Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (170): Mehndi

Kompas.com - 31/03/2009, 05:18 WIB

Perempuan tidak terlihat sama sekali. Mereka memang tidak sepatutnya berada di ruang penuh hiburan musik ini, karena di sini khusus laki-laki. Kaum hawa berada di tempat tersembunyi di dalam rumah. Tak ada musik, gegap gempita band, atau pesta dansa. Mereka cukup terhibur dengan kegemaran alamiah – mengobrol.

Pernikahan di Pakistan biasanya berlangsung selama beberapa hari. Setiap hari ada upacara yang berbeda, sampai pada acara puncak di hari terakhir – akad nikah dan resepsi. Acara tengah malam kali ini adalah pembubuhan mehndi ke tangan dan kaki pengantin. Mehndi adalah hiasan tangan dan kaki berwarna coklat kemerahan dengan motif dekorasi bunga atau sulur-suluran yang rumit, menjadi hiasan wajib di acara pernikahan.

Bicara soal mehndi, saya jadi ingat sebuah film fenomenal dari Pakistan berjudul “Mehndi Waley Hath”, tangan yang berhias mehndi. Film ini berkisah tentang sebuah keluarga Punjabi di pedesaan yang memaksa putrinya menikah dengan Al-Qur’an. Pernikahan dengan kitab suci tidak sesuai dengan aturan agama. Ini dilakukan semata-mata untuk melindungi tanah dan kekayaan keluarga. Menurut adat, keluarga mempelai perempuan harus menyediakan mas kawin yang tidak sedikit untuk menikahkan anak gadisnya. Dengan mengawinkan si gadis dengan Al-Qur’an, maka kekayaan tidak akan mengalir ke mana-mana. Si gadis, sekarang menjadi istri tanpa suami, juga menjadi layaknya perempuan yang sudah menikah – terkurung di rumah dan tak terlihat siapa pun. Praktik pernikahan seperti ini sekarang sudah langka.

Acara mehndi yang saya alami ini jauh dari kesan sedih. Calon pengantin pria berpakaian putih bersih. Selendang kuning panjang melingkar di lehernya. Ia dikalungi untaian bunga mirip pandita Hindu.

Tepat tengah malam acara dimulai. Satu per satu anggota keluarga, perempuan terlebih dahulu, menyematkan hiasan kecil di sekujur tubuh pengantin. Di atas telapak tangan kanannya ada selembar uang kertas 10 Rupee yang masih baru, dan di atasnya lagi ada serbuk hitam. Para perempuan yang mengikatkan gelang pernak-pernik hiasan ke tangan sang mempelai, juga mengambil sedikt serbuk itu dan dioleskan ke jari telunjuk sang pengantin.

Pada saat yang bersamaan, di rumah pengantin perempuan, acara mehndi juga berlangsung. Telapak tangan dan kaki sang pengantin perempuan dihias dengan henna. Adat pernikahan bersifat resiprok. Upacara yang dilangsungkan di rumah pengantin pria juga dilaksanakan di rumah pengantin wanita pada saat yang sama.

Malam semakin larut. Tawa kebahagiaan terus mengalir. Pengantin nampak semakin berat karena kebanjiran berbagai macam hadiah, hiasan tangan, kalung bulu, dan cocolan serbuk hitam, dari puluhan tamu yang berbaris tak sabar.

Acara masih belum selesai menjelang subuh. Kami sudah pulang terlebih dahulu karena tak kuat menahan kantuk. Sedangkan mempelai pria masih harus berjaga menerima hujanan hadiah. Jadi pengantin memang susah.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com