan. Waktu saya di sana, banyak pasien perempuan tetapi tidak cukup dokter wanita. Saya mau bantu tetapi tidak boleh. Dokter-dokternya juga tidak berpengalaman. Menulis resep saja masih sering salah.”

Yang lebih konyol, kata Sharif, adalah waktu dia terpaksa memeriksa pasien perempuan. Harus ada kelambu yang memisahkan dokter dengan pasien. Kalau si pasien sakit giginya, maka si pasien harus menganga di belakang lubang kecil pada kelambu itu, dan si dokter tidak melihat anggota tubuh perempuan itu selain barisan gigi.

Afghanistan, dari kaca mata seorang dokter Tajikistan, memang tidak ada baik-baiknya. Kecuali satu hal. Di sana uang melimpah. Kalau di Tajikistan, seorang direktur perusahaan cuma mendapat 200 Somoni per bulan, bahkan tidak sampai 70 dolar. Gaji rata-rata dokter hanya 80 sampai 100 Somoni per bulan. Tetapi ketika Sharif bekerja di Afghanistan, gajinya 50 Somoni per hari, 15 kali lipat daripada gajinya di sini.

Seperti seorang dokter Tajikistan yang mengintip pasien Afghanistan dari sebuah lubang kecil, seperti orang buta yang meraba-raba gajah dari potongan telinga, belalai, dan kaki, saya mengintip negeri di seberang sungai sana.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com