Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (184): Makam Suci

Kompas.com - 20/04/2009, 07:41 WIB

          “Kasihan sekali perempuan itu,” kata sang chowkidar, “Ia dan anaknya ‘sakit’.. Suaminya cuma bekerja sebagai penjual air di pasar.”

Sakit yang dimaksud adalah sakit jiwa, datangnya tiba-tiba. Anak perempuannya, baru berumur sekitar empat tahun, berkepala nyaris botak dengan rambut pirang dan pandangannya kosong. Sepanjang hari hanya berbaring di lantai mazar – gedung makam – yang dingin, menghabiskan hari. Ibunya, berkulit gelap dan berkerudung tebal, tak pernah lepas dari sapu lidi dan kain serbet. Penuh kecintaan dan tanpa mengeluh ia membersihkan setiap sudut makam, dari pagi hingga petang. Dengan telaten ia menyapui debu di depan barisan makam yang entah mengapa dihiasi tulisan hitam dan tebal: CRUSH USA.

          “Mukjizat memang datang,” kata sang chowkidar, “Dokter bilang sejak mereka berdua berada di mazar ini, kesehatan mereka sudah jauh membaik.”

Selain untuk masalah penyakit berat, chowkidar juga melayani para peziarah yang mengeluhkan masalah sehari-hari. Seorang bocah belasan tahun dengan wajah muram menceritakan bagaimana ia kehilangan HP. Sang juru kunci membaca doa, kemudian memberinya sepotong kertas bertulis “Innalillahi wa innalillahi roji’un”. Ia berpesan pada si bocah untuk membaca tulisan itu berulang-ulang, sepanjang hari, sampai hatinya tenang. Si bocah kemudian mencemplungkan uang sedekah ke dalam kotak kayu.

Masalah uang sedekah ini kadang juga menjadi pertengkaran hebat. Ketika saya sedang mendengarkan teduhnya suara chowkidar memberika nasihat, tiba-tiba di luar terdengar kegaduhan. Seorang pemuda, juga penjaga makam, mengacungkan tongkat kayu, berteriak dan memaki-maki seorang pemuda penjaga makam lainnya. Pandangan matanya ganas.

Penyebabnya sebenarnya sepele. Seorang penjaga makam mengutip sumbangan ‘sukarela’ dari peziarah perempuan yang ingin masuk ke makam kecil tempat penyimpanan jejak kaki Hazrat Ali (Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat). Hanya 2 Rupee sebenarnya. Tetapi wanita miskin itu tak punya uang sama sekali. Ia tak diizinkan masuk. Seorang penjaga makam lainnya kebetulan melihat kejadian ini, segera menasihati rekannya. Tak terima dinasihati, orang itu lantas mengambil tongkat kayu dan siap memukul.

Kegaduhan ini langsung reda dengan kehadiran chowkidar gemuk yang paling dihormati di sini. Masih mengumpat-umpat, pemuda yang membawa tongkat kayu itu langsung pergi. Ketenangan dan kekushyukan doa kembali menyelimuti pekuburan suci ini.

 

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com