Semarang, Kompas -
Suratno, Ketua Kelompok Petani Bunga Sri Rejeki, Senin (30/1), mengatakan, dari luasan lahan yang ditutup green house sekitar 4 hektar, 20 persen di antaranya roboh dan sisanya rusak. Plastik penutup green house terlepas dari rangka bambu atau kayu. Di beberapa titik, bangunan itu bahkan roboh dan menimpa tanaman yang ada di bawahnya.
Suratno memperkirakan, kerugian dari kerusakan bangunan saja mencapai Rp 500 juta. Jika ditambah dengan kerugian tanaman yang rusak karena tertimpa bangunan, nilainya bisa mencapai Rp 2 miliar dari sekitar 70 anggota kelompok.
Plastik penutup green house harganya saat ini Rp 20.000 per kilogram. Satu kilogram plastik bisa digunakan untuk menutup 5 meter persegi bangunan. Adapun rata-rata sebuah green house membutuhkan sekitar 300 meter persegi plastik penutup. Dengan demikian, dana yang dibutuhkan mencapai Rp 1,2 juta untuk perbaikan satu unit, belum termasuk perbaikan rangka dan tenaga.
”Kami selama ini bekerja sama dengan toko plastik sehingga dengan kejadian ini petani bunga mendapat keringanan untuk membeli plastik pengganti. Dalam dua hari ke depan, kami juga akan rapat. Untuk anggota kelompok yang kesulitan membenahi green house-nya bisa meminjam dana dari koperasi,” tutur Suratno.
Kuswantoro (45), petani bunga di Desa Jetis, Kecamatan Bandungan, menyebutkan, kerusakan terjadi di lahan miliknya seluas 2.000 meter persegi. ”Ini sudah mulai saya benahi sementara. Saya khawatir hujan dan angin kencang masih akan terjadi. Yang penting tanaman bisa terlindung dari air hujan dulu,” katanya.
Petani lain, Sunarno (43), menyebutkan, kerugian yang dialaminya mencapai Rp 16 juta. Ia dan dua pekerjanya tengah memasang plastik baru di atap green house. ”Mau tidak mau ya harus diganti,” tuturnya.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jateng Evi Luthfiati menyebutkan, hujan deras disertai angin kencang masih akan terjadi di puncak musim hujan. Puncak musim hujan diperkirakan akan berlangsung hingga Februari akhir.