Berkunjung ke dua situs menawan ini, King’s Park and Botanic Garden dan Ngilgi Cave, segera menguatkan pengertian kita tentang wajah Australia.
Peradaban purba Aborigin dan bangsa Nyoongar yang pernah ada di King’s Park dan Gua Ngilgi—bagian dari 65 kawasan dan situs serupa di Australia Barat—adalah lapis-lapis sejarah, identitas, kebanggaan, sekaligus komoditas eksotik turisme.
Pada kurun awal masuknya koloni Inggris ke wilayah itu (1829), Perth yang tengah dibangun Letnan Gubernur James Stirling dan Kepala Pertanahan John Septimus Roe dideskripsikan sebagai ”kota di tengah semak belantara”.
Kini, predikat King’s Park and Botanic Garden di atas bukit sakral Goonininup alias Moora Katta warisan suku Whadjuk Aborigin dan bangsa Nyoongar itu telah berubah menjadi ”semak belantara” di tengah kota Perth yang modern. Penduduk menyebutnya kawasan Mt Eliza.
Dari 3.000-an spesies tanaman di situs King’s Park, sebagian di antaranya tanaman obat-obatan sebagaimana ditemukan suku bangsa Nyoongar yang percaya, bukit Goonininup adalah tempat tinggal Naga Pelangi bernama Waugul.
Anda juga bisa menemukan pohon boab atau jumulu (Adansonia gregorii) berusia 750 tahun dengan tiga kegunaan, yaitu bahan makanan bagi suku Gija, bahan obat-obatan, dan sumber air di kala kemarau.
Dari perbukitan King’s Park yang berada di bibir Sungai Swan itu, orang bisa melihat firdaus baru di seberang sana: gedung-gedung gede perkantoran, hotel, pabrik, pelabuhan, kapal-kapal pesiar, dan kawasan wisata Perth yang cemerlang dan sibuk sekali.
”Silakan, buatlah foto memori di sini. Anyone want to take picture?” kata Nana, nama panggilan Dr Greg Nannup, pemandu wisata kami dengan pakaian ala kawan-kawan Harry Potter.
Cucu salah satu pendiri King’s Park itu mengantar kami—undangan Program Experience Extraordinary, Tourism Australia—dengan tas besar hitam, topi laken coklat, kacamata riben, dan pakaian serba hitam.
Setelah isi tasnya yang besar dibuka, barulah kami tahu isinya berbagai tulang, kulit binatang, tameng, peralatan hidup suku purba, dan berjenis biji tanaman bagian dari legenda purba King’s Park.
Situs itu memang lestari dalam arti sebenarnya, yakni tetap sebagai kawasan semak belantara, situs sakral suku asli, dan kebun besar botani langka sebagaimana sejak awal diinginkan para pendirinya.
Penamaannya pernah berganti-ganti sampai akhirnya pada 1901, namanya abadi menjadi King’s Park (Taman Raja) untuk menghormati penobatan raja Inggris, King Edward VII, pada tahun itu.
Namun, di taman hutan itu, sampai hari ini upacara dan syukuran menurut tradisi Aborigin dan Nyoongar terus berlangsung sepanjang tahun.
Dari 400,6 hektar luas taman kota ini, dua pertiganya tetap berupa semak belantara, yang terdiri dari 3.000 spesies tanaman serta dihuni 80-an spesies burung, 20 spesies reptil, dan lebih dari 200 jenis tanaman jamur.
Di taman ini pula didirikan lebih dari 50 monumen dan bangunan untuk menghormati orang-orang yang berjasa.
Saking luasnya taman ini, Anda bisa menyusurinya dengan bermobil, bersepeda, atau berjalan kaki. Foto-foto prewed dan orang dengan pakaian aduhai menjadi pemandangan lumrah.
Gua Ngilgi
Sama seperti Goonininup alias Moora Katta alias King’s Park, Gua Ngilgi, menurut legenda penduduk asli, juga situs purba, di mana kekuatan jahat bernama ”Wolgine” dan kekuatan mulia ”Ngilgi” bertarung di sana.
Gua yang bisa ditelusuri dalam waktu 30 menit itu memiliki batuan warna-warni.
”Which one do you want to watch? Yellow, red?” kata pemandu perempuan di sebuah altar di dalam Gua Ngilgi.
Bocah perempuan dan lelaki berusia sekitar 4 dan 5 tahun yang ditanya senang banget menimang batu-batu sebesar labu dan timun. Lampu senter disorotkan dari bawah dan batu itu ternyata berwarna merah darah. Bocah itu terkekeh-kekeh.
Suara yang riang digemakan gua sakral yang sekian abad lalu merupakan situs tetirah suku Aborigin. Gua abadi dalam sunyi itu lalu hidup sebagai pariwisata!
Gua Ngilgi mengingatkan karakter tanah Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, dengan batuan cadas dan lempung serta vegetasi kayu besar. Hutannya bukan hutan lebat tertutup, warnanya kelabu dan coklat, semaknya rumput besar dan tanaman merambat.
Pemandu kami, Kevin (60-an), mengingatkan, jangan berjalan terlalu ke pinggir jalan setapak karena ancaman ular berbisa dan ular berbisa lain mirip ”kaki ampat” di Papua bisa membuat Anda ”melompat dan menari-nari” ketakutan.
Saat turun ke dalam tanah—untuk menyusuri liang gua—deposit mineral yang berjuntai di langit-langit gua (stalagtit) dan duri karang yang muncul dari dasar gua mengarah ke atas (stalagmit) menjadi teater alam yang rumit.
Namun, Gua Ngilgi yang abadi barangkali menangis. Jika cermat mengamati, nyaris semua stalagtit dan stalagmit dalam jarak jangkauan tangan manusia di jalur wisatawan hancur atau tanggal karena ulah tangan jahil yang menggapai-gapai keabadiannya.
”Barangkali, orang mau membawa kenangan abadi, ya, Mas,” kata seorang perempuan di dekatku.
Kujawab saja, ”Mereka ingin jadi bagian dari sejarah Australia!” (Hariadi Saptono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.