Multatuli adalah nama samaran Eduard Douwes Dekker yang berkebangsaan Belanda. Seperti dikutip dari tulisan Myoung-suk Chi di laman www.iias.nl, Multatuli yang berarti ”Aku telah banyak menderita” merupakan identitas pseudonym Eduard Douwes Dekker.
Novel Max Havelaar bercerita tentang penderitaan rakyat akibat praktik penjajahan Belanda yang mengisap kekayaan dan kekuatan rakyat. Kisah yang turut mengubah sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.
”Tapi, apa benar ini rumahnya,” kata Suliman (50), Sabtu (29/3/2014), saat melihat sebuah bangunan tak terawat di dalam lingkungan RSUD Dr Adjidarmo, Rangkasbitung, Lebak, Banten. Hari itu Suliman mengantar istrinya, Juha (39), ke rumah sakit tersebut untuk memeriksakan kondisi rahimnya.
Akan tetapi, tidak seorang pun yang siang itu ditemui mengetahui tentang Multatuli, Max Havelaar, Eduard Douwes Dekker, atau fakta bahwa itu merupakan lokasi bersejarah. Tidak Ade Karyadi (38) yang tengah menunggui orangtuanya, tidak juga Deden (22) yang sedang menunggu Wahyudi (20), adiknya yang dirawat di rumah sakit itu.
Menurut Ade, tempat itu dipilih oleh keluarga pasien untuk berlindung dari hujan. ”Sebelumnya banyak sampah berserakan sehingga kami harus membersihkannya terlebih dahulu,” katanya.
Di depan bangunan itu dipasang dua papan pengumuman. Papan pertama bertuliskan ”Cagar Budaya Rumah Multatuli”. Sementara papan di sebelahnya bertuliskan ”Peringatan Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya”.
Ia kemudian tekun membaca keterangan dalam papan pengumuman itu. Untuk sejenak, ingatannya tercampur antara Eduard Douwes Dekker dan tokoh lain bernama Ernest Douwes Dekker alias Setiabudi yang bersama Dr Soetomo dan dr Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan tiga serangkai pergerakan Indonesia.
”Astagfirullahaladzim,” kata Suliman saat kami melongok bagian belakang bangunan itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.