Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Terisolasi di Pegunungan Tambrauw

Kompas.com - 11/04/2013, 03:00 WIB

Ketiadaan pelayanan kesehatan ini yang menyebabkan kondisi kesehatan warga Kwesefo, yang berjumlah 175 orang, terabaikan. Saat tim kesehatan gabungan dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Papua Barat, bersama Unit Kerja Percepatan Pembangunan Papua/Papua Barat, mengecek kesehatan warga, Minggu (7/4) dan Senin, mereka mendapati 12 bayi dan anak berusia di bawah lima tahun kurang gizi. Jumlah ini hampir separuh dari jumlah anak yang dicek kesehatannya.

”Tidak ada kesadaran warga akan perilaku hidup bersih dan sehat. Inilah yang membuat anak-anak kurang gizi, cacingan, atau diare,” ujar Muchtar Nasir, dokter dari Kementerian Kesehatan yang termasuk dalam tim kesehatan gabungan.

Tidak ada pula sekolah ataupun guru di Kwesefo yang bisa memberikan kesadaran terhadap warga untuk hidup bersih dan sehat. Satu-satunya cara untuk sekolah, anak-anak harus berjalan kaki ke Sujat atau ke Kwoor dengan waktu tempuh satu sampai dua hari.

Kekurangan gizi sebetulnya tak perlu terjadi karena tanaman yang tumbuh subur di sekeliling mereka sudah menyediakan gizi yang dibutuhkan tubuh. Tanaman kasbi (ubi kayu), keladi (talas), betatas (ubi jalar), bahkan sagu terlihat di sekeliling kampung. Tampak pula sayuran, seperti bayam dan pakis. Tanaman pisang juga banyak terlihat. Selain itu, warga juga beternak ayam yang bisa menjadi sumber protein.

Namun, dari semua hasil kebun yang ada, menurut Octovianus, warga lebih memilih makan karbohidrat, seperti kasbi, keladi, dan betatas. Sementara hasil kebun lainnya hanya sesekali dimakan. ”Kadang-kadang sisanya dibawa dan dijual ke kota. Namun, tidak sering karena jarak ke kota jauh. Sebagian besar hasil dibiarkan begitu saja,” katanya.

Kondisi ini sekaligus membantah terjadinya kematian 95 orang (dikoreksi jadi 84 orang) akibat busung lapar dan gizi buruk di kawasan itu, seperti diinformasikan LSM Belantara yang diragukan akurasinya. Di Kwesefo, misalnya, tak ada warga yang meninggal sejak pertengahan 2012. Di Jokbi Joker, tim kesehatan gabungan hanya menemukan dua kuburan baru. Sementara di Mbatde, berdasarkan laporan warga ke BPBD Tambrauw, ada sembilan orang meninggal selama Desember 2012-Maret 2013. Pemicunya adalah diare dan malaria.

Terlepas dari simpang siurnya data warga yang meninggal, fakta yang jelas adalah ketiga kampung di pedalaman Pegunungan Tambrauw itu masih terisolasi dari pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan pelayanan, mereka harus berjalan berhari-hari meski dalam kondisi sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com