Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (20): Perayaan Akbar

Kompas.com - 29/08/2008, 07:49 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Bendera merah dengan lima bintang emas berkibar di seluruh penjuru Lhasa. Provinsi ini sedang bersolek merayakan empat puluh tahun berdirinya Tibet Autonomous Region (T.A.R), empat puluh tahun yang merombak total wajah dan kehidupannya.

Di hadapan Istana Potala, bendera besar berwarna merah berkibar gagah. Lagu kebangsaan China, “Bangkitlah.... orang-orang yang tak hendak menjadi budak ....” membahana. Barisan tentara berseragam hijau memainkan terompet, seruling, genderang. Yang lainnya melakukan gladiresik, menyambut upacara perayaan akbar yang akan berlangsung di lapangan di depan Potala.

Pada tahun 1951, utusan pemerintahan Tibet di bawah Dalai Lama menandatangani perjanjian dengan pemerintah komunis di Beizing. Tibet, walaupun punya pemerintahan sendiri, tak pernah diakui oleh negara mana pun sebagai negeri berdaulat. Salah satu poin perjanjian itu adalah menyatakan Tibet adalah bagian dari Republik Rakyat China dengan otonomi. Peristiwa bersejarah itu dirayakan sebagai terbebasnya Tibet, kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Tahun-tahun berikutnya, kedudukan Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual sekaligus dewa di hati orang Tibet, secara perlahan namun pasti, mulai tergeser, hingga pada akhirnya sang pemimpin melarikan diri ke India tahun 1959. Tanggal 1 September 1965, berdirilah Daerah Otonomi Tibet (T.A.R) dengan wilayah yang jauh lebih kecil daripada teritorial Tibet di bawah pimpinan Dalai Lama. Tibet yang dulunya terdiri atas Ü-Tsang, Amdo, dan Kham, kini hanya tersisa Ü-Tsang dan bagian barat Kham saja.

Tibet melewati masa-masa sulit bersama kegilaan Revolusi Kebudayaan yang melanda seluruh penjuru China. Kuil-kuil dirusak, biksu ditangkap dan gulungan sutra dihancurkan. Adat kuno, kepercayaan, feodalisme, dibasmi sampai ke akar-akarnya. Bukan hanya Tibet yang luluh lantak, semua provinsi, kota, desa, sampai kampung di negeri ini mengalami nasib yang sama.

“China memang berhutang kepada seluruh penduduknya, terutama bangsa minoritas, tetapi Tibet sebenarnya adalah anak kesayangan China.” kata Li, namanya terpaksa disamarkan, seorang pemuda dua puluh tahunan asal Sichuan.

Setelah keadaan nasional mulai stabil, pemerintah pusat mengucurkan dana besar untuk pembangunan daerah-daerah di bagian barat negeri yang tertinggal. Tibet salah satunya yang mendapat perhatian paling besar. Pembangunan di tempat terpencil di atap dunia ini sangat gencar.

Jalan raya mulus menghubungkan Tibet dengan provinsi-provinsi tetangga, melepaskan isolasinya. Gedung-gedung tinggi di kota Lhasa juga menunjukkan betapa pesatnya perubahan itu. Sekolah, rumah sakit, toko, bermunculan di seluruh penjuru. Investasi juga menggila.

Para pedagang dan pebisnis berdatangan dari Sichuan, Xinjiang, dan provinsi lainnya. Turisme pun mulai menggeliat. Tibet, perlahan-lahan bukan lagi dunia Shangrila yang tersembunyi di ujung dunia. Tibet sudah terhubung dengan alam normal, terjamah globalisasi dan modernisasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com