Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (164): Terbungkus

Kompas.com - 23/03/2009, 06:39 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Imam berkomat-kamit membaca doa. Pengantin pria menundukkan kepalanya, tegang sekali. Para pria mengelilingi sebuah lingkaran di dalam rumah darurat. Rintik-rintik hujan dan deru angin menembus melalui lobang pintu dan jendela. Di sinilah akad nikah berlangsung.

Saya terbayang pernikahan Kashmir yang pernah saya baca. Ratusan orang menari-nari di jalan, dengan tetabuhan musik dan senandung lagu-lagu, menembus keheningan barisan gunung-gunung yang menggapai langit. Makanan melimpah ruah. Orang-orang berpesta pora.

Tetapi di sini, enam bulan lalu gempa dahsyat telah menghancurkan semuanya. Bukan hanya rumah yang hancur, tetapi juga keluarga, manusia, hewan ternak, harta benda, mimpi dan cita-cita. Semua dirundung kesedihan karena kehilangan sanak saudara. Banyak desa yang musnah, sisanya lagi tinggal sebagian saja penduduknya. Longsor menghanyutkan rumah-rumah. Manusia bangkit dari puing-puing reruntuhan.

Tetapi hidup masih harus terus berjalan bukan? Setelah sekian bulan berlalu, pelan-pelan hidup mulai bangkit dari kehancuran. Setelah melewati Ramadan, Idul Fitri, hingga empat puluh hari perkabungan Muharram, pasangan-pasangan berbahagia pun dinikahkan, menempuh hidup baru yang berawal dari bongkahan kehancuran.

Lupakan pesta perkawinan Kashmir yang mewah dan berwarna-warni. Sekarang, kita kembali ke reruntuhan, barisan tenda, dan rumah darurat yang masih belum jadi. Di sinilah akad nikah dilangsungkan. Dalam keheningan dan kesederhanaan, di bawah hujan yang bergemuruh dan angin yang menyapu.

Imam mengumpulkan KTP orang-orang yang akan menjadi saksi pernikahan ini, kemudian dicatat dalam buku pusakanya, buku tebal ratusan halaman yang mencatat entah berapa ribu pasangan pengantin. Kemudian, paman Vicky menemani sang imam ke tempat kaum perempuan. Apa yang terjadi di sana, saya tak tahu sama sekali. Tempat perempuan sama sekali terlarang buat kami kaum pria.

Imam datang lagi. Pengantin pria membubuhkan tanda tangan di buku itu. Imam memimpin doa. Semua yang hadir menengadahkan tangan, dan kemudian serentak mengucap ‘amin’. Selesai. Acara akad nikah sudah dilangsungkan. Pengantin pria di sini, pengantin wanita nun jauh di sana, di ruangan lain yang tak tampak. Tidak bersanding, tidak mengucap doa bersama. Semuanya sesuai dengan aturan purdah.

Rombongan barat hanya disuguhi secangkar teh susu hangat. Sementara anggota keluarga sibuk untuk urusan pengangkutan mempelai wanita ke rumah mertuanya. Bagaimana mengangkut pengantin, yang saya yakin berbusana besar dan cantik, tanpa terlihat oleh kaum pria yang ratusan jumlahnya?

Jangan kuatir, sudah ada tandu kencana. Bentuknya seperti kurungan ayam, dibungkus selimut tebal. Di bawahnya ada sepasang bilah kayu panjang, yang nanti akan diangkat oleh para pengusung. Tandu ini disebut doli.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com