Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (137): Timbangan Kecil

Kompas.com - 11/02/2009, 07:55 WIB

Bocah kecil ini tak banyak bicara. Hanya seulas senyum tipis yang menghiasi wajahnya yang tampan namun terkurung kepasrahan. Bahasa Urdunya patah-patah. Wasid adalah etnis Pathan dari Peshawar yang mengadu nasib bersama kakaknya di kota besar Lahore. Kakaknya pun berprofesi sama dengannya, menunggui timbangan badan sepanjang hari.

Di seluruh penjuru Pakistan, orang Pathan selalu ada. Di Phir Wadhai mereka tinggal di kampung kumuh di sebelah stasiun bus. Di Hunza dan Gilgit di propinsi Northern Areas mereka mengadu nasib sebagai pedagang dan sopir truk. Bahkan sampai tukang bangunan di Kashmir, pemungut sampah di Karachi, pedagang makanan pinggir jalan di Lahore sampai pengusaha sukses berumah mewah di Quetta, orang Pathan sudah merambah semua profesi di semua tempat yang menjanjikan. Orang Pathan berasal dari daerah di pinggir barat Pakistan dan mereka adalah etnis mayoritas di Afghanistan. Kebanyakan orang ini mengaku berasal dari sisi Pakistan, walaupun sebenarnya tak sedikit yang pengungsi dari negeri Afghan.

Sebelum datang ke Lahore, Wasid sudah pernah berkelana ke berbagai penjuru negeri untuk mencari sesuap nasi. Pir Wadhai pernah sangat akrab dalam lembaran hidupnya. Rawalpindi, Islamabad, Lahore, bahkan Karachi metropolis yang jauh di selatan sana, terdaftar dalam deretan kota besar yang pernah dijelajahi.

Anak jalanan adalah salah satu sisi dinamika pergulatan hidup di Pakistan. Menurut laporan badan PBB, diperkirakan 1.2 juta anak hidup di jalanan Pakistan, menghasilkan uang kurang dari satu dolar per hari, menjadi sasaran penyalahgunaan anak dan eksploitasi seksual. Mereka melakukan segala macam pekerjaan, mulai dari mengorek sampah, mencuci piring, berdagang buah, membersihkan mobil, sampai melayani tamu hotel.

Kebanyakan mereka bukan sebatang kara, seperti Wasid yang datang bersama kakaknya dan punya orang tua di Peshawar yang terjepit kemiskinan. Sudah beberapa tahun ia tak berjumpa ayah ibunya. Ia sudah terbiasa hidup sendiri.

Wasid merasa hidup seperti ini tak berat, karena banyak kawan-kawan yang saling membantu. Ikatan persaudaraan sebagai suku pendatang di kota besar ini membuat mereka terus bertahan digerus beratnya kehidupan Lahore. Bocah kecil dan pemuda Pathan berjuang dengan segala cara dengan tangan-tangan mungil mereka. Tak ada hasrat untuk menyerah.

Saya begitu terharu melihat tatap mata Wasid yang begitu penuh percaya diri ketika mengusap timbangan kesayangannya dengan serbet agar tetap bersih mengkilat. Timbangan ini adalah harta karunnya, yang senantiasa menemani hidupnya dan menghidupi dirinya.

Langkah manusia terus mengalir. Suara taktaktaktaktak terus bertalu. Aroma makanan lezat menggoda. Tetapi Wasid tetap terpaku di hadapan timbangan kecilnya.

 

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com