Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (44)

Kompas.com - 06/05/2008, 08:38 WIB

Nenek Lyubova, pemilik rumah mungil di apartemen kumuh di pinggiran kota Almaty ini, semula membuat saya sangat terharu. Sebelum berangkat ke Astana, ia meminjamkan saya baju-baju hangat dan kaus kaki tebal. Setiap sore dia membacakan kisah-kisah Alkitab dalam bahasa Rusia, yang hanya tiga puluh persennya saya mengerti. Nenek juga menyediakan teh hangat setiap sore saya pulang berjalan-jalan. Sekarang, hanya karena uang, karakternya berubah drastis.

Kata-kata sinis meluncur deras dari bibir tipisnya.

            "Bukan hanya kamu yang butuh duit, kamu tahu. Saya ini terus membantu kamu. Tetapi kamu itu siapa? Wartawan miskin? Huh. Saya tidak pernah lihat ada wartawan macam kamu ini. Kalau seperti ini terus-terusan, kami nanti makan apa? Anak cucuku mau makan apa? Kamu itu punya uang! Kamu pergi saja ke Uzbekistan dan minta uang dari kedutaanmu!"

Dia begitu marah. Saking marahnya matanya sampai berkaca-kaca.

            "Tidak ada diskusi lagi. Pergi! Kamu kumpulkan tas kamu, barang-barang kamu, cari hotel sendiri. Hah. Kamu kira kamu bisa mencari hotel yang lebih murah dari 1000 Tenge. Saya tahu, tidak mungkin ada, karena saya dulu juga kerja di hotel."

Saya juga mendengar sumpah serapah mengalir deras dari mulutnya. Saya tak mau mengingat-ingat lagi.

Seribu Tenge, sejumlah uang yang membuat perilaku Nenek Lyubova berubah drastis. Saya memutuskan untuk mengikhlaskan sebagian uang saya yang sudah sangat sedikit. Saya marah. Dia pun marah. Tetapi satu menit setelah saya menyerahkan selembar uang seribuan, amarahnya langsung mereda.

Kami berdua akhirnya bicara baik-baik. Nenek Lyubova menyiapkan teh panas untuk saya. Kami baru sadar bahwa ada kesalahpahaman di antara kami berdua. Sebelum saya pergi ke Astana, Nenek Lyubova meminta saya membayar 2.000 Tenge, yang sebenarnya untuk booking kamar selama saya tidak berada di Almaty. Karena keterbatasan bahasa Rusia, saya salah mengerti. Sepenangkapan saya uang itu untuk membayar penginapan sepulangnya saya dari Astana. Tak heran kalau hari ini si nenek marah-marah dan saya merasa ditipu habis-habisan.

Seribu Tenge yang telah membangkitkan amarah si nenek. Seribu Tenge yang telah merusak mood saya menikmati hari yang cerah di kota Almaty yang berselimut salju ini. Tetapi apa yang akan saya alami dalam hitungan jam berikutnya semakin membuat saya sadar bahwa uang adalah segalanya di kota ini.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com