Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terima Kasih, Anda Masih Datang ke Thailand...

Kompas.com - 31/07/2009, 06:24 WIB

Oleh :Ayu Sulistyowati

KOMPAS.com-Thailand mulai bersemi kembali. Ini menjadi kalimat yang sempat dituturkan Pong (57), pramuwisata yang menemani rombongan Thai Airways Denpasar bersama wisatawan lainnya berkeliling di sejumlah lokasi wisata di Ayutthaya, akhir Juni lalu.

Maklum, semenjak adanya insiden penutupan Bandara Internasional Suvarnabhumi dan Bandara Domestik Dong Muang oleh pemrotes antipemerintah awal Desember tahun lalu, pariwisata Thailand sempat terpuruk.

Pong biasanya memandu puluhan wisatawan dari sejumlah negara, seperti negara-negara di Eropa juga Indonesia. Namun, hingga akhir Juni lalu ia merasa masih sepinya pengunjung. Meski demikian, Pong optimistis wisatawan tetap percaya pada kemolekan dan keramahan Thailand sehingga terus menjadi daftar kunjungan liburan keluarga.

Sepanjang perjalanan menuju Ayutthaya dengan naik bus wisata River Sun Cruise dari pusat kota Bangkok memang hanya terlihat sawah yang sempat membosankan mata. Namun, Pong sanggup memberikan warna dengan beberapa bumbu canda dan sejumlah informasi penting. Baginya, turis menjadi raja dan menyadari penghidupannya bergantung kepada jutaan turis yang datang melancong ke Negeri Gajah putih itu.

Rombongan diperlihatkan tempat kediaman raja selayaknya keraton di Bang Pa-In Palace. Di tempat itu turis dilarang mengenakan pakaian kurang sopan. Tetapi tak perlu khawatir karena petugas menyiapkan baju dan kain untuk dipinjamkan. Selanjutnya tinggal memilih berkeliling naik mobil kecil atau berjalan kaki sambil menikmati taman yang luas dan indah.

Di lokasi Bang Pa-In terdapat beberapa bangunan dengan arsitektur campuran dari Thailand, China, hingga Eropa. Di antara bangunan megah terawat tersebut melintas aliran Sungai Chao Praya. Bang Pa-In Palace di Ayutthaya berjarak sekitar 30 kilometer dari Bangkok, ibu kota Thailand, dengan menaiki bus.

Kediaman Bang Pa-In Palace berupa bangunan peninggalan kerajaan abad ke-17 dari Raja Prasart. Namun, ada satu bangunan favorit raja yang mengundang suasana romantis, yaitu Phra Thinang Wehart Chamrun. Arti dari nama itu lebih kurang merupakan tempat sinar surga. Seluruh bangunan dibangun pada tahun 1889 dengan arsitektur China.

Bangunan berpilar dari kayu pilihan dicat warna merah dan belum pernah direnovasi hingga sekarang. Lantainya keramik nomor wahid yang seluruhnya dilukis tangan per kotaknya. Selain itu, kayunya juga terukir indah dengan lapisan emas dan perak asli. Benar-benar kemewahan. Sayangnya, sejak dibuka sebagai museum dan untuk umum, pengunjung dilarang memotret, dilarang mengenakan alas kaki, dilarang memakai topi, dan harus berpakaian sopan ketika memasuki ruangan itu. Tetapi pengunjung masih bisa mengabadikannya dari sisi luar.

Selanjutnya perjalanan ke Wat Mahathat di Ayutthaya. Ini merupakan salah satu candi yang perlu didatangi jika bersinggah di Thailand. Candi itu sekarang serupa puing-puing dibangun mulai tahun 1374 pada saat Raja Borommarachathirat I dan selesai pada masa Raja Ramesuan (1377-1395). Candi itu beberapa kali diperbaiki. Bahkan, tak sedikit pula para pencari harta karun mengambil bagian-bagian bangunan atau patung Buddha untuk dijual.

Setelah mengalami berbagai keadaan, Wat Mahathat yang sempat terkubur dapat tergali kembali meski semuanya tak lagi utuh, seperti hampir semua patung Buddha tanpa kepala dan tanpa tangan. Sekarang kawasan itu berada di bawah pengawasan Museum Nasional Chao Sam Phraya.

Salah satu yang menarik adalah kepala Buddha yang muncul tanpa badan di antara badan pohon. Banyak wisatawan berdoa di situ.

Perjalanan pun kembali bergerak di atas lajunya bus wisata menuju kapal pesiar milik River Sun Cruise untuk menyusuri Sungai Chao Praya dan makan siang di dalamnya. Lalu, baru kembali ke Bangkok selama sekitar dua jam. Sambil menunggu tiba ke atas kapal, beberapa kali Pong menunjukkan peninggalan sejarah, seperti wihara di Ayutthaya. Sayang peninggalan itu hanya bisa dilihat dari balik kaca bus.

Makan siang pun tiba dengan menu khas Thailand. Menaiki kapal pesiar dengan menikmati gelombang dan desir angin menjadi pengalaman luar biasa di Thailand. Bagaimana tidak, sungainya masih terawat dan menjadi salah satu transportasi masyarakat setempat. Sementara di Bali atau di tempat lain di Indonesia sepertinya sudah semakin berkurang dan yang bertambah adalah pemandangan sampah.

Selain menyusuri sungai di Bangkok, rombongan Thai Airways pun dibawa terbang menuju Hoh Samui. Ini merupakan salah satu pulau selain Phuket di Thailand dengan pemandangan yang hampir mirip Bali atau Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

General Manager Thai Airways di Bali Tanawat Hiranyalekha mengatakan, perjalanan wisata ini menjadi salah satu upaya pihaknya meyakinkan calon wisatawan bahwa Thailand aman sebagai tempat kunjungan. Ia pun tidak mengelak adanya penurunan jumlah penumpang sekitar 30 persen dari rata-rata setiap bulan menerbangkan sekitar 5.000 penumpang.

Namun, ia percaya bahwa kepercayaan calon wisatawan akan pulih setelah tragedi penutupan Bandara Internasional Suvarnabhumi pada awal Desember 2008. ”Kini waktunya kami dan sektor pariwisata bangkit,” ujar Tanawat.

Lelah dalam perjalanan pun terbayar ketika Bangkok-Denpasar sekitar empat jam lamanya itu menjadi tak terasa dengan kemanjaan penerbangan Thai Airways. Pelayanan dan keramahan tertuang dalam seluruh penerbangan. Kelas bisnis yang hanya ditempati 41 penumpang itu pun terasa luas bagi setiap penumpang, dengan kebebasan untuk merentangkan tempat duduk serta menyimak layar televisi di kursi masing-masing.

Hmmm... perjalanan yang nyaman. Belum lagi sajian makanan dengan menu tertata dari welcome drink, menu pembuka, menu utama, sampai menu penutup serta tak lupa semua penumpang kelas bisnis atau Royal Silk mendapatkan kenang-kenangan berupa tas kecil berisi perlengkapan penunjang perjalanan, seperti pasta gigi, sisir, dan kaus kaki.

Kembali teringat dengan Pong. Dengan berbahasa Inggris di depan wisatawan, ia terus mengucap syukur. ”Terima kasih, Turis. Anda masih percaya dan datang ke Thailand. Hidup kami bergantung kepada Anda. Turis merupakan tiga besar pendapatan kami,” ucap Pong dengan kedua tangannya menelungkup di depan dada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com