Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/02/2013, 09:46 WIB
EditorI Made Asdhiana

KOMPAS.com - Palangkaraya, kota pertama saya waktu mengunjungi Pulau Kalimantan. Kota ini ternyata relatif lebih sepi dibandingkan dengan Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, dan Pontianak ketika saya mempunyai kesempatan mendatangi kota-kota tersebut.

Ketika pesawat hampir menjejakkan rodanya di landas pacu Bandara Tjilik Riwut, terhampar di hadapan saya hutan luas dengan diselingi rawa gambut dan segelintir bangunan.

Memang setiap rumah di Palangkaraya memiliki lahan yang luas karena ketika ingin membeli rumah di sana, mereka menjualnya per kaveling yang luasnya hampir 1.000–3.000 meter persegi. Ini artinya jarak antar rumah relatif jauh, walaupun di pinggir  jalan raya sekali pun.

Namun jalan raya di Palangkaraya merupakan jalan besar yang mulus dan rapi. Pantas saja dulu Bung Karno pernah merencanakan Palangkaraya untuk dijadikan ibu kota negeri ini. Hal tersebut ditandai dengan tugu pencanangan pembangunan kota Palangkaraya.

Ketika pertama kali berencana ke Kalimantan, yang ingin dilakukan adalah menjelajah ke pedalaman, menyusuri sungai dan hutan, serta melihat orang utan di habitat aslinya. Sehingga saat itu kami mengambil paket susur sungai yang menghabiskan waktu sekitar 6 jam (PP).

Kapal yang kami tumpangi adalah kapal kayu dengan 2 lantai dan kami memilih untuk duduk di lantai 2. Perjalanan dimulai sekitar pukul 13.00 dari dermaga kecil di belakang tugu pembangunan kota Palangkaraya. Sungai yang kami susuri adalah Sungai Kahayan yang kemudian bercabang ke anak sungainya. Pemandangan yang kami nikmati di sepanjang sungai adalah perkampungan penduduk, dan semakin ke hulu adalah hutan di kanan-kiri sungai.

Setelah menempuh 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan, yaitu tempat keberadaan orangutan. Namun kapal kami tidak boleh terlalu mendekat karena dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas orangutan.

Kami memperhatikan gerak-gerik orangutan yang saat itu sedang nangkring di atas batang pohon yang sudah tinggal batangnya saja. Karena kebetulan saat itu sedang gerimis, dia pun memegang sebuah karung yang nampaknya karung sisa beras dan menutupi kepalanya dengan karung tersebut.

Sungguh seperti manusia gerak-geriknya, dan orangutan pun bisa berpikir seperti manusia, yaitu mencari akal untuk melindungi diri dari air hujan. Orangutan lainnya ada yang sedang santai di pohon, ada yang sedang bercengkerama antara anak orangutan dengan orangutan lainnya yang mungkin itu adalah induknya.

Kami takjub melihat aktivitas orangutan di sana dan kami pun tak lupa untuk mengabadikan momen-momen tersebut. Jumlah orangutan yang kami lihat saat itu ada sekitar 5 ekor, dan di pinggir sungai di dekat lokasi tersebut berdiri pula posko untuk ranger yang melindungi orangutan dan habitatnya. Kira-kira satu jam kami menghabiskan waktu untuk melihat orangutan, karena matahari mulai beranjak ke peraduannya, yaitu sekitar jam 17.00 kami meninggalkan tempat tersebut.

Perjalanan kembali ke dermaga tempat kami berangkat tadi memakan waktu lebih cepat karena kami mengikuti arus sungai mengalir, sedangkan ketika berangkat waktu terasa lebih lama karena kapal kami harus melawan arus sungai sehingga jalannya pun lebih lambat.

Senja itu kami mengabadikan momen matahari terbenam yang begitu indahnya, dengan semburat warna jingga di langit biru. Ketika hari sudah gelap, tempat kami di lantai 2 kapal tidak ada pencahayaan sama sekali, sehingga kami hanya mengandalkan handphone masing-masing utk mendapatkan hiburan dan memutar lagu dari handphone untuk memecah kesunyian.

Beruntung malam itu langit cerah sehingga nampaklah bintang-bintang yang berkelap-kelip menemani sang bulan yang bersinar terang di malam gelap, tentunya dengan suara-suara khas malam dari jangkrik dan teman-temannya.

Angin malam berhembus lumayan kencang sehingga kami kedinginan namun tetap menikmati momen langka tersebut yang tentunya tidak akan kami dapatkan di Jakarta.

Sekitar jam 19.30 kapal merapat di dermaga dan kami pun langsung menuju mobil yang sudah menunggu.

Malam itu kami habiskan dengan bersantap malam di Kampung Lauk, sebuah tempat makan tradisional di pinggir Sungai Kahayan yang menyajikan makanan-makanan khas Kalimantan, yaitu hidangan ikan sungai dengan sayuran khas yang tidak kami temui di Jakarta. (Danawiryya Silaksanti)

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Hari Kedua INDOFEST 2023, Perlengkapan Mendaki Gunung Masih Diburu

Hari Kedua INDOFEST 2023, Perlengkapan Mendaki Gunung Masih Diburu

Travel Update
Jam Buka Taman Surya di Surabaya yang Bisa Dikunjungi Masyarakat Umum

Jam Buka Taman Surya di Surabaya yang Bisa Dikunjungi Masyarakat Umum

Travel Tips
Indonesia Jadi Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia 2023

Indonesia Jadi Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia 2023

Travel Update
Harga Tiket Kapal Pelni Naik hingga 100 Persen per 1 Juli 2023

Harga Tiket Kapal Pelni Naik hingga 100 Persen per 1 Juli 2023

Travel Update
4 Suku yang Menghuni Labuan Bajo, Ada yang Dijuluki Pengembara Laut

4 Suku yang Menghuni Labuan Bajo, Ada yang Dijuluki Pengembara Laut

Jalan Jalan
3 Pantai di Maluku yang Populer, Ada yang Pasirnya Terhalus di Asia Tenggara

3 Pantai di Maluku yang Populer, Ada yang Pasirnya Terhalus di Asia Tenggara

Jalan Jalan
Jepang Akan Longgarkan Syarat Jet Pribadi untuk Gaet Pelaku Perjalanan VIP

Jepang Akan Longgarkan Syarat Jet Pribadi untuk Gaet Pelaku Perjalanan VIP

Travel Update
Danau 19, Tempat Wisata Mancing di NTT yang Punya Kisah Pilu

Danau 19, Tempat Wisata Mancing di NTT yang Punya Kisah Pilu

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Pantai Batu Barak Bali dan Rute Menuju ke Sana

Harga Tiket Masuk Pantai Batu Barak Bali dan Rute Menuju ke Sana

Jalan Jalan
Harga Tiket Pesawat ke Labuan Bajo dari Jakarta, per Juni 2023

Harga Tiket Pesawat ke Labuan Bajo dari Jakarta, per Juni 2023

Travel Tips
7,14 Juta Orang Terbang dari Bandara AP II Sepanjang Mei 2023

7,14 Juta Orang Terbang dari Bandara AP II Sepanjang Mei 2023

Travel Update
5 Fakta Labuan Bajo di NTT, dari Lokasi hingga Oleh-oleh

5 Fakta Labuan Bajo di NTT, dari Lokasi hingga Oleh-oleh

Jalan Jalan
Jembatan Kretek II Bantul Diresmikan, Bakal Dilengkapi Fasilitas Wisata

Jembatan Kretek II Bantul Diresmikan, Bakal Dilengkapi Fasilitas Wisata

Travel Update
Apa Itu Ritual Pensakralan Api dalam Perayaan Waisak?

Apa Itu Ritual Pensakralan Api dalam Perayaan Waisak?

Travel Update
Libur Panjang di Gunungkidul, Bisa Nonton Pameran Batik di Pantai Sepanjang

Libur Panjang di Gunungkidul, Bisa Nonton Pameran Batik di Pantai Sepanjang

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+