Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (79): Turisme di Kota Kuno

Kompas.com - 20/11/2008, 06:10 WIB

Di losmen lainnya, sebuah rumah kuno berwarna biru milik keluarga kasta Rajput, menawarkan sebuah kamar yang gelap namun lapang. Harganya semula hanya 40 Rupee, tetapi mulai besok akan naik jadi 450 Rupee karena festival unta dimulai.

          “Bagaimana mungkin bisa naik sepuluh kali lipat dalam satu hari?” seru Lam Li tak percaya.
          “Madam,” kata wanita berkerudung merah pemilik losmen, “festival unta dimulai dan semua harga hotel di Pushkar naik berlipat-lipat. Kami ini sudah termasuk yang paling murah.”

Beberapa penginapan kami singgahi. Semuanya mematok harga yang tak masuk akal. Beratus-ratus Rupee hanya untuk kamar gelap dan kecil yang biasanya juga tak lebih dari puluhan Rupee. Walaupun penginapan ada di mana-mana, mencari yang murah di hari festival seperti ini sungguh tak mudah.

Sampai akhirnya kami sampai di penginapan besar tersembunyi dari jalan utama. Namanya losmen “Yess Please – Taddy is Here”. Siapa itu Taddy? Tak usah dipikir. Setidaknya kamarnya di atas loteng masih murah, 150 Rupee dapat kamar mandi dalam. Tetapi, besoknya kami harus pindah ke tenda, karena harga kamar akan berlipat-lipat menjadi seribuan.

Siapa yang mau tinggal di tenda di atas loteng? Kami akhirnya berhasil merayu Raja, si pemilik penginapan, untuk mengizinkan kami tidur di lantai saja, asal masih di dalam rumah.

          “Justru tenda ini yang mahal,” kata Raja, “turis rela bayar 20 sampai 30 dolar untuk menginap di tenda. Ini adalah pengalaman Pushkar yang tiada duanya...”

Tinggal di tenda di padang pasir, saya masih bisa mengerti. Tetapi tenda di atap rumah, di loteng lantai dua? Hanya turis bodoh yang mau bayar mahal-mahal untuk ‘pengalaman Pushkar’ macam ini. Tetapi toh besoknya, ada juga rombongan turis Perancis yang menginap di sana.

Sambil menyeruput teh, Raja berkisah betapa hari festival adalah masa terbaik di Pushkar. Orang Pushkar tak perlu lagi payah bekerja. Kaki tak perlu dihentakkan, cukup diongkang-ongkang saja. Uang jatuh sendirinya dari langit. Saat inilah, para pemilik rumah bisa menyewakan propertinya dengan harga melambung. Puluhan ribu orang berbondong-bondong ke Pushkar, permintaan jauh melebihi penawaran, hanya ada untung yang terpampang di depan mata. Raja bilang, dari hotel dan beberapa petak tokonya yang disewakan semasa festival sepuluh hari saja ia bisa mengeruk untung 200.000 Rupee, lebih dari lima ribu dolar.

           “Ketamakan,” Lam Li mendengus, “hanya ketamakan yang melingkupi kota ini.” 

Kami mendengar turis Perancis yang tinggal di tenda menjerit marah. Raja baru saja menaikkan lagi harga sewa tenda di atas loteng, ‘pengalaman unik Pushkar’, menjadi 650 Rupee. Kepalanya cuma dipenuhi gemerincing duit yang tak henti mengalir.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com