Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyemai Asa di Pesisir Malang

Kompas.com - 02/06/2016, 20:03 WIB

PESISIR selatan Malang dikenal dengan pesona wisata pantai. Kawasan Sendang Biru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan yang berjarak sekira 70 kilometer dari Kota Malang, mempunyai ‘kepingan surga’ kecil yang berwujud pada pesona pantainya.

Bahkan di akhir tahun 1980-an laut selatan Malang, termasuk kawasan Sendng Biru, dikenal sebagai lumbung ikannya Jawa Timur. Laut di Malang selatan pernah menjadi kawasan makmur dengan sumber daya ikan melimpah. Jenis ikan tuna, udang barong,  cakalang dan cumi – cumi, menjadi primadona hasil laut dua dasawarsa silam.

Namun tak banyak yang tahu, keindahan alam di Sendang Biru nyaris hilang setelah gegap gempita reformasi 1998. Kala itu, hutan tropis pantai yang menjadi habitat lutung jawa, banteng dan berbagai satwa lain dibabat habis.

Kawasan yang indah ini dahulu rusak parah dan hanya menyisakan semak kering serta bekas potongan mangrove. Semakin sulitnya mendapatkan sumber makanan di Sendang Biru pada tahun 2004 membalikkan label dari daerah makmur ikan menjadi daerah miskin, hingga pemerintah mengirim bantuan beras untuk warga.

Pembalakan hutan secara massal pasca reformasi berdampak langsung pada hilangnya kekayaan ikan. Gundulnya hutan tropis di perbukitan sekitar pesisir pantai selatan Sendang Biru menyebabkan erosi tanah. Tanah longsor hingga ke laut dan merusak ekosistem di dalamnya termasuk ikan.

Merajut alam pesisir Sendang Biru

Kenyataan yang terpapar pada berbaliknya kondisi ekonomi warga Sendang Biru dari makmur menjadi miskin, ikut dirasakan Saptoyo, seorang warga Sendang Biru. Saptoyo bersama keluarga, sebenarnya hidup cukup dari beberapa usaha yang dijalankannya.

“Ketika 2004, itu terjadi paceklik ikan kami merasa terpukul, baru kami cari akar masalahnya. Apa sih penyebabnya. Akhirnya saya berusaha untuk keliling ke daerah waktu kecil mencari ikan, pas lihat ke sana mangrove sudah habis," katanya. 

Di sana, lanjutnya, ia menemukan banyak gergaji chainsaw untuk memotong pohon. Mereka pun mengira-ngira apa mungkin dari hal tersebut.

"Akhirnya kami ingin membuat sesuatu sebagai balas budi saya terhadap tempat itu. Karena tempat ini benar-benar berjasa buat keluarga saya, jadi jasanya karena sebagai sumber nafkah ibu saya sebagai seorang single parent pada waktu itu pencarian alternatif setelah bertani, dan di sela-sela bertani dia mengais ikan dengan neser bahasa kampung, pakai bambu, sebagai nampah,” katanya.

Tahun 2004, menjadi perkenalan Saptoyo pada ekosistem pesisir. Saptoyo mulai menanam bakau atau mangrove di waktu luangnya. Kegiatan menanam mangrove terus dilakukannya, hingga tahun 2012 ia diperkenalkan dengan kelompok masyarakat pengawas (kemaswas) oleh dinas kelautan dan perikanan.

Informasi tentang ekosistem pesisir diserap dan seterusnya membulatkan tekad Saptoyo untuk total berkegiatan konservasi di kawasan pesisir Sendang Biru. Dukungan penuh keluarganya, menjadikan Saptoyo semakin gigih melakukan konservasi.

Buah jatuh tak jauh dari pohon. Ungkapan yang tampaknya pas untuk Lia Putrinda Anggawa Mukti, putri Saptoyo, yang ikut ‘terjangkit virus konservasi’. Bersama lima warga Sendang Biru yang konsisten melakukan konservasi, lahirlah Bhakti Alam.

Kelompok masyarakat ini semakin besar seiring waktu berjalan. Bahkan kawasan Clungup dan beberapa pantai di pesisir Malang Selatan, menjadi kawasan yang dikelola Bhakti Alam untuk konservasi.

Perjuangan Bhakti Alam melalui jalan terjal terutama pada awal aktifitasnya. Pernah mendapat apresiasi dari kepala daerah, ternyata tidak menjadikan kegiatan dan aktifitas Bhakti Alam berjalan mulus.

Alih-alih membangun kesadaran dengan menerapkan pembelian bibit bagi para pengunjung untuk ikut menanam mangrove, Saptoyo bersama dua anggota Bhakti Alam justru ditangkap aparat dengan tuduhan masuk kawasan perlindungan tanpa izin.

KompasTV Rumah Apung jadi embrio wisata bahari.
Padahal perlakuan atau model konservasi yang coba diterapakan di Clungup Mangrove Conservation, yang diawali dengan pemberian bibit gratis malah tidak ada kesungguhan dari para pengunjung yang menanam.

Bibit pun mati sia-sia karena asal menanam. Ketika penerapan model penanaman mangrove ini dikenakan biaya yang dimulai dari seribu rupiah hingga terakhir di angka enam ribu rupiah, lagi-lagi menjadi tuduhan baru.

Saptoyo dan pengelola Clungup Mangrove Conservation dituduh memperkaya diri. Kenyataannya, dari penanaman biji untuk pembibitan hingga siap untuk ditanam bukan tanpa pembiayaan.

Terlepas dari soal nilai uang, ada kesadaran yang ingin di tanamkan ke pengunjung ketika menanam dengan membeli, maka ketika menanam bibit mangrove akan dengan kesadaran penuh bahwa dia membeli tanaman itu. Harapannya, menanam mangrove pun akan menggunakan hati.

Kas kelompok pun habis untuk menyelesaikan masalah atau kasus yang justru sebenarnya sudah berjalan sesuai koridor hukum. Belajar dari masalah satu ke lainnya, menjadikan lembaga Bhakti Alam semakin kuat dan siap melakukan konservasi, mulai dari sisi kelengkapan adminsitrasi dan hukum, hingga kesiapan Bhakti Alam mengelola bidang baru yang tetap dilakukan di darah pesisir sendang biru dan dengan tetap berprinsip pada pemberdayaan warga lokal.

Konservasi Mangrove di Clungup ala Bhakti Alam

Kegiatan konservasi yang dilakukan Bhakti Alam semakin besar seiring pengelolaan kawasan mangrove, pesisir dan pantai yang konsisten. Kegiatan yang lebih fokus pada konservasi mangrove melahirkan gerakan baru dari Bhakti Alam yang berlabel Clungup Mangrove Conservation. Sesuai namanya, pengelolaan Clungup Mangrove Conservation tidak berorientasi pada bisnis.

Lia membeberkan sistem rekrutmen bagi keanggotaan Bhakti Alam yang lebih memprioritaskan warga sendang biru, yang notabene dulu ikut merusak mangrove dan terumbu karang.

KompasTV Tenda-tenda yang bisa didirikan di Pantai Gatra.
“Sebelum beranjak ke tahun 2015, diawal 2015 SOP sudah paten. Dan SOP yang sudah paten dari segi rekrutmen mereka harus tahu dan paham mengenai SOP itu, dan proses rekrutmen itu sendiri kami lebih menanamkan sebuah ideologi, paham bahwa kita bergerak dilingkungan maka ekonomi adalah bonus. Makanya untuk rekrutmen sendiri membutuhkan waktu 1 minggu. Jadi ada proses penanaman teori, 2 hari selanjutnya cek sampah keluar, 2 hari selanjutnya kepemanduan, menjaga toilet, cek di tiga warga, snorkeling, pengawasan pantai itu juga harus masuk ke proses rekrutmennya,” katanya.

Pengunjung harus melewati dua pos pemeriksaan untuk masuk ke beberapa pantai. Anggota Bhakti Alam yang berada di pos baik di pos 1 dan dua, sudah dibekali seni berkomunikasi pada para  pengunjung. Hal paling penting adalah tetap memberi informasi bahwa clungup adalah kawasan konservasi yang harus dan terus dirawat.

“Memang awalnya kita sudah memberikan pemahaman di pos-pos depan karena ada pos 1 dan pos 2, kami juga melihat ketika tamu sudah reservasi juga pemberitahuan khusus kepada lembaga, lagi-lagi kami juga melihat kondisi tamu di lokasi, kondisi tamu, semisal alas kaki, kondisi badan yang tidak fit, berpekalan yang tidak ada. Kami memberikan pertimbangan ulang," ungkapnya.

"Perjalanan sepanjang ini, kemudian logistik apakah cukup, ketika kami sudah melakukan itu mereka sudah kembali memilih. Ketika dilokasi sana oh iya saya kok jalannya begini, bisa dipertimbangkan lagi mau ke konservasi sana atau tidak, tapi biasanya mereka nekat,” terang Lia Putrinda melihat pola dan karakter pengunjung yang datang.

Saptoyo menegaskan bahwa kawasan ini pada dasarnya adalah kawasan konservasi, jadi ada penerapan kuota untuk pengunjung dengan tujuan menjaga kelestarian pesisir. Dalam sehari, maksimal pengunjung adalah 600 orang yang terbagi dalan 2 spot besar. Ini pun Savana mini dan Pantai Tiga Warna.

Pengunjung yang memilih Pantai Tiga Warna diberi jatah waktu dua jam dan setelahnya bergantian dengan kelompok pengunjung baru. Ketika surut putaran kelompok untuk masuk di savanna mini dan pantai tiga warna bisa hingga 200 orang dalam sehari.

Ketika pasang bisa dimungkinkan hingga sekira 350-an orang. Sementara untuk Clungup dan Gatra daya tampungnya bisa 500 orang.

Yang paling unik adalah penerapan kuota pengunjung di kawasan Clungup Mangrove Conservation. Di kawasan Clungup yang sekarang diserahkan kepada Bhakti Alam untuk pengelolaannya, terdiri dari 8 pantai.

Bangsong Asworo, pantai yang berpontensi untuk konservasi penyu, karena area ini tempat penyu beraktivitas. Dari berjemur, mencari makan hingga perkawinan ada di pantai ini.

Di belakangnya adalah hamparan mangrove. Dari pandan ke delegasi pantai lalu ke lindung mestinya tapi berfungsi sekarang menjadi lahan pertanian.

Di Pantai Clungup clungup dan Gatra, ini murni gugusan mangrove, dan menjadi pusat  konservasi mangrove. Kemudian Savana mini batu, Puncak Bukit Wareng sampai Pantai Tiga Warna adalah tempat atau spot konservasi terumbu karang dan ikan langka.

Di area Clungup, ada fenomena menarik yaitu ketika waktu pasang air mengisi pasir yang seperti gosong dan menjorok masuk, hingga aman dari gelombang. Airnya yang dangkal membuat pengunjung aman untuk bermain air.

Dalam kondisi surut masih terdapat cebakan air laut. Ini yang tidak terdapat di kawasan lain. Area pantai lain yang menjadi pengelolaan Clungup Mangrove conservation adalah pantai kondang buntung.

Pantai Tiga Warna saat ini menjadi spot pengembangan terumbu karang. Salah satu anggota Bhakti Alam yang intens mengurus terumbu karang adalah Ferik Antyo Wibowo. Ferik yang berlatar belakang pendidikan di ilmu perikanan menjadi modal penting mengenal dan mengetahui bagaimana merawat dan memperlakukan terumbu karang.

“Di tiga warna ini ada beberapa terumbu karang harus dilindungi, ada akropora, ada montifora, lalu soft coral. Kami juga mengajukan wilayah Tiga Warna dan sepanjang pesisir ini untuk menjadi marine protect area. Jadi masuk ke KKLD, kawasan konservasi laut daerah, yang digagas oleh kelautan daerah," katanya

"Yang nantinya wilayah ini tidak boleh ada penangkapan ataupun eksploitasi yang bersifat merusak. Karena di sini juga ada hewan-hewan langka yang dilindungi, contohnya ada kimia, ada ikan-ikan yang juga harus dilindungi, terumbu karangnya terutama, karena itu akan menarik ikan-ikan untuk bertelur di sini. Ini akan memudahkan nelayan untuk mencari ikan,” terang Ferik panjang lebar.

Pengembangan terumbu karang hanya dilakukan di lakukan di Pantai Tiga Warna, karena area pantai yang lain ketika surut atau kering berpontensi terjadi kerusakan karena terinjak dan pertumbuhannya juga kurang bagus.

Terumbu karang ini menjadi daya tarik pengunjung yang menyesap keindahan bawah laut menggunakan snorkel lengkap dengan pelampung untuk keamanan pengunjung.

Ada harapan dari para penjaga kawasan pesisir ini. Ada mimpi yang ingin diwujudkan, dari penularan virus konservasi ke kalangan muda, pemberdayaan warga lokal untuk mengelola kawasan Sendang Biru menjadi spot ekowisata yang tetap berbasis konservasi. Perlahan, asa yang mereka semai mulai menampakkan wujud yang indah. (Kompas TV/Herwanto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Travel Update
6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

Travel Tips
Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com