SUMATERA BARAT, KOMPAS.com - Jalan raya lintas Lubuk Basung-Bukittingi pagi itu tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa kendaraan roda empat dan sepeda motor warga lokal yang lalu lalang.
Di sebelah kiri dari arah kedatangan, hamparan hijau sawah dan bukit menghiasi sejauh mata memandang, sedangkan di sebelah kanan terhampar Danau Maninjau yang terlihat tenang.
Sekitar pukul 10.00 WIB saya melajukan sepeda motor ke sebuah desa wisata di kawasan Danau Maninjau. Namanya Desa Wisata Koto Kaciak.
Mentari pagi hari itu cukup bersahabat, tidak terlalu terik, dan suasana desa terasa masih sejuk. Beberapa kumpulan awan sesekali tertiup angin dan berpindah menutupi sebagian kecil kawasan desa.
Baca juga: Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan
Menurut info yang saya dapatkan, Desa Wisata Koto Kaciak dikenal dengan kesenian dan produk UMKM (usaha mikro, kecil, menengah). Salah satu produk UMKM yang menarik perhatian saya ialah madu lebah galo-galo.
Bukan tanpa alasan, saya kerap menyicipi madu lebah murni, bahkan menyantap madu lebah langsung bersama sarangnya. Namun saya belum pernah mencicipi madu dari lebah galo-galo.
Sebagai informasi, lebah galo-galo merupakan lebah yang tidak menyengat sehingga dinilai aman untuk didekati.
Baca juga:
Sekitar 30 menit perjalanan dari Lubuk Basung, saya sampai di Kantor Wali Nagari Koto Kaciak untuk menemui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sirantiah Nagari Koto Kaciak.
Berdasarkan pengalaman saya berkunjung ke beberapa desa wisata, umumnya tim yang tergabung ke dalam perangkat Pokdarwis berusia paruh baya.
Namun, saat datang ke Desa Wisata Koto Kaciak, menariknya tim Pokdarwis yang menjadi penggerak desa wisata ialah para anak muda usia 20 tahunan.
"Seperti pribahasa di Minang, jika ingin melihat bagaimana suatu desa, maka lihatlah pemudanya," kata Wali Nagari Koto Kaciak, Syawaldi saat ditemui di Kantor Wali Nagari Koto Kaciak, pada Minggu (14/4/2024).
Baca juga:
View this post on Instagram