Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (120): Seutas Jalan di Bibir Jurang

Kompas.com - 19/01/2009, 07:06 WIB

Satu-satunya jalan yang menghubungkan Chapursan dengan dunia luar mirip seutas garis tipis meliuk-liuk di bibir kematian. Jalan berbatu ini selebar 4-5 meter, hanya cukup satu mobil. Di sebelah kanan ada dinding terjal gunung padas. Sesekali kerikil berjatuhan dari atas dan bergeletuk di atap mobil, seakan mengingatkan maut bisa datang kapan saja. Di sebelah kiri menganga jurang curam, tegak lurus 90 derajat, diramaikan aliran sungai deras bergemuruh.

Jurang ini sedemikian dalam sehingga tidak usah dibayangkan apa yang akan terjadi kalau jip yang kami tumpangi terpeleset sedikit saja. Jalan batu kerikil yang kami lintasi berbelok merangkul gunung, dengan sudut lancip kurang dari 90 derajat. Apa jadinya jika berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan? Tak usah ditanyakan. Serahkan saja nasib kepada sopir yang berpengalaman, insya Allah ....

          "Ya Allah khair... Ya Allah khair! Ya Tuhan, tolong...!" seru saya setiap kali mobil yang saya tumpangi menikung tajam. Dan mulut saya tak pernah berhenti komat-kamit membaca doa. Penumpang lain tertawa.

          "Ini sudah biasa. Koi zabardast nehi hai.. Tidak ada istimewanya sama sekali."

          Perjalanan itu membuat saya lebih mencintai hidup.

          “Perjalanan ini akan semakin mendekatkanmu dengan Tuhan!” Aziz, kerabat Noorkhan yang ikut dalam satu mobil, terkekeh.

Tiba-tiba mobil terhenti. Di depan sudah ada barisan tiga jip. Di depannya lagi ada sekumpulan pria bergerombol mengelilingi sesuatu.

Rupanya ada tiga bongkah batu gunung yang menutupi jalan. Ukurannya sebesar tinggi manusia dewasa. Batu-batu ini jatuh begitu saja dari tebing gunung, seakan ingin memecah kebosanan di lembah tanpa penghuni ini dan terjun ke sungai yang mengalir dalam jurang yang menganga lebar. Longsoran batu raksasa adalah kejadian sehari-hari di sini, yang bagi orang Chapursan sama lazimnya dengan roti chapati dan teh susu chai di pagi hari.

          “Waktunya bekerja!” kata Aziz seraya bergabung dengan rombongan pria-pria itu.

Para penumpang jip berupaya sekuat tenaga untuk menyingkirkan batu-batu raksasa dari badan jalan. Ada yang mendorong, menarik, menendang, memukuli, mencangkuli, mengaisi, mendorong dengan tangan, mendorong dengan kaki sambil berbaring, mendorong sambil berdiri. Batu-batu itu bergeming.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com