Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (22)

Kompas.com - 04/04/2008, 07:08 WIB

Sudah sore. Khurshed sudah berulang kali membujuk saya untuk menunggu di rumah Tildahan saja. Saya menggeleng. Rasa cemas menggelayuti saya, ingin rasanya cepat-cepat meninggalkan Tajikistan sebelum semuanya terlambat. Tetapi, tak mungkin orang bisa terburu-buru di negara seperti Tajikistan, di mana yang ada hanya kekosongan dan kesunyian.

Penduduk desa juga menghibur saya. Mereka mengatakan besok sore, seperti biasanya sekali dalam seminggu, ada angkutan jeep yang berangkat dari Murghab sampai ke Osh di Kyrgyzstan. Tetapi apakah ada tempat kosong untuk penumpang dari Karakul ? Tidak ada yang berani menjamin.

Anak-anak sekolah berlarian riang keluar dari gedung sekolah mungil di utara dusun. Hari ini adalah hari pembagian susu. Aga Khan, sang pemimpin spiritual umat Ismaili, memang masih menyuapi orang-orang yang hidup di provinsi GBAO. Setiap minggu anak-anak sekolah kebagian susu kotak yang diproduksi di Kazakhstan. Khurshed sang komandan tentara perbatasan, dengan gagahnya menghentikan anak-anak SD itu. Bak preman dari Tanah Abang dia menyuruh anak-anak mungil itu  menyerahkan kotak-kotak susu mereka.

Anak-anak itu berbisik-bisik.       
            "Kumpulkan dari teman-temanmu yang lain, ya. Semakin banyak semakin baik," kata Khurshed. Anak-anak itu berlarian kembali ke gedung sekolah, ke habitat mereka yang penuh oleh bocah-bocah berjas hitam yang asyik menyedot kotak-kotak susu.

Sekejap kemudian, lima bocah datang kembali menyerahkan delapan kotak susu. Khurshed bilang kurang, tetapi bocah-bocah itu bilang sudah tak ada yang lain. Khurshed memberi mereka selembar uang 5 Somoni.
            "Sudah, kamu bagi-bagi sendiri uangnya!"

Saya kebagian dua kotak susu. Sisanya untuk Khurshed sendiri – stok mingguan.

Untungnya Aga Khan tidak ada di sini. Apa yang dia pikir kalau melihat susu-susu pemberiannya bukannya disedot anak-anak sekolah, tetapi malah nyasar ke perut gendut seorang tentara komandan dan perut kurus seorang mata-mata gadungan?

Malam pun menjelang. Suami Tildahan membujuk saya untuk tidak gelisah. Tapi, sulit untuk tidak gelisah. Makan pun rasanya tak enak. Yang saya pikirkan hanya keluar dari Tajikistan. Saya mencoba tidur, tetapi tak bisa memejamkan mata. Kalaupun terlelap yang muncul dalam mimpi saya hanya dua hal, visa dan penjara.

Tengah malam saya keluar rumah. Toilet keluarga Tildahan di luar rumah, harus memanjat-manjat batu cadas dulu. Anjing besar melolong bersahut-sahutan. Saya mendongakkan kepala ke atas, ke jutaan bintang yang bertaburan pada langit kelam yang cerah.

Beberapa garis terang meluncur di angkasa. Ada bintang jatuh. Say a wish.
            Saya berteriak, "Keluarkan aku dari Tajikistaaaaaaan!!!!!"

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com