Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2013, 15:12 WIB
Di dunia persulaman, nama Minangkabau sudah mendunia. Produk sulam buatan perempuan Minang sudah sampai ke negara di Eropa dan Asia lainnya. Bagi perempuan Minang, sulam lebih dari sekadar telisik benang merajut keindahan. Sulam adalah wujud kesadaran politik serta kemampuan untuk memberdayakan diri.

Jejak kesadaran politik perempuan Minang bisa ditelusuri di Koto Gadang. Lokasinya tidak jauh dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Meski namanya Koto Gadang, yang berarti kota besar, sebenarnya wilayah itu sebuah desa seluas sekitar 640 hektar.

Kesadaran politik melalui keterampilan menyulam dimulai oleh perempuan Koto Gadang sekitar tahun 1900. Sulam menjadi pintu masuk pendidikan bagi perempuan. Cikal bakal organisasi perempuan di Indonesia juga lahir di desa ini.

Koto Gadang berada di utara kaki gunung Singgalang, di tepi Ngarai Sianok, tidak jauh dari kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam Sumatera Barat. Hawa dingin dan lembab menyergap saat kami menyusuri kawasan perbukitan yang berkelok-kelok menuju Koto Gadang. Jalan sempit dan tikungan tajam membuat kendaraan harus saling mengalah saat berpapasan.

Kami melintasi Ngarai Sianok yang terkenal. Tebing curam di kiri-kanan jalan seperti benteng alam yang melindungi desa di sekitarnya. Di beberapa bagian ”tembok” tinggi itu konon memiliki air terjun.

Memasuki Koto Gadang, di perempatan jalan desa berdiri rumah gadang yang dinding luarnya berlapis ornamen berwarna warni. Tak jauh dari situ ada penunjuk arah bertuliskan Kerajinan Perak dan Sulam Amai Setia.

Tiba di lokasi itu, kami melihat rumah panggung besar dari kayu. Berdiri kokoh di atas lahan yang posisinya agak tinggi dari badan jalan. Di dinding luarnya tercetak tulisan besar: Keradjinan Amai Setia 1915.

Di rumah itu, Roehana Koeddoes (1884-1972), anak jaksa yang lalu menjadi wartawan perempuan pertama di Indonesia, merintis pendidikan bagi perempuan Koto Gadang. Ia bersama Hadisah, ahli dan saudagar tenun pada zamannya, dan Rekna Poeti, rekan perempuannya yang lain.

Dalam buku 100 Tahun Kerajinan Amai Setia disebutkan, kesempatan sekolah bagi perempuan di masa itu tak seluas laki-laki. Tekanan adat dan penafsiran agama yang salah membuat perempuan sulit melakukan kegiatan di luar batas yang ditentukan, termasuk tekanan dari pemerintah kolonial Belanda.

Roehana menyiasati dengan memberikan pendidikan keterampilan sulam, tenun, menjahit, dan merenda yang disisipi pelajaran baca-tulis-berhitung. Ia mengajarkan bahasa Arab, Melayu, dan Belanda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Face Recognition di Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Berlaku Hari Ini

Face Recognition di Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Berlaku Hari Ini

Travel Update
Cara Naik Kereta Cepat Whoosh, Gratis sampai 7 Oktober 2023

Cara Naik Kereta Cepat Whoosh, Gratis sampai 7 Oktober 2023

Travel Tips
Batik Banyak Dikenakan Tokoh Dunia, Diharapkan Bisa Tingkatkan Ekspor

Batik Banyak Dikenakan Tokoh Dunia, Diharapkan Bisa Tingkatkan Ekspor

Travel Update
Ekspor Batik Belum Signifikan, Menparekraf Dorong Peningkatan 30 Persen

Ekspor Batik Belum Signifikan, Menparekraf Dorong Peningkatan 30 Persen

Travel Update
Rumah Batik Palbatu di Tebet: Lokasi, Jam Buka, dan Tarif Workshop

Rumah Batik Palbatu di Tebet: Lokasi, Jam Buka, dan Tarif Workshop

Travel Tips
5 Tips Berkunjung ke Museum Tekstil di Jakarta, Datang Lebih Awal

5 Tips Berkunjung ke Museum Tekstil di Jakarta, Datang Lebih Awal

Travel Tips
India Bakal Larang Pilot Pakai Parfum?

India Bakal Larang Pilot Pakai Parfum?

Travel Update
Jakarta Pernah Punya Kampung Batik, Kini Sudah Tiada

Jakarta Pernah Punya Kampung Batik, Kini Sudah Tiada

Travel Update
Hari Batik Nasional 2 Oktober 2023, Museum Batik Indonesia di TMII Diresmikan

Hari Batik Nasional 2 Oktober 2023, Museum Batik Indonesia di TMII Diresmikan

Travel Update
KAI Akan Luncurkan Kereta Mewah Kompartemen, Ini Fasilitasnya

KAI Akan Luncurkan Kereta Mewah Kompartemen, Ini Fasilitasnya

Travel Update
Wayang Jogja Night Carnival Digelar 7 Oktober 2023, Bawakan Cerita Karangan Sri Sultan HB X

Wayang Jogja Night Carnival Digelar 7 Oktober 2023, Bawakan Cerita Karangan Sri Sultan HB X

Travel Update
Pohon Robin Hood 300 Tahun di Inggris Ditebang, Pelakunya Ditahan Polisi

Pohon Robin Hood 300 Tahun di Inggris Ditebang, Pelakunya Ditahan Polisi

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Tekstil Jakarta, Coba Ikut Membatik

Cara Berkunjung ke Museum Tekstil Jakarta, Coba Ikut Membatik

Travel Tips
5 Aturan Berkunjung ke Museum Tekstil Jakarta, Patuhi Arahan Petugas

5 Aturan Berkunjung ke Museum Tekstil Jakarta, Patuhi Arahan Petugas

Travel Tips
Aturan dan Cara ke Museum Batik Indonesia di TMII, Dekat dari LRT

Aturan dan Cara ke Museum Batik Indonesia di TMII, Dekat dari LRT

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com