Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nikmatnya Gudeg Pawon di Tengah Malam

Kompas.com - 20/07/2008, 07:32 WIB

Sepupu Sumarwanto, Tuti, hingga kini bahkan bisa mengupas kulit 200 butir telur ayam dalam waktu setengah jam! ”Ya, setiap hari kerjanya begitu, jadi sudah biasa saja,” katanya.
Pukul 17.00 semua proses berhenti. Waktunya untuk istirahat. Sekitar pukul 21.00 aktivitas kembali dimulai. Mereka menanak nasi dengan dandang yang terbuat dari tanah liat dan memanasi gudeg serta lauk-pauknya di tungku berbahan bakar kayu yang didatangkan dari Gunung Kidul.

Sumarwanto mengaku tidakpernah menghitung secara detail berapa porsi yang terjual setiap hari. Yang pasti, ketika buka pukul 23.00, setidaknya pukul 01.30 gudeg sudah ludes. Jika dihitung, dari 15 ekor ayam kampung yang bisa dipotong sepuluh, ditambah 200 butir telur ayam, setidaknya 350 porsi gudeg terjual setiap malam.

Tak heran, usaha ini juga menjadi ”dapur” yang menghidupi keluarga Prapto Widarso. Bahkan, dari tiga anaknya, dua di antaranya beserta para menantu terlibat di penjualan warung gudeg ini.

Selain itu, salah satu keponakan Mbah Prapto pun kecipratan dengan berjualan minum. Tengah malam Mencicipi gudeg tengah malam apa enaknya? Tetapi, justru itu yang dicari oleh beberapa pengunjung yang bingung mencari pengganjal perut selepas pukul 23.00.

Wildan Rais (25) adalah salah satu pengunjung yang mencari kenikmatan makan tengah malam. ”Sudah makan malam, sih. Tapi kalau tengah malam lapar, ya cari ke sini,” ujar wiraswastawan yang berdomisili di Yogyakarta ini.

Bagi Wildan, gudeg Mbah Prapto ini cocok di lidahnya yang tidak begitu akrab dengan rasa manis. ”Gurih, tidak manis sekali seperti gudeg kering. Porsi nasinya pun tidak begitu banyak,” katanya.

Pengunjung lain, Siti Asrowiyah, datang dengan keempat anaknya, Nizar, Danang, Lisa, dan Gustin, serta seorang cucunya, Angga. Tak lupa, ia membawa seplastik emping melinjo serta dua kantong rempeyek guna menemani gudegnya.

Danang, seorang pebisnis, mengaku hampir setiap hari mampir ke gudeg pawon untuk menikmati santap tengah malamnya. ”Anak saya yang sering mengajak. Kalau tiba-tiba dia terbangun tengah malam, pasti mengajak makan di sini. Lagi pula gudegnya masih panas, disantapnya pun jadi seger,” ujarnya.

Atmosfer di dalam pawon itu hangat. Tidak hanya karena kedua tungkunya menyala. ”Suasana ini yang kami cari, makan di dapur tradisional. Sepertinya tidak ada di tempat lain,” kata Nizar yang mengaku senang berwisata kuliner.

Makan besar tengah malam yang katanya bisa membuat ukuran pinggang bertambah tidak membuat para pengunjung berhenti datang. Semakin larut justru semakin banyak pengunjung hingga membentuk antrean.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com