Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Runtuhnya Benteng Peradaban

Kompas.com - 06/06/2011, 09:16 WIB

Oleh: Lusiana Indriasari

Indonesia memiliki sejumlah benteng yang menjadi saksi perjalanan sejarah bangsa ini sejak sebelum abad ke-16 hingga masa Perang Dunia II. Meski masih ada yang berdiri utuh, sebagian besar benteng-benteng tersebut kini tinggal reruntuhan.

"Selamat datang di benteng terbesar di dunia." Spanduk besar itu terpampang di gerbang masuk Benteng Keraton Wolio yang berlokasi di atas tebing Kota Bau-Bau, Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Benteng seluas 22,4 hektar dengan panjang keliling 2.740 meter ini merupakan ikon pariwisata Kota Bau-bau.

Bagi masyarakat sekitar, Benteng Wolio bukan sekadar sisa sejarah, tetapi juga mendatangkan potensi ekonomi. Ketika kesadaran wisata di dalam negeri mulai terdongkrak, benteng yang dibangun tahun 1578-1615 pada masa Kesultanan Buton ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Sultra, terutama di wilayah Kepulauan Buton, setelah Wakatobi.

”Banyak turis lokal dan asing mampir ke Pulau Buton untuk melihat Wolio sebelum terbang lagi ke Wakatobi,” kata Ali Arham, Kepala Bidang Nilai Budaya dan Pariwisata Kota Bau- Bau. Dengan pesawat kecil, penerbangan dari Buton ke Wakatobi memakan waktu 15 menit.

Potensi ekonomi itu setidaknya dirasakan Burhanudin, warga di sekitar benteng yang menjadi tukang ojek. Dalam sehari, ia bisa mendapat uang Rp 50.000 untuk mengantar tamu yang ingin menjelajah wilayah di dalam benteng. Bulan April lalu, kegiatan Arung Sejarah Bahari yang diadakan Direktorat Geografi dan Sejarah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengerahkan 150 mahasiswa untuk berkunjung ke Benteng Wolio.

Di dalam tembok Benteng Wolio terdapat 624 rumah yang masih mempertahankan gaya arsitektur khas Kerajaan Buton. Pada masa lalu, benteng yang konstruksinya terbuat dari batu karang ini dihuni oleh sultan, pejabat, serta para pegawai kesultanan. Sayangnya, sebagian pemilik rumah kini mulai menggantikan rumah kayu mereka dengan rumah tembok.

Benteng Keraton Wolio merupakan satu dari 100 benteng peninggalan Kerajaan Buton. Dibandingkan benteng lainnya, seperti Benteng Sorawolio, benteng besar ini relatif masih utuh sehingga masih bisa ”dijual” untuk wisatawan.

Terabaikan

Benteng Wolio merupakan benteng yang dibangun pada masa Kesultanan Buton. Benteng ini dibangun oleh para sultan di Buton dengan mengerahkan warga sekitar. Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) memasukkan benteng yang dibangun oleh komunitas di nusantara itu dalam kategori benteng Nusantara.

Martinus Setyo, salah satu surveyor PDA, mengatakan, benteng Nusantara paling banyak terdapat di Indonesia. Namun, kondisinya sudah banyak yang hancur sehingga tidak dikenali lagi.

Selain benteng Nusantara, di penjuru tanah air juga berserakan benteng-benteng kolonial yang dibangun pada masa kolonialisme negara-negara barat di Indonesia dan benteng peninggalan masa Perang Dunia II.

Data survei PDA menemukan 442 benteng di seluruh Indonesia. Dari jumlah tadi, 351 benteng memiliki informasi sejarah, sedangkan 91 benteng lain sama sekali tidak diketahui informasi sejarahnya.

”Dari situ sebenarnya benteng memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah,” kata Nadya Purwesti, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur yang berkantor di Jakarta.

Persoalannya, sebagian besar benteng yang bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan budaya dan sejarah ini dalam kondisi rusak. Kerusakan disebabkan kurangnya kepedulian pemerintah untuk melindungi dan merawat benteng-benteng tersebut.

Menurut Martinus, belum semua benteng masuk dalam daftar benda cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Akibatnya, banyak tangan-tangan manusia yang sengaja merusak bagian-bagian benteng untuk kepentingan pribadi. Kerusakan semacam ini, katanya, paling banyak ditemui pada benteng-benteng di wilayah Indonesia bagian timur.

Di Maluku, misalnya, Benteng Dodinga yang berada di tengah permukiman warga diambil materialnya untuk pengerasan jalan atau memperbaiki rumah warga. Benteng Dodinga yang didirikan pada abad-17 ini pada masa lalu merupakan pos militer penting untuk mengontrol jalur perdagangan rempah- rempah Halmahera Timur ke Ternate. Masih di Maluku juga, warga bahkan menggunakan sisa-sisa benteng lain yang tinggal tapak fondasi untuk mendirikan rumah.

Nasib benteng peninggalan kolonial sama saja. Bekas-bekas persenjataan yang masih terdapat di benteng, seperti meriam, diambil warga setempat. Meriam tersebut dijual kiloan untuk dilebur menjadi bijih besi dan baja.

”Bahkan ada penduduk yang mata pencariannya khusus mengambil meriam, kendaraan sisa perang, dan material besi lain dari benteng,” kata Martinus.

Pemerintah daerah sebenarnya memiliki keinginan memanfaatkan benteng untuk menarik pengunjung datang ke daerah mereka. Keinginan itu diwujudkan dengan memperbaiki benteng-benteng yang rusak. Namun, pada saat memperbaiki, pemerintah setempat tidak memerhatikan kaidah rekonstruksi benda cagar budaya dengan benar.

Sebagian Benteng Wolio, misalnya, dindingnya runtuh karena metode perbaikan yang dilakukan tidak benar. Padahal, selama ini warga setempat menjadikan Benteng Wolio sebagai tempat berkumpul dan bercengkerama. Dengan demikian, sampai kini, benteng tetap menjadi bagian dari peradaban mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Tiket dan Jam Buka Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang

Harga Tiket dan Jam Buka Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang

Travel Update
Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Travel Update
11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

Travel Update
6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Jalan Jalan
Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Travel Update
Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Jalan Jalan
5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Jalan Jalan
Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Jalan Jalan
4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

Travel Update
Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Travel Update
Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Travel Update
Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Jalan Jalan
Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com