Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (96): Dunia Tikus

Kompas.com - 16/12/2008, 08:52 WIB

Mereka tak perlu menjalani takdir seperti tikus di tempat lain: mencuri makanan, dijerat penjebak tikus, dibasmi dengan pestisida, dimakan kucing. Hidup mereka damai sentausa, berlimpah makanan dan dipuja-puja. Tak heran tikus-tikus di sini berbadan gemuk dan riang gembira.

Prasad yang sudah dimakan tikus, bercampur air liur hewan mungil itu, dianggap sudah diberkahi. Para pemuja tak segan untuk memakan bola-bola nasi yang sudah digigit separuh oleh tikus gemuk.

          “Makanan bekas tikus ini adalah berkah,” kata seorang sadhu (pertapa) dari Gujarat, “makanan ini menjauhkan kita dari penyakit.”

Ajaib, sejak pemujaan tikus ini dimulai 600 tahun silam, desa Deshnok tidak pernah dilanda wabah penyakit apa pun.. Ribuan tikus hanya tinggal di dalam Kuil Karni Mata, bahkan tidak keluar sejengkal pun. Kuil ini adalah dunia mereka, surga mereka. Sedangkan di luar sana, ada ular, burung pemangsa, manusia. Penduduk Deshnok percaya bahwa tikus-tikus inilah yang menolak turunnya bala di desa ini.

Air liur tikus kuil dianggap punya kekuatan sakti. Pandit sampai harus tengkurap menyembah di hadapan ribuan tikus itu, menyajikan prasad di hadapan altar Bunda Karni. Seorang pengunjung juga tidak segan-segan memegang tikus, percaya akan mukjizat dan keberuntungan yang akan dibawa dari mengelus bulu hewan hitam itu. Seorang pertapa tidur di lantai, tubuhnya digerayangi puluhan tikus. Pertapa lainnya lagi makan dari piring yang sama dengan tikus. Di sudut lain kuil ada dapur dengan panci raksasa, untuk memasak makanan istimewa bagi para tikus.

Sore hari, sebuah ritual pemujaan terhadap Karni Mata dimulai. Pandit memimpin, membacakan mantra yang berirama. Para pengikutnya mendentingkan genta, mengiringi melodi mantra. Suasana khidmat menyelimuti ruang pemujaan Karni Mata yang sempit dan gelap. Hanya tikus yang berani bermain dan berlarian di tengah seriusnya ibadah ini.

Di antara para tikus yang dipuja ini, ada seekor atau dua tikus putih, yang kedudukannya jauh lebih tinggi daripada 20 ribuan tikus hitam. Mereka yang berhasil melihat tikus putih akan mendapat keberuntungan. Saya menemukan tikus putih di tengah kerumunan tikus hitam di balik pagar. Ia tidak berlarian liar memunguti makanan seperti tikus-tikus hitam lainnya. Kaba putih hanya berdiri tenang di undak-undakan, bak seekor selebritis.

Matahari semakin berkurang teriknya. Lantai pualam menjadi lebih sejuk. Tikus-tikus semakin ramai berlarian ke segala penjuru, keluar dari persembunyiannya, bangkit dari tidur siang mereka, merayakan datangnya malam. Saya merenungkan arti kepercayaan, pemujaan, spiritualitas. Dari kekhidmatan para pemuja ini saya belajar, bahkan di dalam tubuh hewan yang seringkali kita anggap menjijikkan ini, ada roh suci yang patut dihormati.

Di luar kuil terpampang baliho besar bertuliskan “Kuil Karni Mata – Keajaiban Dunia yang Kedelapan.” Saya juga merasakan keajaiban luar biasa, karena sandal saya terasa lengket sekali berlumuran liur tikus. Entah mengapa, saya merasa bahagia. Mungkin akan ada keberuntungan tak terduga yang ditularkan oleh tikus-tikus suci pengikut Karni Mata.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com