Dawet ayu khas Banjarnegara dapat ditemui di mana saja. Sebut saja, dari Indonesia bagian barat, yaitu di sepanjang Jalan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, hingga wilayah timur Indonesia, di depan mal Abepura, Papua, dawet ayu khas Banjarnegara juga ada di situ.
Di sejumlah kota di Jawa, selain dijajakan di berbagai sudut kota, minuman segar khas Banjarnegara ini kerap singgah di meja-meja pesta hajatan berbagai lapisan masyarakat.
Dawet ayu khas Banjarnegara tak ubahnya es cendol. Minuman tradisional berisikan buliran berbahan tepung beras ini diberi air santan dan manisnya gula aren atau gula kelapa. Cita rasa aroma pandan atau nangka kerap ditambahkan.
Penyajiannya juga mengusung nilai seni. Di kedua angkringnya selalu terpampang dua tokoh wayang Semar dan Gareng, atau kemudian disingkat ”Mareng”.
Riwayat dawet ayu khas Banjarnegara dan Mareng ada bermacam versi. Menurut puluhan penjual dawet ayu di Alun-alun Banjarnegara, popularitas dawet ayu khas Banjarnegara itu berkat jasa dan dorongan mantan Presiden Soeharto saat meresmikan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mrica, Banjarnegara, tahun 1989. ”Presiden Soeharto ketika itu disuguhi minuman khas dawet. Lalu, Pak Harto bilang minuman ini seterusnya disebut saja dawet ayu ya, dan dengen demikian supaya disuguhken di mana-mana, supaya semangkin terkenal, Ibu-ibu...,” kata Niryati (42), penjaja dawet ayu di Alun-alun Banjarnegara, menirukan gaya Pak Harto, 17 Agustus lalu, di Alun-alun Banjarnegara.
Jadi, Pak Harto, di mata Niryati, turut mengukuhkan dawet ayu sebagai minuman khas Banjarnegara. Saat peresmian PLTA Mrica, Banyumas, Pak Harto juga menganjurkan supaya hiasan ukiran sosok Semar dan Gareng terpampang di angkring dawet ayu. Istilah mareng dalam bahasa Jawa, artinya musim kemarau. Jadi dawet ayu sebaiknya datang saat musim kemarau.
Jadi simbol Mareng, Semar dan Gareng, adalah penanda ajakan untuk menghilangkan rasa dahaga (kering, mareng, atau kemarau) dengan meminum dawet ayu.
Begitulah, kisah Niryati dan teman-teman penjual dawet di Banjarnegara meski mereka sebetulnya merasa tidak pasti riwayat dan asal-muasal nama dawet ayu khas Banjarnegara itu. ”Saya pernah memesan angkring dawet ayu untuk membuka cabang di Magelang. Tetapi, angkring yang dibikin itu Semar dan Petruk,” kata Niryati.