Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2013, 17:36 WIB
EditorI Made Asdhiana

Oleh Budi Suwarna dan Benny D Koestanto

Apa pun masakannya, pasti geneplah bumbunya. Itulah yang mempersatukan cita rasa masakan bali: basa genep! Putu Supadma Rudana punya acara rutin pada setiap menjelang hari raya Galungan. Ia bersama puluhan karyawan Museum Rudana Ubud mengadakan mebat (masak bersama) dua hari sebelum Galungan tiba, Senin (25/3/2013), di halaman belakang museum.

Bertindak selaku pengatur ”irama” mebat adalah Nyoman Muka (75). Bersama beberapa karyawan, ia meracik bumbu dari bahan-bahan dasar seperti bawang merah dan putih, jahe, laos, kencur, kunyit, sereh, cabai rawit, kemiri, serta berbagai jenis rempah-rempah. ”Ya, bumbu bali semua seperti ini umumnya. Semua lengkap, ramai pokoknya,” kata Muka.

Pagi itu, Muka bersama para karyawan membuat beberapa jenis lawar. Menu ini terbuat dari sayuran yang ”mandiri” seperti nangka atau pepaya muda, bisa juga kacang panjang atau daun singkong.

”Jenis sayuran ini yang umum digunakan di Bali tengahan,” kata Supadma. Di Bali belahan barat sayuran yang dipakai biasanya pisang batu muda atau tempurung kelapa muda (klungah). Sayur-sayuran ini biasanya diberi daging cincang dan kelapa bakar yang diparut.

Para karyawan Museum Rudana juga membuat sate lilit, komoh, tum, dan sate daging. ”Bumbu sate lilit, komoh, tum, dan lawar serupa,” kata Supadma. Setelah disajikan sebagai persembahan di Pura Merajan milik museum, para karyawan makan bersama. Bahkan, mereka membawa seperangkat menu ke rumah masing-masing.

Boleh dikata, hampir semua masakan bali menggunakan bumbu yang diracik oleh Muka dan para karyawan museum. Namanya basa genep atau bumbu genep. Apa pun masakannya, mulai lawar, sate lilit, hingga ayam/bebek betutu, basa geneplah bumbunya. Itulah bumbu dasar yang memberi cita rasa khas pada semua masakan bali.

Di dalamnya ada 15 jenis bahan yang digunakan termasuk salam, sereh, kemiri, dan jeruk limau. Jika bumbu dasar itu ditambah dengan basa wangi yang terdiri atas aneka rempah seperti merica, pala, jinten, kayu manis, jeruk purut, dan lempuyang, terciptalah basa gede atau bumbu besar. Bumbu besar terdiri dari 29 jenis bumbu, termasuk kemenyan. Biasanya digunakan untuk memasak hidangan.

Boleh dicoba seperti apa aroma dan rasanya sebuah masakan menggunakan begitu banyak bumbu. Menu seperti lawar, didominasi rasa pedas dan sedikit asin, sama sekali tidak terkecap rasa manis dari gula merah.

Uniknya, rasa pedas-asin itu kemudian berpadu dengan kekayaan aroma rempah yang menggigit. Anda mungkin harus siap-siap meneguk air setiap menyantap lawar....

Dalam skala rumah tangga, bumbu genap biasanya dibuat sekaligus untuk beberapa hari. Itulah yang biasa dilakukan Ni Nyoman Loten (74), warga Negara, Jembrana. Saat-saat tertentu, ia meracik bumbu genep dan menumisnya agar bisa tahan lama. Jika ingin memasak, ia tinggal mengambil seperlunya sebagai bahan dasar. Awal April lalu, sehari menjelang hari raya Kuningan, ia membuat lawar klungah yang berbahan tempurung kelapa muda.

Klungah direbus, diiris tipis-tipis, dan diperas airnya. Selanjutnya diaduk bersama bumbu genep dan parutan kelapa bakar dengan menggunakan tangan telanjang. Terakhir, Loten menaburkan bawang merah dan bawang putih goreng serta meneteskan sedikit air jeruk purut. Rasa klungah yang sedikit sepat berpadu dengan bumbu genep yang tajam dan daging ayam nan gurih.

Menurut dia, tradisi membuat lawar klungah di Bali barat muncul dari keinginan memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan yang ada dan tumbuh di Jembrana. ”Bahkan, di sini juga ada lawar dari pisang batu muda dan bongol pisang yang tidak ada di daerah lain,” kata Loten.

Cita rasa dewa

Sejak kapan orang Bali mengenalnya? Guru Besar Sejarah Universitas Udayana AA Bagus Wirawan memperkirakan, bumbu genep ada sejak zaman Bali kuno.

”Di lontar bumbu genep tercatat dengan istilah usabe. Kalau merujuk periodisasi sejarah Bali, tradisi menulis (lontar) telah ada sejak orang Bali mengenal (sistem pertanian) Subak 2.000 tahun yang lalu. Sebelumnya, (usabe) mungkin sudah ada, tetapi tidak tercatat,” ujar Bagus.

Pada periode itu, Bali diperkirakan telah menjalin hubungan dengan bangsa lain termasuk India. Hal itu, antara lain, dibuktikan dengan temuan arkeologis di Gilimanuk dan Sembiran berupa pecahan gerabah dengan huruf Kharoshthi atau Brahmi. Awal kontak Bali dan India diduga akibat adanya perdagangan cengkeh yang berasal dari daerah Maluku dan kayu cendana dari Sumba dan Timor.

Dengan demikian, Bali masuk dalam rute perdagangan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan timur. (Ardika, Parimartha, Wirawan, 2013)

Di Museum Manusia Purba Gilimanuk sampai sekarang tersimpan beberapa peninggalan berupa alat-alat memasak dari gerabah. Alat-alat itu berupa periuk yang kemungkinan besar digunakan sebagai wadah memasak air serta makanan seperti jenis-jenis kerang laut.

Menurut Abdul Hamid, juru pelihara Museum Manusia Purba Gilimanuk, pada zaman manusia Gilimanuk hidup, 2.000 tahun lalu, sudah dikenal api. Diperkirakan saat itu manusia purba sudah mengenal kebiasaan masak-memasak.

Sejak abad ke-15, Bali masuk dalam jaringan perdagangan Asia. Para pedagang Jawa membawa beras, garam yang dapat ditukar dengan hasil bumi di daerah lain seperti lada dari Sumatera, rempah-rempah dari Maluku, kayu cendana dari Timor, dan kapas dari Bali. Pada abad ke-17, Bali juga terkenal sebagai tempat perdagangan budak selain hasil pertanian dan hutan.

Guru Besar Antropologi Universitas Udayana I Wayan Geriya menduga, hubungan perdagangan memberi pengaruh pada cita rasa basa gede. ”Bahan bumbu berupa umbi-umbian seperti kencur, kunyit, dan laos tumbuh di Bali. Akan tetapi, rempah seperti jinten, lada, ketumbar, cengkeh, dan pala tidak tumbuh di Bali. Bahan-bahan itu kemungkinan dikenal orang Bali karena perdagangan,” ujar Geriya.

Meskipun begitu, lanjut Geriya, sampai sekarang belum ada penelitian tentang itu. ”Jadi, hipotesis sementara adalah cita rasa masakan Bali muncul dari kearifan lokal,” tambah Geriya.

Dalam buku Sejarah Bali (AA Bagus Wirawan dkk), bahan-bahan bumbu seperti cabai, bawang merah, bawang putih, laos, kencur, kunyit, dan jahe sudah dibudidayakan sejak abad ke-9, berdasarkan informasi Prasasti Pura Batur Abang A. Namun, rempah-rempah seperti pala, merica, dan cengkeh tidak ada di Bali. Diperkirakan rempah-rempah masuk lewat jalur perdagangan Nusantara yang sejak dahulu dipenuhi kapal-kapal pembawa rempah dari wilayah timur seperti Maluku.

Apa pun kata orang, kebanyakan orang Bali sendiri meyakini bumbu bermula dan berasal dari dewa. Begitulah yang tersirat dalam Wirata Parwa. Syahdan, Pandawa bertapa (yoga semadhi) agar dianugerahi kekuatan rasa.

Doa itu dikabulkan para dewa. Dewa memberikan rasa asin pada Yudistira, putra pertama Pandawa. Putra Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, dan Nakula, masing-masing diberi rasa sepat, pahit, dan pedas. Si bungsu Sahadewa diberi rasa manis, sedangkan Dewi Drupadi diberi anugerahi rasa asam.

Rasa asin mewujud menjadi kencur, sepat mewujud laos, pahit mewujud kunyit, pedas mewujud jahe, manis mewujud bawang merah-bawang putih, asam mewujud jeruk limau.

Setelah semuanya disatukan dalam ukuran pas dan diolah dengan rasa bahagia, terciptakan cita rasa bumbu bali nan sedap. (Putu Fajar Arcana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    27th

    Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

    Syarat & Ketentuan
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
    Laporkan Komentar
    Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

    Terkini Lainnya

    INDOFEST 2023, Pameran Perlengkapan Outdoor Digelar Lagi 1-4 Juni 2023

    INDOFEST 2023, Pameran Perlengkapan Outdoor Digelar Lagi 1-4 Juni 2023

    Travel Update
    10 Tempat Liburan di Ciwidey yang Instagramable, Bisa Glamping 

    10 Tempat Liburan di Ciwidey yang Instagramable, Bisa Glamping 

    Jalan Jalan
    Golden Visa Segera Diluncurkan, WNA Bisa Tinggal 10 Tahun di Indonesia

    Golden Visa Segera Diluncurkan, WNA Bisa Tinggal 10 Tahun di Indonesia

    Travel Update
    Sambut Waisak 2023, Super Air Jet Beri 64.800 Kursi via Solo dan Yogya

    Sambut Waisak 2023, Super Air Jet Beri 64.800 Kursi via Solo dan Yogya

    Travel Update
    5 Spot Foto Instagramable di Animalium BRIN, Bisa di Habitat Buatan

    5 Spot Foto Instagramable di Animalium BRIN, Bisa di Habitat Buatan

    Travel Tips
    Turis Asing Berulah Lagi di Bali, Menparekraf Imbau Pengawasan Semua Pihak

    Turis Asing Berulah Lagi di Bali, Menparekraf Imbau Pengawasan Semua Pihak

    Travel Update
    Kursi KA Ekonomi Masih Tegak per Akhir Mei 2023, Kapan Kursi Baru Dipakai?

    Kursi KA Ekonomi Masih Tegak per Akhir Mei 2023, Kapan Kursi Baru Dipakai?

    Travel Update
    Jelang Libur Long Weekend, Tiket Kereta Api Mulai Banyak Dipesan

    Jelang Libur Long Weekend, Tiket Kereta Api Mulai Banyak Dipesan

    Travel Update
    [POPULER TRAVEL] Masa Berlaku Paspor 6 bulan | Big Bad Wolf 2023

    [POPULER TRAVEL] Masa Berlaku Paspor 6 bulan | Big Bad Wolf 2023

    Travel Update
    Krakatau Park, Taman Hiburan Baru di Lampung Lengkap Dengan 21 Wahana

    Krakatau Park, Taman Hiburan Baru di Lampung Lengkap Dengan 21 Wahana

    Jalan Jalan
    Naik KRL ke ICE BSD Bisa Lanjut Shuttle Bus Gratis, Catat Langkahnya

    Naik KRL ke ICE BSD Bisa Lanjut Shuttle Bus Gratis, Catat Langkahnya

    Travel Tips
    Panduan Lengkap ke Museum Multatuli di Rangkasbitung

    Panduan Lengkap ke Museum Multatuli di Rangkasbitung

    Travel Tips
    Desa Wisata Hargotirto, Punya Spot Terbaik Lihat Perbukitan Menoreh

    Desa Wisata Hargotirto, Punya Spot Terbaik Lihat Perbukitan Menoreh

    Jalan Jalan
    Kampoeng Ketandan Yogyakarta Jadi Bagian dari Wisata Jalan Kaki

    Kampoeng Ketandan Yogyakarta Jadi Bagian dari Wisata Jalan Kaki

    Jalan Jalan
    Cara ke Animalium BRIN Naik Kereta dan Kendaraan Pribadi

    Cara ke Animalium BRIN Naik Kereta dan Kendaraan Pribadi

    Travel Tips
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Verifikasi akun KG Media ID
    Verifikasi akun KG Media ID

    Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

    Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+