Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (37)

Kompas.com - 25/04/2008, 08:02 WIB

Sambil gigit jari, saya kembali menyeret kaki saya di atas trotoar licin, menyusuri jalanan Almaty yang lurus, menuju ke sebuah bangunan balok besar, datar, dan membosankan. Tempat ini bernama Hotel Zhetisu, salah satu pilihan akomodasi termurah di metropolis ini. Saya membayar 40 dolar, harga yang paling murah untuk sebuah ranjang kecil di kamar sempit yang bau.

            "Kazakhstan memang mahal. Di sini standar harganya bahkan lebih mahal daripada Kanada," kata seorang ekspat Kanada keturunan India yang bekerja di perusahaan minyak,

            "Almaty sudah sama mahalnya dengan kota saya di Amerika," kata ekspat yang lain, "tetapi bedanya di sini, kita membayar harga kelas dunia untuk barang kualitas dunia ketiga."

Pasha adalah seorang warga Almaty, campuran etnis Rusia dan Korea. Pasha hanya bisa bahasa Rusia. Seperti halnya di Bishkek, di Almaty pun orang terlalu gengsi untuk bicara bahasa daerah macam Kazakh, Kirghiz, atau Uzbek, yang sebaiknya ditinggal di desa-desa saja. Bahasa Rusia adalah bahasanya kota besar, maju, dan metropolis. Etnis Korea macam Pasha, baik di Kazakhstan maupun di Kyrgyzstan, sebagian besar sudah tidak bisa bahasa Korea lagi. Bahasa Rusia masih menjadi lingua franca di negeri ini.

Pasha, 27 tahun, bekerja di Atyrau, kota minyak jauh di pantai Laut Kaspia sana. Pasha bercerita bahwa Atyrau jauh lebih mahal daripada Almaty, walaupun sama sekali tidak modern. Di waktu malam, kota ini menjadi sangat berbahaya. Perampokan di mana-mana, karena orang-orang luar yang berdatangan di perusahaan minyak semakin hari semakin gendut dan kaya, sedangkan banyak penduduk miskin yang tidak punya pekerjaan. Pasha terkejut mendengar keluh kesah saya tentang Hotel Zhetisu yang mahal, "Di Atyrau sana, kamu tidak mungkin tidur di hotel dengan harga hanya 40 dolar!" Saya tidak berani membayangkan seperti apa kota itu.

Tetapi Pasha juga kasihan dengan saya, backpacker miskin yang harus berlapar-lapar di tengah mahalnya Almaty. Pasha menelpon ibunya, minta ijin untuk menitipkan saya di rumahnya. Ibunya langsung menyemprot marah, kedengaran jelas dari telepon genggamnya. Tak mungkin, katanya, ibuku seperti monster.

Malamnya Pasha mengajak saya untuk bertemu kawan-kawannya. Dua gadis Korea yang cantik dan berdandan seksi sudah berada di dalam mobil mewah. Yang satu anak bos besar pemilik pabrik. Satunya lagi pegawai kantoran tingkat tinggi. Keduanya masih muda.

Kedua gadis itu membawa kami ke sebuah karaoke Korea. Suasananya temaram, dengan lampu berkelap-kelip. Liana, salah satu gadis itu, menyewa sebuah kamar pribadi. Tidak usah ditanya harganya, yang jelas buat saya yang berada di bawah garis kemiskinan di negara ini, yang untuk beli pisang pun tak mampu, semua ini adalah kemewahan di luar imajinasi saya. Lagu-lagu Korea mengalir merdu dari bibir mungil Liana, yang katanya lulus dari jurusan sastra Korea. Saya juga didaulat menyanyi. Tak disangka di karaoke ini ada lagu-lagu Indonesia. "Puteri impian, dulu masih malu-malu...." Suara cempreng saya malah dapat sambutan tepuk tangan meriah dari Pasha dan ciuman pipi dari Liana.

Setengah jam berselang, datang sekelompok pemuda Kazakh teman Liana, ikut bergabung bersama kami. Orang-orang Kazakh ini, keturunan bangsa Mongoloid yang dulunya pengembara padang rumput, kini sudah berpakaian modis dan trendi. Mereka sudah tidak ada bedanya dengan orang-orang Korea macam Liana dan Pasha. Ketiga pemuda ini datang membawa aroma alkohol. Liana pun tertular mabuk.

Sekarang sekelompok pemuda dan pemudi Almaty ini mulai bernyanyi tanpa henti, mulai dari lagu disko, lagu romantis, sampai lagu-lagu mars komunis zaman Soviet dulu. Sambil bernyanyi, mereka pun menari-nari dengan gerakan erotis.  Saya, yang sama sekali tidak terbiasa dengan kehidupan malam, hanya menonton di pinggiran saja. Mereka yang terlena dalam kenikmatan alkohol juga sudah mulai melupakan kehadiran saya.

(Bersambung)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com