Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Menuju Ayam Betutu

Kompas.com - 03/05/2013, 12:36 WIB

Putu Fajar Arcana dan Budi Suwarna

Jalan mencapai Pelabuhan Gilimanuk, di ujung barat Pulau Bali, tidak sulit. Rupanya tidak begitu dengan jalan hidup pasangan mendiang Men Tempeh dan Nyoman Suratna (63). Sebelum berhenti di bekas terminal tua dekat Pelabuhan Gilimanuk dengan berjualan ayam betutu, pasangan ini berkeliling menjadi buruh bangunan dan pengaspalan jalan. Kami menuju Gilimanuk dari Negara, ibu kota Kabupaten Jembrana, pagi hari pada awal April 2013. Dalam waktu setengah jam kami sudah tiba di rumah Nyoman Suratna yang tidak jauh dari Warung Men Tempeh, tempatnya menyajikan ayam betutu. Suratna kebetulan tidak di rumah. Ia sedang berbelanja ke pasar membeli beraneka kebutuhan warung, terutama berjenis-jenis bahan dasar bumbu. Seperti tak sabar, Ketua Aku Cinta Masakan Indonesia (ACMI) Santhi Serad dan pendokumentasi masakan Nusantara, Rahung Nasution, yang menyertai Tim Jelajah Kuliner Nusantara, langsung membidikkan mata kamera. Keduanya seperti tak mau kehilangan momen untuk merekam seluruh aktivitas di dapur berjelaga itu.

Dapur Suratna dibangun dengan cita rasa tradisi yang kental. Ia membuat satu tungku kayu bakar bermuka dua (tungku utama dan tungku tambahan). Di dapur terbuka itu tumpukan kayu bakar mencapai tinggi sebahu orang dewasa. Tak jauh dari tungku bermuka dua itu terdapat dua tungku lain yang digunakan untuk menanak nasi. Tungku utama di bagian kiri dapur sehari-hari digunakan untuk memasak ayam betutu. Di bilik terpisah, Ni Putu Sucita (54) dan Nengah Sukari (55) merajang beragam umbi-umbian dan rempah sebagai bahan dasar bumbu ayam betutu.

Pagi itu, Sukari dan Sucita merajang bawang merah dan putih, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, serai, cabai rawit, serta beragam rempah untuk memasak 30 ayam betutu. ”Satu panci berisi 30 ayam. Itu sekali masak. Biasanya dalam sehari bisa memasak 5-6 kali,” tutur Sucita. Itu berarti tak kurang dari 180 ayam dimasak di dapur ini. Sementara di sekitar bekas terminal tua dan Pelabuhan Gilimanuk kini terdapat puluhan warung ayam betutu.

Berawal dari buruh

Tak lama berselang Suratna datang. Ia baru saja membeli bahan-bahan bumbu hingga mencapai Rp 2 juta. ”Terkadang kurang uang segitu karena harga bawang sekarang mahal,” tuturnya mengawali percakapan. Semua yang ia capai kini, katanya, tak lepas dari perjalanan hidupnya bersama mendiang Men Tempeh yang keras dan berliku. Suratna mengatakan, ia bertemu Ni Wayan Rarud, nama lahir Men Tempeh, ketika sama-sama bekerja sebagai buruh pengaspalan jalan di daerah Kintamani, Bangli. ”Saya asli Bangli, sedangkan Men Tempeh dari Gianyar. Kami bertemu di jalanan dan menikah sekitar tahun 1971,” kata Suratna.

Pasangan ini kemudian merantau ke daerah Bali barat, juga sebagai buruh. ”Karena merasa nasib tak kunjung berubah, Men Tempeh mencoba berdagang. Ia dagang buah di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, tetapi kami tinggal di Gilimanuk,” kata Suratna.

Ketika merasa hidupnya tak kunjung beranjak dari kemiskinan yang menusuk, Wayan Rarud coba-coba membuat ayam betutu di terminal bus Gilimanuk. ”Itu tahun 1978, kami memasak lima ayam kampung jadi betutu. Pembelinya para sopir bus di sini,” ujar Suratna. Singkat kisah, oleh para sopir Wayan Rarud diberi julukan ”Men Tempeh” karena tubuh dan wajahnya yang lebar. Men sebenarnya kependekan dari kata meme dalam bahasa Bali yang berarti ibu dan tempeh yang tak lain adalah tampah yang selalu digunakan Rarud sebagai wadah saat mengupas beragam bumbu. Sebelum meninggal pada tahun 2004, Rarud selalu duduk di depan dapurnya sembari memangku tampah dan mengupas bumbu.

Racikan julukan Men Tempeh dan betutu rupanya mengubah kisah hidup pasangan ini. Warung gedek di utara terminal bus Gilimanuk itu mulai dikunjungi para pejabat yang kemudian datang lagi dengan para tamunya. Sejak itulah ayam betutu seperti naik kelas. Masakan yang tadinya dicap cuma berkelas rumahan, bahkan kampungan, tiba-tiba mencuat menjadi merek dagang. Ayam betutu yang sudah lama ”hilang” tiba-tiba populer lewat tangan Men Tempeh di Gilimanuk.

Kini ayam betutu gilimanuk sendiri menjadi merek dagang di mana-mana. Anda bahkan bisa menemukan jenis makanan ini sesaat setelah turun di Terminal Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali. Beberapa hotel berbintang kemudian menyajikan menu ini sebagai menu andalan yang boleh jadi mengangkat citra kuliner Bali. Padahal bisa jadi tak banyak yang tahu bahwa naiknya pamor ayam betutu sebagai menu khas Bali yang kini digemari dan dicari tak lepas dari cucuran keringat pasangan Men Tempeh-Nyoman Suratna di jalan-jalan. Mereka pernah jatuh bangun melalui jalan hidup yang berliku sebelum akhirnya menemukan ayam betutu sebagai gantungan hidupnya hingga sekarang.

Suratna kini memiliki tujuh karyawan di warung serta empat juru masak di dapurnya. Warung di bekas terminal tua itu sudah lebih layak disebut restoran. Ayam betutu yang dibeli pelanggan dan dibawa pulang pun sudah dikemas dalam bungkus daun pisang serta dikemas dengan besek yang berkesan natural. Para keponakan dan mantan karyawan yang dulu bekerja di Warung Men Tempeh kini sudah membuka warung-warung serupa di sekitar Pelabuhan Gilimanuk. ”Cuma bekal itu yang diberi Men Tempeh kepada para keponakannya,” tutur Suratna.

Tak lama kami pamit menuju warung. Jam masih menunjukkan pukul 09.00 Wita. Sudah waktunya memang untuk sarapan. Tak main-main, pagi ini sarapan kami ayam betutu superpedas khas Gilimanuk yang pasti membuat lidah tak henti ”berdecit” seperti tergigit-gigit….

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

    Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

    Travel Update
    6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

    6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

    Travel Tips
    Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

    Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

    Travel Update
    8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

    8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

    Travel Tips
    Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

    Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

    Travel Update
    Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

    Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

    Travel Update
    Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

    Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

    Travel Update
    Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

    Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

    Travel Update
    Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

    Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

    Travel Update
    Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

    Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

    Travel Update
    Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

    Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

    Travel Update
    Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

    Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

    Travel Update
    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    Jalan Jalan
    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    Hotel Story
    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Jalan Jalan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com