Perkembangan KRL bisa didukung oleh pihak swasta, termasuk pemerintah daerah. Investasi pihak swasta dimungkinkan karena diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
”Peran swasta pada perkeretaapian bisa dan dimungkinkan karena diatur juga dalam undang-undang,” tutur Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono, Selasa (26/7).
Bagi PT KAI, keberadaan pihak swasta akan meningkatkan persaingan antar-operator dalam menjalankan perkeretaapian di Indonesia, termasuk KRL Jabodetabek.
Selama ini, tidak ada pembanding pelaksanaan perkeretaapian di Indonesia karena PT KAI dan anak perusahaan, PT KCJ, adalah operator tunggal.
”Kalau pelayanan dan tarif kami dibilang buruk, pembandingnya siapa? Kalau dikatakan baik, juga tidak ada bandingannya,” ucap Sugeng.
Hal ini berbeda dengan moda transportasi lain. Di dunia pesawat terbang, misalnya, ada berbagai macam maskapai penerbangan domestik yang bisa bersaing dan menjadi pembanding satu-sama lain. Hal ini juga bisa mendorong perbaikan pelayanan dan juga meningkatkan daya angkut penumpang.
Begitu pula dengan bus yang dikelola oleh banyak operator. Dengan begitu, setiap operator bisa berbenah agar bisa berdaya saing.
Pembicaraan mengenai investasi pihak swasta pada perkeretaapian di Indonesia dilakukan di tingkat Kementerian Perhubungan. Namun, selama ini, belum ada pembahasan mengenai masuknya investasi swasta dengan PT KAI.
Kepala Humas Daop I PT KAI Mateta Rijalulhaq mengatakan, investasi pihak swasta bisa berupa penambahan armada kereta, pembangunan stasiun, atau pembangunan jalur rel baru.
”Pemda, misalnya, bisa menghitung berapa penumpang yang naik dari stasiun di wilayahnya. Dari situ bisa diukur kebutuhan armada kereta dan pemda bisa ikut mengadakan armada kereta,” kata Mateta.
Hal serupa bisa dilakukan oleh pengembang perumahan di sekitar Jakarta. Selama ini, pertumbuhan perumahan di sekitar stasiun tidak disertai dengan kontribusi pengembang perumahan untuk mengembangkan perkeretaapian. Hal ini membuat pertumbuhan kereta tidak sebanding dengan pertambahan penumpang.
Kontribusi pihak swasta untuk menambah armada ini perlu disinkronkan dengan ketersediaan prasarana dan pendukung lain, seperti ketersediaan listrik aliran atas untuk menggerakkan KRL dan tempat penyimpanan serta perawatan KRL.
Executive Vice President (EVP) Unit Pelaksana Teknis Balai Yasa Manggarai Djoko Hardianto mengatakan, saat ini kondisi tempat penyimpanan dan perawatan KRL Jabodetabek sudah hampir penuh.
Selama ini, 418 unit KRL yang selesai beroperasi ditaruh di tempat penyimpanan kereta Manggarai, tiga depo, dan lima subdepo di wilayah Jabodetabek. Kondisi penyimpanan kereta sudah padat.
”Jadwal perawatan kereta di Balai Yasa Manggarai dan depo-depo KRL juga sudah padat. Kalau kita terus menambah jumlah armada, perlu juga dipikirkan tempat penyimpanan kereta dan perawatannya,” tutur Djoko.
Perawatan KRL di depo dilakukan berjenjang mulai dari perawatan harian, bulanan, tiga bulanan, dan enam bulanan. Adapun Balai Yasa Manggarai menangani perawatan KRL dua tahunan. Pekerjaan perawatan KRL bertambah bila terjadi gangguan di perjalanan, misalnya asap yang mengepul dari mesin KRL, seperti yang terjadi pada 18 Juli lalu
Djoko mengatakan, satu-satunya langkah yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi penambahan KRL adalah dengan cara meningkatkan kapasitas tempat perawatan KRL. Namun, peningkatan ini dibatasi ketersediaan lahan. Pengembangan yang masih bisa dilakukan tinggal menambah balai yasa di lokasi Depo Depok karena masih ada lahan yang kosong.
Tahun ini rencananya ditambah 130 unit KRL. Tahun lalu ada 110 unit tambahan kereta dan delapan kereta pada tahun 2009.