Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aroma Jakarta di Makassar

Kompas.com - 15/02/2011, 20:56 WIB

KOMPAS.com — Saat menginjakkan kaki di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin beberapa hari yang lalu, memori membawa saya ke masa lima tahun silam saat terakhir kali menyentuh kampung halaman "Ayam Jantan dari Timur". Kala itu, keadaannya bagai bandara di daerah yang terkesan padat dan seperti terminal bus. Namun kini, mata saya takjub melihat perubahan yang sangat berbeda.

Hawa modern sangat kental terasa. Selintas, saya merasa sedang berada di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Lepas dari bandara, mobil langsung melaju menuju pusat kota Makassar. Lagi-lagi, saya teringat dengan Jakarta. Jalan tol Makassar laksana jalan tol yang menembus ibu kota terhampar di depan mata. Jalan tol ini memang menghubungkan kota Makassar dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Kedatangan saya kali ini disambut hujan deras. Bulan Februari memang masih musim penghujan. Belum lepas rasa Jakarta yang saya alami, keluar dari tol, jalanan macet karena tepat di saat jam pulang kantor. Di beberapa titik, jalanan tampak banjir. Lengkap sudah nuansa Jakarta di ujung selatan Sulawesi.

"Jangan samakan dengan Jakarta lah, mbak. Di sini macetnya tidak separah Jakarta. Ini bukan banjir, tapi air menggenang," ujar Wahyu seorang warga Makassar yang mengantar saya, sambil tertawa.

Saya kemudian mampir ke beberapa lokasi di Makassar. Tujuan wisata utama adalah Fort Rotterdam, benteng Belanda seluas tiga hektar. Jika dilihat dari langit, benteng berbentuk kura-kura. Benteng tersebut begitu apik terpelihara.

Pada masanya, benteng sengaja dibangun menghadap langsung ke laut. Saat pengunjung berdiri di ujung benteng yang menyerupai kepala kura-kura, terlihat samar laut di hadapan. Sayangnya, pemandangan itu terhalang bangunan dan warung. Kabar baiknya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah kini tengah merevitalisasi benteng tersebut. Bangunan-bangunan di sebelah benteng akan dirobohkan dan parit laksana masa kolonial yang mengelilingi benteng akan dibangun. Jika hal ini terwujud, maka dari kejauhan benteng akan tampak megah berdiri.

Riuh rendah musik band dan keramaian anak muda Makassar di depan Fort Rotterdam menarik perhatian saya. Sebuah tempat nongkrong bernama Kampung Popsah kini berdiri menantang Fort Rotterdam. Di malam hari, lampu aneka warna menyala bagai daya pikat warga Makassar.

Saat saya masuk ke dalamnya, mayoritas pengunjung memang anak muda. Di tengah terdapat panggung dengan live music menghadap ke meja-meja pengunjung. Sementara di sekelilingnya aneka makanan yang umum banyak dijumpai di Jakarta. Sepintas seperti food court dengan nuansa khas anak muda mengingatkan tempat-tempat nongkrong di seputaran Kemang, Jakarta. Melangkah lebih ke dalam, pemandangan begitu memesona. Hamparan laut memanjakan mata. Cocoklah jadi tempat nongkrong bersenda gurau bersama kawan.

Kota Makassar memang telah berkembang pesat selama lima tahun belakangan ini. Makassar bisa disebut sebagai kota transit. Karena kota tersebut memiliki tingkat transit melalui transportasi komersial, baik udara dan laut, tertinggi di Indonesia. Letaknya yang strategis menjadikan Makassar sebagai penghubung ke wilayah Indonesia timur.

"Makassar adalah kota transit terbesar di Indonesia," kata Direktur Promosi Dalam Negeri Kemenbudpar M Faried. Sayangnya orang-orang yang transit tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai potensi pasar wisatawan.

Beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura dengan apik merancang paket wisata khusus untuk pengunjung transit. Misalnya dengan menjual paket city tour 3 jam, 6 jam, atau 9 jam. Potensi pengunjung transit di Makassar ini terlihat jelas saat saya sedang melihat-lihat Fort Rotterdam. Di sana, saya sempat mengobrol dengan dua wisatawan asing asal Finlandia dan Swedia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com