Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia (6): Mengintip Prostitusi di Jantung Kota Moskwa

Kompas.com - 19/08/2008, 11:16 WIB

Ruangan dalam klub ini sempit sekali. Pengunjung saling berdesakan di dalam. Gadis-gadis cantik dan seksi berseliweran. Di Indonesia tampang mereka pasti jadi incaran para produser sinetron. Di  bagian atas ruangan ada semacam mezanin, lantai tambahan yang juga diisi dengan kursi dan  meja. Dari tempat itu bisa terlihat suasana di seputar klub.

Tepat di seberang mezanin, di atas pintu masuk, ada panggung kecil dekat langit-langit. Ukurannya hanya 1 x 2 meter, mungkin lebih kecil. Di panggung itu penari seksi berpakaian mini melenggok diiringi dentuman musik yang keras. Bukan striptease memang, tapi dari gerakannya, ya ini satu level di bawah striptease-lah. Bedanya, sepanjang tarian pakaian mini berwarna emas yang membalut tubuh para penari tetap melekat, alias tak dicopot.

Seorang gadis cantik dibalut baju ketat berwarna merah muda dengan rok putih berjalan mendekati saya. "One thousand dollar," katanya to the point setengah berteriak karena kerasnya dentuman musik. Matanya mengerling nakal. Ia tersenyum dan mengembuskan asap rokoknya tinggi-tinggi. Saya tersenyum kecut. Bukankah 1.000 dollar AS hampir Rp 10 juta?

Di sudut lain seorang gadis memperkenalkan diri. Namanya Svetla. Tubuhnya juga berbalut baju pink dengan paduan jeans putih ketat. Di tengah ingar-bingar dentuman musik yang memekakkan telinga ia nyaris berteriak di kuping saya, ”Seven hundreds dollar.”

Saya tak menanggapi lebih jauh soal harga. Dengan bahasa Inggris yang sangat baik, dia mengaku sebagai mahasiswi jurusan ekonomi sebuah  universitas di Moskwa. Dia sempat menyebutkan nama universitasnya, tapi saya lupa.

Masih menjawab pertanyaan saya, gadis yang tingginya hanya sekitar 165 cm itu mengaku  berumur 24 tahun. "Orangtua saya tak tahu apa yang saya lakukan. Mereka pikir saya bermalam di rumah teman," begitu dia bercerita sambil terus merapikan rambut hitam mengilat yang dibiarkan tergerai menutupi punggung. Cerita klasik kota metropolis. Saya sering mendengar cerita yang sama di Jakarta.

Di ruangan ini semua wanita cantik itu terlihat berkelas. Seorang gadis terlihat menggenggam telepon seluler Vertu di tangannya. Sayangnya, saya tak terlalu mengerti dengan merek sepatu atau tas yang mereka gunakan. Kalau saja saya tahu, tentu saya bisa membayangkan berapa banyak uang yang mereka punya untuk dandan dan dating ke klub ini.

Tak lama di tempat itu, kami memutuskan pulang. Di halaman parkir kami melihat salah seorang gadis cantik yang tadi kami lihat di dalam. Ia melenggang sendiri dan masuk ke dalam mobil BMW SUV X5. Ia duduk di belakang kemudi dan mobil mewah itu melesat hilang ditelan malam.

”Gadis-gadis di sini umumnya punya mobil sendiri. Di dalam klub mereka hanya deal harga lalu bertemu dengan teman kencannya di tempat yang ditentukan,” ujar Alex, seolah mengerti pertanyaan yang berkecamuk di benak kami.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com