Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (186): Anak Muda

Kompas.com - 22/04/2009, 08:02 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Dari sekadar berkenalan di terminal bus, sekarang pemuda ini sudah mengajak saya menginap di rumahnya di Bahawalpur.

Namanya Amir. Tinggi, gagah, berpostur seperti tentara, dan berkulit gelap. Tak bisa bahasa Inggris. Kalau berbicara bahasa Urdu, setiap kalimat hampir selalu diakhiri kata matlab, yang artinya adalah ‘yang artinya’, seolah-olah setiap kalimatnya terlalu susah dimengerti dan pendengar harus selalu butuh penjelasan lebih lanjut. Sehari-hari ia bicara bahasa Siraiki, yang menjadi bahasa daerah di Punjab selatan.

          “Kamu harus belajar bahasa Siraiki, matlab bahasa ini sangat indah dan lucu,” demikian sarannya.

Rumah Amir terletak di daerah Model Town, sebuah perumahan baru di pinggiran kota kuno Bahawalpur. Dulu Bahawalpur adalah kerajaan semi merdeka, dipimpin oleh seorang Nawab. Nawab Bahadur memutuskan untuk bergabung bersama Pakistan pada tahun 1947, dan tahun 1955 kerajaannya lenyap, melebur dalam Propinsi Pakistan Barat. Sekarang, Bahawalpur adalah bagian propinsi Punjab yang menampilkan khasanah kekayaan dan kejayaannya.

Bahawalpur tentu pernah menjadi tempat yang sangat makmur. Bukan hanya istana milik Nawab yang masih megah berdiri, tetapi juga benteng besar di tengah padang gurun Cholistan yang menunjukkan betapa gagahnya negeri ini dulu. Setelah sekian lama berada di bawah panji-panji Pakistan, Bahawalpur mulai menunjukkan benih-benih kesemrawutan di sana sini. Tetapi masih ada bekas-bekas keteraturan tata kota yang sistematis, peninggalan masa lalunya yang gemilang.

Tempat tinggal Amir termasuk daerah perpaduan antara kesemrawutan dan keteraturan. Jalan raya beraspal membentang lurus, membagi perumahan menjadi blok-blok. Tetapi begitu memasuki kompleks perumahan ini, rumah kotak-kotak tersebar semrawut, walaupun masih punya keteraturan lain – keseragaman bentuk dan ukuran.

Setiap rumah punya petak pekarangan. Punjab memang propinsi yang paling subur di Pakistan, sudah termasyur akan pertaniannya sepanjang zaman. Nama Punjab berasal dari kata panj yang berarti lima, ab berarti air atau sungai. Ada lima sungai besar yang mengalir di propinsi ini, menjadikannya tetap hijau di musim panas yang kering sekali pun.

Rumah Amir cukup sederhana. Ada satu TV, dua ranjang, sebilah charpoi, dan kipas angin di langit-langit. Kamar mandi dan toilet ada di pekarangan, tidak di dalam rumah. Pintu menghubungkan kamar ini dengan kamar lainnya, tempat lemari es. Sebenarnya keluarga Amir sudah dibilang cukup makmur, apalagi katanya ayahnya pegawai pemerintahan dan kantornya di kompleks perumahan ini.

Tetapi sebenarnya ini bukan rumah Amir. Matlab, rumahnya sebenarnya ada di sebelah. Ini rumah pamannya. Amir sengaja tidak mengajak saya ke rumahnya, karena di rumah ada ibunya yang tak boleh saya lihat. Urusan interaksi dengan lawan jenis di Pakistan selalu jadi hal yang teramat sensitif. Untuk melayani saya yang jadi tamu sekaligus menghormati ibunya yang terlindung purdah, ia hilir mudik membawa nasi, sup daging, dan es sirup dari rumahnya. Sekali lagi, keramahtamahan orang Pakistan membuat hati saya terenyuh. Orang yang baru saya kenal di terminal pun sudah memperlakukan saya seperti kawan lama.

Sore hari, ketika matahari sudah mulai berkurang teriknya, Amir mengajak saya berkeliling kota naik sepeda motor. Ia mengajak kedua sepupunya, dan beberapa kawan lainnya. Jadilah saya ikut geng sepeda motor yang kerjanya kebut-kebutan di jalan tanpa helm. Saya hanya bisa pasrah pada boncengan Amir. Gaya menyetirnya parah sekali. Matlab, sekali tancap gas, ngebut, pelan, ngebut lagi, pelan lagi. Selain berisik juga menjengkelkan pengendara lainnya. Matlab, di tengah jalan ramai masih sempat berzigzag. Ia bahkan memperagakan bertumpu pada satu roda, membuat jantung saya hampir copot ikut serta kawanan geng ini.

Tetapi satu hal yang saya suka dari Amir, orangnya jujur dan tidak munafik. Ia tak menutupi kebiasaan buruknya dengan apologi agama atau budaya. Misalnya tentang pacarnya di Faisalabad yang rajin menelpon. Punya pacar di Pakistan termasuk daftar kebiasaan buruk yang biasanya tak diceritakan pada orang lain. Walaupun demikian, Amir masih gemar main perempuan. Kalau ke Lahore tempat favoritnya tentu saja Heera Mandi. Kalau tak ada cewek, bocah pun jadi. Matlab, Amir bisa memperoleh kepuasan dari semua jenis pemuda dan pemudi. Bahkan gadis bercadar pekat dari ujung kepala pun masih ia goda.

Kebiasannya, kalau ada sesosok tubuh perempuan yang lewat di jalan sendirian, asalkan bukan memakai burqa yang menutup mata, pasti Amir dan sepupu-sepupunya ramai membunyikan klakson. Gadis-gadis itu biasanya cuek saja, karena perempuan teriak-teriak di jalanan sungguh memalukan. Bagi Amir, mengklakson gadis sampai mereka ketakutan atau jengkel sudah merupakan hiburan tersendiri.

Bukankah kita harus menghormati perempuan yang sudah membungkus diri rapat-rapat dengan purdah?

          “Kalau begitu caranya, bisa-bisa kita tidak punya mainan lagi,” tangkis Amir.

Mungkin itu pula sebabnya kadang Amir juga menyalurkan nafsunya dengan laki-laki. Matlab, tak ada cinta, hanya penyaluran belaka.

Hobinya yang lain adalah mengunyah pan, buah pinang yang disiram bumbu dan dibungkus daun, dikunyah seperti sirih, lalu diludahkan. Hasilnya, gigi dan bibirnya merah seperti habis minum darah. Kalau anak muda Indonesia tak pernah menganggap mengunyah sirih sebagai kebiasaan yang cool, bagi Amir justru itu lambang kemachoannya dan kegagahannya. Saking doyannya mengulum pan, Amir menyebutnya sebagai achar – acar. Pan juga adalah favorit Amir untuk menemani minum alkohol.

Malam itu saya diajak Amin berkumpul dengan gengnya, di rumah sepupunya yang kebetulan lagi kosong karena bapak ibunya sedang keluar kota. Jadilah malam ini, malam sharbat. Arti harafiah sharbat adalah sirup, tetapi bagi Amir sirup ini jauh lebih nikmat – arak bening yang memabukkan.

Pesta mabuk-mabukan ini dimulai pukul 10 malam. Di Pakistan, Republik Islam yang menerapkan aturan Syariah, jual beli minuman beralkohol melanggar hukum. Orang asing bisa membeli bir di kota besar, itu pun kalau punya sertifikat dari kementrian. Lalu dari mana Amir dan kawan-kawannya mendapatkan bahan bermabuk ria ini?

           “Di dekat sini ada kampung orang Kristen,” jelas seorang anggota geng, “mereka sembunyi-sembunyi bikin arak di rumah mereka. Lalu dijual.”

Harga cairan bening berbau tajam ini cuma 100 Rupiah seplastik.

Mabuk bersama bagi anggota geng adalah upacara persaudaraan. Pertama-tama, musik Bollywood dinyalakan keras-keras. Para pemuda ini menari seperti anak kecil, mengiringi lagu Zarra Jhoom Jhoom yang lagi nge-pop. Kemudian arak dicampur es batu dalam teko besar, dikocok-kocok, dituang ke dalam gelas. Masing-masing mereka bergiliran meneguk dari gelas yang sama. Kadang, untuk menambah rasa, dicampur dengan Coca Cola. Setiap selesai meneguk, mereka menelan namkin, snack kacang dari Asia Selatan, yang katanya untuk menawarkan alkohol.

Ritual persaudaraan sebuah klik anak muda, membuat saya penasaran tanpa ingin ikut serta. Ritual ini berakhir dengan penuh kecemasan ketika Amir muntah-muntah. Perutnya seperti meledak, isinya tak henti tercurah sampai sekujur tubuhnya lemah.

Pan yang ditelannya - lambang kegagahan dan kemachoannya – rupanya tak bersahabat dengan sharbat bening – lambang kejantanannya yang lain. Seorang pengebut jalanan ini akhirnya harus takluk di pinggir jalan, matlab, sekarang ia malah harus diangkut pulang sebagai pemabuk yang tak sadarkan diri.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

Jalan Jalan
5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

Travel Update
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Travel Update
Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Jalan Jalan
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Jalan Jalan
KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

Travel Update
Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Travel Update
5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

Hotel Story
Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Travel Update
Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Travel Update
Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Travel Tips
Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Travel Update
Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Travel Update
Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Jalan Jalan
Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com