Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Konsep Pejalan Kaki di Bukittinggi

Kompas.com - 22/11/2011, 03:46 WIB

”Memang tidak pernah ada karcis. Jika parkir pakai karcis, itu adanya di Plaza Bukittinggi,” kata Afrizal (20), salah seorang juru parkir.

Dalam semalam, Afrizal bisa mengantongi bagian hingga Rp 30.000 dari jasa parkir yang diberikan. ”Itu yang saya dapat setelah saya setor. Parkir hanya ramai pada malam Minggu. Jadi, hari lain saya tidak kerja sebagai tukang parkir,” katanya.

Joni Supriyadi (48), pengunjung di kawasan wisata tersebut, yang ditemui Kompas beberapa waktu lalu, mengaku kecewa terhadap pengaturan parkir yang terkesan seenaknya ini. Padahal, kata Joni, dia rutin mengunjungi kawasan Jam Gadang beserta anggota keluarganya setiap akhir pekan. ”Ya, hendaknya parkir ini diperbaiki karena mengganggu kenyamanan,” katanya.

Pejalan kaki

Sekalipun dianggap tidak terlalu berpengaruh terhadap struktur bangunan Jam Gadang, dosen Jurusan Arsitektur Universitas Bung Hatta, Padang, Jonny Wongso, mengatakan, sesungguhnya bukan seperti itu rencana pengelolaan Jam Gadang. ”Konsepnya itu pedestrian city, dengan lokasi parkir yang berada jauh di luar kawasan Jam Gadang. Tapi, entah mengapa sampai kini belum terlaksana,” katanya.

Dengan konsep itu, Jam Gadang dan kawasan di sekitarnya diharapkan jadi lokasi ideal bagi wisatawan yang ingin berjalan kaki dan menikmati keindahan alam berikut sejumlah bangunan bersejarah di sekitarnya, misalnya Goa Jepang, Taman Monumen Bung Hatta, dan Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma.

Jonny adalah salah seorang anggota Badan Pelestarian Pusaka Indonesia yang bersama Kedutaan Besar Kerajaan Belandaberat—lewat program Share Heritage Fund dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar—merehabilitasi Jam Gadang pada pertengahan tahun lalu.

Rehabilitasi itulah yang memastikan bahwa struktur bangunan Jam Gadang rancangan arsitek bernama Yazid Abidin atau Angku Acik yang berasal dari Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, telah menggunakan besi penyangga. Sebelumnya, dalam berbagai keterangan resmi Pemerintah Kota Bukittinggi soal Jam Gadang, disebutkan bahwa bangunan itu hanya didirikan tanpa besi penyangga dan adukan semen, tetapi dengan campuran kapur, putih telur, dan pasir putih.

”Ya, ternyata Jam Gadang sudah pakai besi penyangga dan juga sudah pakai semen. Satu masa dengan era pembangunan rel kereta api dan baru mulai dihasilkannya semen. Karena itulah, kita lihat kandungan kapurnya sangat bagus,” tutur Jonny.

PT Semen Padang didirikan pada tahun 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com