Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayo Menulis, Agar "Traveling" Bisa Beri Penghasilan

Kompas.com - 26/10/2015, 16:06 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

KOMPAS.com - Pelesiran tak melulu soal menghabiskan tabungan bulanan. Meski wisata jadi kebutuhan, tak berarti ia harus jadi beban pengeluaran.  Jika tahu celahnya, berwisata bisa beri penghasilan, bahkan melebihi pengeluaran wisata itu sendiri.

“Lebihnya bisa untuk jalan-jalan lagi deh,” terang penulis buku Backpacking Hemat ke Australia, Elok Dyah Messwati dalam seminar Indonesia Diversity, di Jakarta, Minggu (25/10/2015).

Berikut beberapa cara agar jalan-jalan tak hanya mengeluarkan uang, tetapi bisa jadi sumber pemasukan. Hal yang diperlukan hanya dua: alat tulis dan alat foto. Silahkan pakai alat apapun yang memenuhi fungsi itu.

Menulis pengalaman jalan-jalan adalah salah satu cara efektif. Salah satu nama yang sudah tak asing dengan jalan-jalan dan menulis adalah Trinity. Bukunya seri "Naked Traveler" bahkan masuk dalam daftar Frankfurt Book Fair 2015, sebuah pameran buku paling bergengsi di dunia.

Jadi menulis barang tentu jadi satu langkah tepat. Tetapi menulis yang seperti apa yang menghasilkan? Elok memberi dua alternatif yang dapat dicoba: mengirim untuk media massa atau menulis buku. Masing-masing punya tantangan tersendiri.

“Pahit-pahitnya jika tidak dimuat, kita bisa masukan ke blog sendiri,” terangnya.

Khusus untuk media massa, berikut beberapa hal yang dapat ditulis selama perjalanan menurut Elok Dyah.

Soal destinasinya

Jika tempat yang dikunjungi termasuk tempat langka sepi wisatawan, maka tulisan tentang destinasi itu sendiri sudah menarik. Bisa jabarkan soal keindahan alamnya, keindahan desa dan kotanya, atau sekadar mendeskripsikan soal laut atau gunungnya.

Kebudayaan setempat

Seperti apa adat istiadat di sana. Banyak tempat yang memiliki adat menarik, seperti pengalaman Elok saat di suku Dayak Nganju, Kalimantan Tengah. Wartawan Harian Kompas ini pernah menulis empat artikel perihal Ritual Tiwah yang dilakukan Dayak Nganju.

Ritual ini adalah ritual kematian tingkat akhir yang dilakukan untuk mengantar arwah jenazah ke Lewu Tatawu (surga). Prosesinya secara garis besar adalah menggali kembali makam jenazah.

Selain adat istiadat, bisa juga menulis soal bahasa setempat, kebiasaan yang dilakukan masyarakat sehari-hari, kearifan lokal, atau mengangkat kuliner tempat tersebut.

Kondisi masyarakat

Respon masyarakat terhadap pengunjung juga jadi hal menarik. Apakah masyarakatnya ramah atau acuh pada turis. Apakah masyarakatnya terbuka atau tertutup. Satu contoh tak asing soal ini adalah ragam ulasan mengenai Suku Baduy.

Hal lain yang dapat diangkat?

Ada beberapa hal lainnya, misalnya festival yang menarik di wilayah tersebut. Atau sejarah yang ada di tempat tersebut.

Hal-hal di atas kadang tak semudah yang terdengar. Menggali informasi bisa jadi sulit di lapangan. Elok sendiri mengibaratkan menulis seperti memasak.

“Kita kumpulkan saja dulu bahan sebanyak-banyaknya, dari wawancara dengan masyarakat, pengalaman, dan sebagainya, baru tentukan akan menulis apa,” terang Elok. Untuk mengumpulkan bahan dan merangsang ide menulis kelak, Elok memberi tipsnya sendiri.

Catat setiap hal

Elok masih berpegang pada pulpen dan kertas. Ia selalu menulis apa saja yang ia dapat di perjalanan, mulai dari informasi sampai nama pemberi informasi.

“Tak harus pakai kertas, kalau nyaman dengan HP ya tidak masalah rasanya,” terang Elok.

Foto

Usai seru pelesiran, biasanya ide akan buntu di atas meja dan laptop. Maka untuk menyegarkan kembali nuansa wisata, Elok menggunakan foto. Sering idenya muncul setelah melihat foto-foto perjalanan yang ingin ia tulis. Tapi jangan salah, foto sendiri sebagai karya dapat jadi sumber pemasukan berbeda.

Cara kirim ke media massa?

Beberapa media massa memiliki rubrik yang disediakan untuk umum. Namun, Elok juga menyarankan untuk ikut ragam kegiatan yang diselenggarakan media massa tertentu, terutama jika berkaitan dengan pelatihan.

“Kita jadi kenal orang dalam dan tahu mereka butuh tulisan seperti apa, jadi bisa kita kirim ke mereka,” terang Elok.

Indonesia Diversity adalah komunitas berbasis digital yang mengajak anggotanya untuk berbagi pengalaman pelesir soal Indonesia. Pengalaman dapat dibagi dalam tiga media: tulisan, foto, dan video. Minggu (25/10/2015) kemarin menjadi peluncuran komunitas ini. Acara terdiri dari beragam kegiatan dari pameran foto, ideo, termasuk seminar atau talkshow soal wisata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com