Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menuju Desa Banjar, Yuk Temukan "Surga Kecil" di Banyuwangi

Kompas.com - 10/05/2016, 13:42 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Waktu baru menunjukkan pukul 11.00 WIB ketika rombongan kecil sebanyak 24 orang tiba di pemberangkatan trekking desa wisata Banjar yang berada di Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (7/5/2016).

Seorang laki-laki berpakaian hitam dengan ikat kepala merah mengenalkan diri kepada peserta trekking yang terdiri dari wisatawan asing dan dalam negeri.

"Nama saya Agus yang akan mendampingi rombongan untuk trekking menikmati alam di desa kami Desa Banjar yang letaknya di bawah kaki Gunung Ijen. Nanti kita bisa menikmati pemandangan sawah yang bertingkat serta perkebunan manggis, pala dan nanti kita akan belajar membuat gula nira," jelas Agus.

Lelaki asal Desa Banjar tersebut kemudian memimpin rombongan untuk berdoa bersama agar perjalanan lancar. "Kita akan menempuh perjalanan kurang lebih 3 kilometer," jelasnya.

Rombongan kecil tersebut kemudian melewati jalan setapak dan pandangan mata langsung disuguhi pemandangan sawah yang hijau terhampar dengan model bertingkat. Pohon kelapa dan pohon enau berjajar seperti pagar.

Langkah-langkah kecil dimulai melalui pematang sawah dan berpapasan dengan ibu-ibu yang sedang menanam padi. "Mampir dek," kata mereka menyapa rombongan dengan ramah.

Sepanjang perjalanan menyusuri persawahan di Desa Banjar hanya ketenangan yang didapatkan. Suara gesekan daun padi dengan embusan angin yang sepoi-sepoi menjadi sebuah sensasi yang menyenangkan.

"Lihat di sana. Kita bisa melihat langsung ke arah laut. Itu Selat Bali," kata Agus sambil menunjuk ke arah timur.

Dia menambahkan jika cuaca cerah maka Selat Bali akan terlihat sangat jelas. Setelah melewati persawahan rombongan sampai ke kebun penduduk dan tiba-tiba Agus berhenti dan mengambil sebuah buah berbentuk bulat dan saat dibelah bercorak merah.

"Ini kita di kebun pala dan ini yang disebut dengan buah pala yang membuat Belanda menjajah Indonesia," kata Agus sambil tertawa.

Paula Gracia, wisatawan asal Spanyol tampak mengerutkan dahi saat mencoba daging buah pala. "Rasanya aneh," katanya.

Baru saja berjalan beberapa menit tiba-tiba rombongan berhenti karena sepasang suami istri warga Desa Banjar yang rumahnya kita lewati memanggil kami untuk menikmati buah manggis dan langsat.

"Sini makan aja. Gratis kemarin habis panen. Bawa buah makan di jalan juga nggak apa apa," kata lelaki separuh baya tersebut sambil tertawa.

Kepada KompasTravel, Agus menjelaskan jika masyarakat Desa Banjar sangat terbuka dengan orang orang baru. Mereka tidak akan segan untuk meminta wisatawan mampir ke rumahnya dan mengajak makan bersama.

"Kami sedang membuat homestay di rumah rumah warga agar wistawan yang akan ke Gunung Ijen bisa mampir ke desa kami. Banyak yang bilang desa kami seperti Ubud yang ada di Bali," jelas Agus.

Kami sempat menikmati kelapa muda dan angklung paglak di tengah persawahan. Setelah 30 menit menyusuri pematang sawah dan masuk ke kebun warga, rombongan sampai ke tempat peristirahatan pertama di tanah datar yang berada di dataran tinggi di tengah area persawahan.

Terdapat sebuah bangunan semacam gubuk yang terletak diatas ketinggin. Untuk naik ke atas disediakan tangga bambu dan terlihat dua orang laki-laki sedang memainkan musik angklung.

"Kalau itu namanya angklung paglak biasanya dimainkan oleh para petani di sela-sela bekerja di sawah. Memang sengaja diletakkan di tempat yang tinggi agar bisa mengawasi sawahnya," jelas Agus sambil menyiapkan kelapa muda.

Dengan cekatan ia membuat lubang di kelapa muda agar lebih mudah dinikmati. "Silakan. Satu orang dapat satu. Kalau airnya habis nanti kita bantu belah agar daging kelapanya juga bisa dimakan," kata Agus.

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Pembuat nira tradisional di Desa Banjar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Lebih dari 15 menit rombongan menikmati waktu istirahat sambil menikmati kelapa muda yang utuh tanpa campuran gula ataupun es serta suara angklung paglak. Beberapa orang telihat duduk berkelompok bersenda gurau, sedangkan beberapa pehobi foto asyik mengambil gambar.

Perjalanan dilanjutkan kembali. Tidak begitu lama sekitar 10 menit dan rombongan sampai ke gubuk sederhana tempat pembuatan gula nira di tengah kebun. Rombongan langsung melihat proses pembuatan gula aren yang menjadi produk unggulan Desa Banjar, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi.

Saat ini ada sekitar 1.000 pohon nira yang siap dipanen setiap harinya. "Hanya pohon nira yang berusia 20 tahun yang bisa disadap dan diambil niranya," kata Hairi, salah satu pembuat nira yang ditemui KompasTravel.

Lelaki separuh baya tersebut juga mempersilahkan rombongan untuk menikmati gula nira yang baru saja matang. "Ini murni tidak ada campuran apa-apa. Hanya air nira yang dipanaskan. Masyarakat sini banyak mencampuran nira pada masakan sehari-hari," tambahnya.

Setelah puas melihat produksi gula nira, rombongan menikmati nasi lemeng khas Desa Banjar yang dibakar dalam bambu. Nasi lemeng yang masih hangat dan dinikmat bersama sama ditengah kebun beralaskan daun pisang memberikan sensasi sendiri.

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Peserta rombongan trekking sedang menikmati nasi lemeng khas Desa Banjar, Banyuwangi, Sabtu (7/5/2016).
Apalagi gerimis kecil mulai turun. "Ini benar-benar surga. Melepas kepenatan rutinitas sehari-hari," kata Sumarsono salah satu peserta trekking kepada KompasTravel.

Perjalanan pun berakhir. Tapi kenangannya tidak akan berhenti. Karena sekali datang ke Desa Banjar, Banyuwangi pasti akan datang kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com