Andaikan kenyataan ini terus menerus terjadi, masuk akal kalau rata-rata pertumbuhan positif wisatawan ke Komodo cuma dalam hitungan ribuan. Meski tidak pas benar, perbandingan dengan Bali yang sukses menyedot pertumbuhan positif hingga bilangan ratusan ribu bahkan jutaan dapat memperkuat dugaan tersebut.
Sementara, kenyataan menunjukkan, sebagaimana penuturan Mak, penetapan tarif moda transportasi laut memang belum berlandaskan patokan resmi. Artinya, tawar-menawar antara wisatawan dan pemilik kapal yang selama ini terjadi. Boleh saja menilai, tindakan seperti itu amat jauh dari profesionalisme pengelolaan pariwisata.
Berangkat dari sisi tersebut, penting artinya pemerintah setempat sebagai pemangku kepentingan sekaligus regulator mengambil inisiatif menyediakan kapal feri trayek Labuan Bajo-Pulau Komodo pergi pulang. "Trayeknya reguler," tambah Direktur Utama Sido Muncul Irwan Hidayat.
Memang, selanjutnya, pembenahan moda transportasi belum cukup untuk mendongkrak nama komodo. Hal lain yang layak menjadi perhatian adalah soal retribusi masuk Taman Nasional Komodo. Peraturan mengenai hal itu ada dalam PP Nomor 59/1998 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ada berbagai pemisahan menyangkut retribusi tersebut. Turis lokal wajib membayar Rp 2.500 per orang untuk ongkos masuk. Turis mancanegara kena biaya Rp 20.000 per orang.
Biaya lainnya adalah penggunaan kamera bagi wisatawan lokal sebesar Rp 5.000. Untuk turis asing, banderolnya Rp 50.000. Lalu, tarif penggunaan handycam turis lokal Rp 15.000 dan wisman Rp 150.000.
Biaya snorkling turis lokal Rp 40.000 per orang dan wisatawan mancanegara Rp 60.000. Sementara biaya diving turis lokal per orang Rp 50.000 sedangkan turis asing Rp 75.000.
Beragamnya biaya ini bisa menjadi bagian yang tidak kompetitif bagi taman nasional tersebut. Meski, pihak pengelola bertahan pada pilihan betapa langkanya hewan komodo.
Patut pula menjadi fokus perhatian adalah keberlanjutan pariwisata komodo bagi generasi penerus. Berangkat dari sisi pembelajaran bagi generasi penerus mulai dari tingkat anak sekolah dasar, pemerintah setempat dapat saja menggratiskan bea masuk ke TN Komodo bagi siswa sekolah dasar.
Sekali lagi, tersedia banyak kesempatan mengelola pariwisata secara lebih baik di Mabar, mulai dari Labuan Bajo hingga Pulau Komodo. Para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan masyarakat, mesti cepat-cepat menangkap kesempatan tersebut. Mumpung nama komodo masih melambung, mengapa tidak?